Maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye hitam di media sosial pada masa kampanye Pemilu 2019 telah diprediksi oleh Polri. Pertarungan antar pendukung pasangan capres-cawapres 01 dan 02 di media sosial terasa semakin hangat pada hari-hari menjelang Pemilu. Gesekan kecil di akar rumput dapat membesar akibat provokasi melalui media sosial.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian pernah mengatakan, pertarungan politik akan lebih terasa di dunia maya melalui media sosial. Namun, Polri tidak akan diam. Penyebaran kampanye hitam yang memuat pesan hoaks dan ujaran kebencian akan diproses hukum oleh Polri.
KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Kepala Polri, Jenderal Pol Tito Karnavian
”Kampanye hitam, yaitu sesuatu yang tidak dilakukan seseorang tetapi dianggap dilakukan, tidak boleh (dilakukan). Tindakan itu pidana sehingga kami akan tindak tegas,” kata Tito (Kompas, 12 September 2018).
Mengapa hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye hitam banyak digemari di media sosial telah dikaji secara ilmiah. Kemampuan seseorang memilah antara berita hoaks atau bukan bergantung pada kemampuan analitisnya.
Kemampuan seseorang memilah antara berita hoaks atau bukan bergantung pada kemampuan analitisnya.
Psikolog forensik Kasandra Putranto, Rabu (3/4/2019) menuturkan, penelitan Pennycook dan Rand (2018) menunjukkan individu yang memiliki kemampuan analitis lebih mampu membedakan berita asli dan berita hoaks. Kemampuan itu berhubungan dengan bagian otak yang disebut prefrontal cortex. Kapasitas prefrontal cortex yang terkait dengan tingkat kemampuan kendali seseorang.
“Individu yang memiliki kualitas prefrontal cortex yang baik diperkirakan memiliki kontrol diri yang lebih baik. Sehingga ketika mereka membaca berita, mereka mampu membedakan mana yang asli dan hoaks, dan mampu menahan diri untuk tidak menyebarkan,” papar Kasandra.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS
Psikolog Kasandra Putranto saat hadir sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan terhadap terdakwa bom Thamrin dan Kampung Melayu Aman Abdurrahman atau Oman Rochman yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (6/4/2018)
Bias konfirmasi
Lebih lanjut Kasandra menjelaskan, bagian lain dari prefrontal cortex adalah ventromedial cortex. Gangguan pada ventromedial cortex menyebabkan seseorang memiliki masalah mengendalikan agresifitas terutama terkait nilai-nilai kepercayaan dan keyakinan mereka terhadap sesuatu. Dampaknya adalah confirmation bias atau bias konfirmasi.
“Bias konfirmasi dilakukan oleh orang yang cenderung mencari hal-hal yang sesuai dengan keinginan. Ketika mereka meyakini suatu hal, mereka akan terus mencari konfirmasi atau pembenaran terhadap keyakinan mereka. Akhirnya mereka menjadi semakin jauh dari realitas. Karena pada dasarnya mereka tidak mau menerima segala hal yang bersifat kebenaran. Mereka hanya mau menerima sesuatu yang sesuai keyakinan mereka,” ujar Kasandra.
Menurut Kasandra, cara menghadapi bias konfirmasi adalah meningkatkan kemampuan analitis. Dengan kemampuan analitis yang baik, seseorang lebih mampu membedakan berita hoaks dan bukan serta menahan diri untuk tidak menyebarkan hoaks karena tahu dampaknya. Yang kedua harus mengakui kesalahan dan harus mau menerima berita yang lebih mendekati kebenaran.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
ILUSTRASI. Aparatur sipil negara di lingkup Kementerian Dalam Negeri mengikuti apel bersama untuk menyukseskan Pemilu 2019 dengan damai serta menolak kampanye ujaran kebencian, hoaks dan fitnah di Kompleks Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat (22/3/2019). Acara yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dilanjutkan dengan simulasi pelaksanaan Pemilu 2019.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, secara umum kondisi keamanan di wilayah Polda Metro Jaya menjelang Pemilu kondusif. Masyarakat tidak perlu takut beraktivitas karena polisi telah melakukan langkah-langkah pengamanan.
Menurut Argo, situasi keamanan menjelang Pemilu 17 April 2019 telah diantisipasi Polda Metro Jaya dengan meningkatkan operasi rutin. Sasaran operasi rutin antara lain kejahatan jalanan (street crime) seperti begal, penodongan, pencurian kendaraan bermotor (curanmor), dan curat (pencurian dengan pemberatan). Untuk membuktikan keseriusan menghadapi kejahatan jalanan, Polda Metro Jaya membentuk tim antibandit yang dibentuk di semua Kepolisian Resor (Polres) dan didukung oleh Polda.
Adapun untuk mendinginkan suasana menjelang Pemilu, Polda Metro Jaya menjadi bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Nusantara. Satgas Nusantara bertugas untuk membuat media sosial bersih dari ujaran kebencian, hoaks, dan kampanye hitam menjelangPemilu 2019. Satgas Nusantara kebetulan dikepalai oleh Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Kepala Polda Metro Jaya Irjen (Pol) Gatot Eddy Pramono (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin (4/2/2019)
Argo mengutarakan, tugas Satgas Nusantara adalah mengamankan pelaksanaan Pemilu dengan pendekatan humanis. Polisi bertugas sebagai cooling system jangan sampai terjadi konflik di tengah masyarakat. Perbedaan dalam demokrasi itu wajar, tetapi perbedaan jangan sampai menimbulkan konflik.
Januari lalu Polda Metro Jaya menangkap tersangka MIK (38) karena menyebarkan hoaks kontainer berisi jutaan surat suara yang telah dicoblos. MIK langsung menyebarkan informasi yang diperoleh dari media sosial melalui akun media sosial miliknya tanpa pengecekan. Kasus MIK ini menjadi pelajaran agar kita mengecek dan mengecek ulang kebenaran sebuah informasi yang beredar di media sosial.