LONDON, KAMIS -- Perdana Menteri Inggris Theresa May akan kembali meminta perpanjangan tenggat Brexit kepada Brussels, setelah parlemen Inggris mengesahkan RUU untuk mencegah Brexit tanpa kesepakatan.
Dalam pemungutan suara di parlemen, Rabu (3/4/2019) malam, RUU yang diinisiasi oleh anggota parlemen dari Partai Buruh Yvette Cooper disetujui dengan selisih satu suara, yaitu 313 berbanding 312 suara. Selisih sangat tipis itu menunjukkan betapa terbelahnya parlemen Inggris.
Kini RUU itu akan dibahas di Majelis Tinggi (House of Lords) untuk disahkan menjadi undang-undang. Dengan UU ini, May akan kembali ke Brussels untuk meminta perpanjangan tenggat Brexit yang seharusnya berakhir pada 12 April. Meskipun tak memiliki kewajiban memperpanjang tenggat ini, Brussels kemungkinan besar akan memberikan perpanjangan tenggat. Hanya saja, Brussels akan menuntut Inggris untuk menyodorkan langkah yang akan diambil.
Garis merah
PM May kemarin kembali melanjutkan pembahasan Brexit dengan ketua oposisi Jeremy Corbyn dari Partai Buruh. Pembicaraan keduanya kemungkinan besar mengarah pada kompromi Brexit yang lebih lunak, antara lain, dengan menempatkan Inggris tetap berada di pabean Uni Eropa.
Jika itu terjadi, May telah melanggar salah satu "garis merah" yang tercantum dalam manifesto Partai Konservatif. Di situ dinyatakan, pasca-Brexit Inggris tidak akan lagi berada dalam pabean bersama Eropa, di mana produk dari Inggris dapat bebas masuk ke 27 negara UE tanpa dikenai pengecekan di perbatasan maupun dikenai tarif.
Sampai pekan lalu, May tegas menyatakan Inggris akan keluar dari pabean bersama dan juga akan keluar dari pasar tunggal Eropa.
Oleh karena itu, perundingan May-Corbyn telah membuat kubu pro-Brexit di Konservatif marah besar karena mereka merasa ditelikung May. Bagi kubu pro-Brexit, jika Inggris tetap berada dalam pabean Uni Eropa, hal itu sama saja mengkhianati semangat referendum 2016.
Akibatnya, perseteruan di tubuh Konservatif makin keras. Dua anggota kabinet May, yaitu Nigel Adams dan Chris Heaton-Harris, mengundurkan diri. Harris yang merupakan menteri urusan Brexit beralasan, pemerintahan May tak siap untuk meninggalkan UE tanpa kesepakatan.
Media Inggris menyebutkan, masih ada sekitar 15 pejabat lagi, di antaranya beberapa menteri kabinet, yang akan mengundurkan diri jika langkah May dianggap menyimpang jauh dari komitmen semula.
Sebaliknya, kecaman juga datang dari para anggota parlemen Buruh terhadap Jeremy Corbyn yang menuntut agar Corbyn tidak menandatangani kesepakatan apa pun, selama PM May menolak referendum kedua.
Corbyn dituntut memperjuangkan manifesto Partai Buruh yang antara lain berisi, Inggris harus tetap berada dalam pabean Uni Eropa, berada dalam pasar tunggal Eropa, dan melakukan referendum kedua terhadap keputusan akhir Brexit.
"Anggota partai akan sulit memaafkan jika kita mendukung kesepakatan Brexit PM May tanpa konsesi yang melibatkan suara rakyat," kata Wakil Ketua partai Buruh Tom Watson, seperti dikutip BBC.