Kongres AS Mendesak Dijatuhkannya Sanksi kepada China
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Sejumlah anggota Kongres Amerika Serikat menuntut agar sanksi dijatuhkan kepada pemerintah dan perusahaan China atas dugaan tindakan diskriminatif dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga minoritas Muslim Uyghur di provinsi otonom Xinjiang, China.
Pernyataan surat yang ditunjukkan kepada Presiden AS Donald Trump dan pejabat menteri terkait itu ditandatangani oleh 24 senator (atau sekitar 25 persen dari total anggota senat) beserta 19 anggota Dewan Perwakilan AS lintas partai, Rabu (3/4/2019).
Mereka juga mendesak AS agar memberlakukan kontrol ekspor produk AS yang lebih ketat ke China untuk memastikan perusahaan AS tidak mendukung dugaan aksi pelanggaran HAM di Xinjiang.
Beberapa perusahaan China yang dicurigai terlibat dalam tindakan diskriminatif itu adalah Hikvision dan Dahua Technology. Perusahaan itu memproduksi peralatan audio visual yang dapat digunakan untuk pengawasan masyarakat di Xinjiang. Ada pula nama Chen Quanguo, Sekretaris Partai Komunis di daerah Xinjiang, yang disebutkan sebagai salah satu sosok yang perlu ditargetkan dan dijatuhi sanksi.
Pernyataan tertulis yang mengecam China itu merupakan aksi yang diketuai Senator AS Marco Rubio, perwakilan dari kubu Partai Republik Chris Smith, Senator Bob Menendez, dan perwakilan dari kubu Partai Demokrat James McGovern.
Mereka meminta pemerintahan Trump menerapkan sanksi Magnitsky Act terhadap China. Undang-undang federal memperbolehkan Pemerintah AS untuk menerapkan sanksi itu terhadap pelanggar HAM di seluruh dunia. Sanksi itu akan membekukan aset pelanggar, melarang mereka bepergian ke AS, dan melarang warga AS berbisnis dengan pelanggar.
Bagi sejumlah anggota Kongres AS, upaya AS dalam melawan dugaan aksi kekerasan di Xinjiang mengecewakan. ”Kami kecewa dengan pemerintah yang sejauh ini gagal menjatuhkan sanksi terkait pelanggaran HAM sistemik dan mengerikan yang sedang berlangsung di Xinjiang,” demikian tertulis surat yang ditunjukkan kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat tinggi lainnya.
”Kami menyambut baik retorika kuat Wakil Presiden AS Mike Pence yang mengecam tindakan Pemerintah China (di Xinjiang). Namun, kata-kata saja tidak cukup,” lanjut pertanyaan tertulis di atas.
Berdasarkan hasil penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar satu juta orang telah ditangkap dan ditahan di Xinjiang. Penahanan itu kadang-kadang tanpa proses pengadilan. China juga dituduh menekan warga Uyghur untuk meninggalkan agama Muslim dengan memaksa mereka makan makanan yang dilarang oleh agamanya, seperti babi.
China membantah
Pemerintah China membantah semua tuduhan itu dan mengatakan bahwa kamp tahanan massal warga Uyghur yang sering disorot itu merupakan tempat pelatihan vokasi. Program pelatihan itu merupakan bagian dari upaya China untuk melawan kelompok atau ajaran terorisme, ekstremisme, dan separatisme di Xinjiang.
Tahun ini, sejumlah grup media dan diplomat dari sejumlah negara, seperti Asia Tenggara, Afrika Utara, dan Eropa, telah diundang China untuk mengunjungi Xinjiang dan melihat keadaan di sana secara langsung. Salah satu pejabat AS menyatakan kepada Reuters bahwa kunjungan itu dipandu oleh Pemerintah China sehingga informasi yang ia peroleh dianggap jauh dari kondisi sesungguhnya.
Di perkampungan Moyu di Hotan, kabupaten paling miskin di bagian selatan Provinsi Xinjiang, terdapat masjid tertua yang biasa dipakai warga Muslim untuk melakukan ibadah setiap hari. Masjid ini sejak 2016 diperbaiki dan dipercantik dengan subsidi dari Pemerintah China. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Lutfi Amer At-Tamimi menyatakan, setelah kunjungan 15 tokoh ormas Islam bersama Majelis Ulama Indonesia ke Xinjiang, ”Pemerintah China menghargai dan menjamin kebebasan beragama ataupun untuk tidak beragama bagi seluruh warganya”. Baginya, laporan mengenai penyiksaan, penangkapan, serta penahanan warga Uyghur di Xinjiang dipengaruhi oleh berbagai kepentingan.
Xinjiang merupakan provinsi otonom terbesar di China. Dari total 21 juta penduduknya, sekitar 45 persen di antaranya adalah etnis Uyghur. Mereka adalah etnis beragama Muslim terbesar di China. Selama sekitar satu dekade telah terjadi sejumlah serangan teroris yang mematikan di sana. (REUTERS/AFP)