Berantas “Perjokian” Pemred, Dewan Pers Revisi Aturan
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring perubahan teknologi digital, pertumbuhan media di Indonesia berlangsung begitu pesat. Saat Dewan Pers melakukan pendataan, ternyata di lapangan ditemukan praktik-praktik persewaan badan hukum dan “perjokian” pemimpin redaksi.
Perubahan teknologi digital selain mengubah kebiasaan publik dalam mengakses berita, juga berdampak pada perubahan bisnis model perusahaan-perusahaan media. Media yang dahulu hanya fokus pada cetak akhirnya berbondong-bondong membangun platform baru digital untuk menyebarkan konten-konten mereka. Langkah ini diyakini sebagai salah satu upaya media untuk tetap bisa bertahan dan eksis di tengah gelombang perubahan zaman.
Selain media-media arus utama cetak yang melebarkan sayap dalam platform-platform baru, di masyarakat berkembang pula media-media rintisan baru yang sebagian besar memanfaatkan platform daring.
“Ketika kami melakukan pendataan, ternyata kami menemukan banyak kendala. Sebagai contoh, kami mendapati ada satu badan hukum yang ternyata mempunyai 20 perusahaan. Modus mereka adalah menyewakan badan hukum karena salah satu persyaratan mendirikan perusahaan media adalah harus berbadan hukum,” kata anggota Dewan Pers Ratna Komala, Kamis (4/4/2019), saat dihubungi dari Jakarta.
Kami mendapati ada satu badan hukum yang ternyata mempunyai 20 perusahaan. Modus mereka adalah menyewakan badan hukum.
Selain menemukan adanya praktik sewa-menyewa badan hukum, di lapangan Dewan Pers juga menemukan praktik “perjokian”pemimpin redaksi (pemred) di berbagai media yang memiliki lokasi kantor berbeda-beda. Secara logika, tidak mungkin seorang pemred media bisa mengawasi dan menjadi penanggungjawab dalam proses produksi berita di sejumlah media di berbagai kota.
“Karena ada syarat bahwa seorang pemred harus memiliki sertifikat kompetensi jenjang wartawan utama, kami menemukan ada pemred yang menjadi ‘joki’ (menjabat sebagai pemred abal-abal) di berbagai media yang lokasinya berbeda-beda,”paparnya.
Awak redaksi minimal
Dewan Pers mengamati pula fenomena yang muncul belakangan ini dengan munculnya media-media siber yang dibangun dengan modal kecil, sekadar cukup untuk membuat sebuah website, dengan jumlah tenaga kerja sedikit sekitar tiga hingga lima orang. Tidak jarang, di media tersebut pemimpin redaksi merangkap sebagai wartawan, petugas pemasaran, dan lain-lain. Bahkan, dalam struktur organisasi, tidak ada pemisahan antara bagian redaksi dan bisnis.
“Di media-media rintisan seperti ini tidak ada pula perangkat manajemen untuk urusan bisnis dan sumber daya manusia, tidak memiliki kantor fisik melainkan hanya virtual. Namun, secara administratif mereka memiliki badan hukum dan surat dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam revisi nanti, intinya akan diatur bukan harus ada berapa orang di tiap-tiap bagian, tetapi minimal harus ada fungsi itu agar independensi media bisa tetap terjaga,” tambah Ratna.
Di media-media rintisan seperti ini tidak ada pula perangkat manajemen untuk urusan bisnis dan sumber daya manusia, tidak memiliki kantor fisik melainkan hanya virtual.
Bertolak dari berbagai perkembangan industri media dan munculnya penyalahgunaan di lapangan, Dewan Pers sejak tahun lalu merancang revisi Standar Perusahaan Pers bersama seluruh konstituen Dewan Pers. Pada prinsipnya, revisi aturan tersebut jangan sampai membatasi kebebasan pers di Indonesia tetapi harus semakin melindungi dan membuat media semakin profesional.
Dandy Koswaraputra, Ketua Bidang Pendidikan, Etik, dan Profesi Aliansi Jurnalis Independen mengatakan, fenomena baru munculnya puluhan ribu media siber beberapa tahun terakhir benar-benar membuat dunia pers Indonesia terkaget-kaget. Disrupsi ini menjadi realitas yang kian sulit dibendung.
“Yang dibutuhkan sekarang adalah jajaran Dewan Pers yang betul-betul kuat, kredibel, dan berwibawa. Sebab, yang dihadapi sekarang tidak hanya ribuan media, tetapi puluhan ribu media dengan segala macam persoalan pelik di dalamnya. Aturan-aturan yang disusun Dewan Pers harus mampu mengakomodasi semuanya, termasuk media-media siber yang sekarang banyak bermunculan,” ucapnya.