Meski pertambangan emas ilegal di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, sudah ditutup dan dijaga ketat oleh aparat, sejumlah petambang liar masih nekat memasuki kawasan tersebut.
AMBON, KOMPAS — Aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, kembali muncul. Polisi menangkap empat pelaku sekaligus menyita alat pengolah emas yang menggunakan merkuri, Kamis (4/4/2019) petang.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, Jumat (5/4), di Ambon, mengatakan, pelaku yang ditangkap adalah koordinator penambangan bernama Saiful Tawami (33) serta tiga anak buahnya, yaitu Dede Kusmawan (37), Ateng (40), dan Adun Aderor (34). Mereka memasuki lokasi penambangan melalui jalur yang tidak terjaga polisi.
Berdasarkan catatan Kompas, tambang liar mulai beroperasi di Gunung Botak sejak Oktober 2011. Jumlah petambang pernah mencapai 20.000 orang. Berdasarkan data Komando Distrik Militer 1506/Namlea, hingga 2016, terjadi pembunuhan, perampokan, dan longsor yang menyebabkan 1.500 orang tewas.
Lebih dari 30 kali pemerintah daerah dan aparat keamanan menutup aktivitas di lokasi itu. Namun, petambang tetap saja kembali. Aktivitas tambang liar di sana terakhir kali ditutup pada Oktober 2018, dipimpin Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa.
Aksi petambang liar kali ini terungkap setelah tim intelijen Polri membongkar tempat pengolahan emas di Desa Debowae, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, tak jauh dari Gunung Botak. Setelah diperiksa, pengelola tempat itu mengaku mendapat material olahan dari Gunung Botak.
Roem mengatakan, polisi sedang mengejar pemodal aktivitas itu. Modal biasanya digunakan untuk membeli peralatan pengolahan emas, membeli merkuri, dan membayar gaji pekerja. Modal untuk pengolahan emas itu minimal Rp 50 juta. ”Pemodal sudah berani lagi masuk ke wilayah itu. Penyidik kami terus mendalaminya,” kata Roem.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Firman Nainggolan mengatakan, dalam pengungkapan kasus tersebut, pihaknya menyita tromol (alat pengolahan emas), 2 ons merkuri, alat pembakaran emas, dan 1 karung material tambang. Tromol tersebut dioperasikan di rumah Saiful.
Penadah dan distributor
Selain mengejar pemilik modal, polisi juga mencari penadah dan distributor merkuri. Sejumlah penyidik dan intelijen kini dikerahkan untuk menelusuri kemungkinan praktik serupa di tempat lain.
Selanjutnya, polisi membangun pos untuk mengawasi agar tidak ada lagi petambang yang masuk ke lokasi seluas kira-kira 250 hektar itu.
Terkait temuan kasus baru tersebut, Royke menyatakan, polisi akan tetap menjaga lokasi itu hingga ada perusahaan yang benar-benar beroperasi di sana. Pada pekan lalu, tim dari sejumlah kementerian dan lembaga meninjau Gunung Botak.
Terungkap, areal itu akan dijadikan lokasi penambangan khusus dengan melibatkan masyarakat lokal. Sebelumnya, Wakil Bupati Buru Amus Tofa Besan berjanji akan memfasilitasi pemerintah pusat dan pemilik hak ulayat terkait dengan pembebasan lahan jika lokasi itu akan ditambang.
Ia menginginkan ada komitmen yang jelas serta tertulis antara pengelola tambang dan masyarakat lokal. (FRN)