Tim gabungan BKSDA Maluku dan kepolisian menangkap pelaku perdagangan satwa dilindungi dengan barang bukti 74 ekor burung dari berbagai spesies. Polisi pun memburu pihak-pihak yang diduga sebagai pemodal.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku dan kepolisian menangkap Ronald Rumarisa (38), pelaku perdagangan satwa dilindungi, serta menyita 74 ekor burung dari berbagai spesies. Polisi pun memburu pihak-pihak yang diduga sebagai pemodal.
Kepala Kepolisian Sektor Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah, Inspektur Dua Dominggus Bakarbessy, saat dihubungi di Ambon pada Jumat (5/4/2019) petang, mengatakan, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, penyidik masih memeriksa warga Pulau Seram itu, termasuk mendalami peran pihak-pihak yang menjadi pemodal dalam bisnis tersebut. "Arahnya ke situ. Masih digali penyidik," ujarnya.
Polisi belum mendapatkan keterangan yang cukup banyak terkait keterlibatan pemodal. Namun, yang pasti, Ronald dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Pasal 21 Ayat 2 huruf a. Ancaman hukumannya 5 tahun penjara serta denda Rp 100 juta.
Sebanyak 74 burung itu terdiri dari seekor kesturi tengkuk ungu (Lorius domicella), 6 ekor kakatua seram (Cacatua moluccensis), 12 ekor betet kelapa paruh tebal (Tanygnathus megalorynchos), 11 ekor perkici pelangi (Trichoglossus moluccanus), 43 ekor nuri maluku (Eos bornea), dan 1 ekor kakatua koki (Cacatua galerita).
Kepala Seksi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Meity Pattipawaej, yang memimpin penangkapan itu, mengatakan, rumah Ronald di Desa Samasuru, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah, menjadi tempat penampungan burung yang dibeli dari para pemburu.
Dari Samasuru, burung-burung itu diangkut menggunakan kapal cepat atau feri ke Ambon. Selanjutnya, dari Ambon, burung-burung itu diangkut menggunakan kapal laut ke Pulau Jawa. Pengiriman semacam itu sudah berulangkali dilakukan. Penangkapan Ronald merupakan pengembangan dari penangkapan seorang pelaku lain beberapa waktu lalu.
Bisnis jual beli burung, kata Meity, sudah sering terjadi di daerah itu. Ada yang berhasil ditangkap, tapi banyak juga yang lolos. Warga lokal yang terlibat bisnis itu semata karena tuntutan ekonomi. Dalam kasus ini, Ronald berperan sebagai pengepul. Dia membeli burung dari para pemburu, yang tak lain adalah warga lokal.
Harga kakatua seram yang dibeli Ronald dari pemburu antara Rp 500.000 hingga Rp 800.000 per ekor. Burung itu kemudian ia jual dengan harga Rp 1 juta-Rp 1,2 juta per ekor. Kakatua seram merupakan satwa yang paling mahal. Sementara, satwa paling murah adalah nuri maluku, yakni Rp 75.000 per ekor, yang kemudian ia jual dengan harga Rp 200.000.
Kepala Balai Taman Nasional Manusela Ivan Yusfi Noor, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, sebagian burung yang disita itu diambil pemburu dari Taman Nasional Manusela. Banyaknya burung yang ditangkap itu menandakan perburuan satwa sangat mengkhawatirkan. "Terlebih lagi, itu kan banyak burung yang endemik di Maluku," katanya.
Menurut Ivan, pihaknya sudah memetakan lokasi yang biasa disasar oleh para pemburu serta jalur keluar-masuk. Mereka akan mengintensifkan patroli di taman nasional seluas 174.500 hektar itu. Di sana terdapat enam pos yang dijaga oleh 20 polisi hutan. Ia mengaku jumlah tersebut belum ideal. "Kami maksimalkan yang ada," ujarnya.