Peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana di Sumatera Barat terus dilakukan. Tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga instansi dan lembaga terkait di daerah tersebut.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Zona patahan raksasa di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, yang menyimpan energi gempa hingga magnitudo 8,8 dan berpotensi memicu tsunami terus menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan terus dilakukan, tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga instansi dan lembaga terkait di daerah tersebut.
Selama tiga hari sejak Kamis (4/4/2019) hingga Sabtu (6/4), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat menggelar tiga kegiatan untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan personel menghadapi bencana. Ketiganya yakni geladi ruang (table top exercise), geladi posko (command post exercise), dan pengenalan geladi lapangan (field training exercise).
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar Rumainur, Jumat (5/4), mengatakan, kegiatan tersebut diikuti perwakilan personel dari tujuh kabupaten/kota pesisir Sumbar, yakni Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ketujuh wilayah pesisir tersebut saat ini dihuni sekitar 1 juta penduduk.
”Perwakilan setiap kabupaten/kota ada sembilan orang, yang berasal dari BPBD, dinas sosial, dinas kesehatan, dan dinas pekerjaan umum atau instansi utama yang bergerak ketika bencana. Selain dari tujuh wilayah pesisir, ada juga peserta dari 12 kabupaten/kota lain sebagai peninjau serta seluruh organisasi perangkat daerah di lingkungan provinsi Sumbar,” kata Rumainur.
Rumainur menjelaskan, pada geladi ruang mereka membahas segala tindakan ketika terjadi bencana. Hal itu termasuk pembekalan oleh sejumlah narasumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); BPBD Sumbar; dan Palang Merah Indonesia.
Materi yang disampaikan terkait Rencana Kontijensi Gempa Bumi dan Tsunami Provinsi Sumbar, Mentawai megathrust, sistem peringatan dini, dan standar operasional prosedur pusat pengendalian dan operasional (pusdalops) ketika terjadi gempa bumi dan tsunami.
”Sementara pada geladi posko, ketujuh kabupaten/kota akan melakukan proses penanganan bencana. Setiap proses akan dipantau peninjau kemudian diberikan penilaian, apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Tiap posko akan diisi pendamping untuk mengarahkan apa yang harus dilakukan,” kata Rumainur.
Rumainur menambahkan, untuk pengenalan geladi lapangan, peserta akan dipandu tim dari Komando Rayon Militer 032/Wirabraja. Meski demikian, mereka tidak menggelar simulasi, melainkan lebih pada pengenalan tentang geladi lapangan, termasuk membangun tenda.
”Tidak ada simulasi langsung karena itu membutuhkan ruang yang lebih besar serta peserta dan personel yang lebih banyak. Meski demikian, simulasi skala kecil akan dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Teknik Kimia Padang,” kata Rumainur.
Rumainur berharap, selain untuk menyempurnakan rencana kontijensi bencana gempa bumi dan tsunami provinsi Sumbar, kegiatan itu juga bisa semakin meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan semua kabupaten/kota.
”Jadi, apabila terjadi bencana di daerah masing-masing, teman-teman tahu proses sampai dijadikan tanggap darurat. Pengalaman kami, beberapa waktu lalu ada daerah yang ditimpa kejadian besar, tetapi untuk rapat memutuskan tanggap darurat ragu (bingung) apa yang harus dilakukan,” kata Rumainur.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Padang Sutan Hendra menilai, kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan tersebut penting. Hal itu terutama untuk menyinkronkan rencana kontijensi antara kabupaten/kota dengan provinsi.
Ini menjadi tempat untuk membangun pemahaman bersama dan menyinergikan tugas dan fungsi masing-masing.
”Apalagi, kan, rencana kontijensi dibuat sendiri-sendiri. Jadi, perlu ada pembahasan, terutama untuk menghadapi risiko terburuk. Jangan sampai karena rencana kontijensi berbeda, ketika terjadi bencana, bentrok,” kata Sutan.
Hal serupa disampaikan Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Sumatera Barat Khalid Saifullah. Menurut Khalid, yang menjadi salah satu fasilitator kegiatan tersebut, pertemuan rutin antara pemangku kepentingan terkait kebencanaan penting.
”Minimal sekali setahun. Ini menjadi tempat untuk membangun pemahaman bersama dan menyinergikan tugas dan fungsi masing-masing. Dengan demikian, ketika ada penanganan darurat, tidak terjadi gesekan atau miskoordinasi,” kata Khalid.