Lima sungai di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, rusak oleh aktivitas tambang batubara. Kelima sungai itu perlu direvitalisasi karena menjadi sumber penghidupan warga.
TAMIANG LAYANG, KOMPAS —Komunitas adat Dayak Nansarunai dan Komunitas Perempuan Adat Dayak Ma’anyan mendesak pemerintah dan perusahaan untuk merevitalisasi sungai yang rusak karena aktivitas pertambangan batubara di Desa Apar Batu, Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Revitalisasi solusi guna menyelamatkan kehidupan ratusan warga di sana.
Sebelumnya, lima sungai di sekitar Desa Apar Batu, yakni Sungai Paku, Sungai Mako, Sungai Garunggung, Sungai Mabayoi, dan Sungai Banuang, rusak akibat jalan yang dibuat perusahaan. Kelima sungai itu menjadi sumber kehidupan untuk tiga desa, yakni Desa Apar Batu, Janah Mansiwui, dan Desa Danau, dengan jumlah penduduk sekitar 409 orang (Kompas, Selasa 2/4/2019).
Sungai Paku merupakan salah satu sungai terbesar di Kecamatan Awang yang melewati tiga kecamatan di Barito Timur. Aliran sungai ini menuju Sungai Barito, sungai terbesar dan terpanjang di Kalteng dengan panjang 890 kilometer.
”Selama ini warga hanya bisa menggunakan air dari Sungai Garunggung. Itu saja yang tersisa dan itu pun sudah terancam karena jalan juga dibuat di atasnya,” kata Ketua Komunitas Perempuan Adat Dayak Ma’anyan Mardiana, Rabu (3/4/2019).
Pantauan di hulu Sungai Paku, belasan truk pengangkut batubara melewati jalan yang dibuat di atas sungai. Material tanah dan batubara tak jarang jatuh ke sungai. Sungai itu berwarna hijau pekat dan berbau.
Jarak Sungai Garunggung dan Sungai Paku hanya sekitar 1 kilometer dari permukiman warga. Sungai itu juga membelah kebun-kebun warga yang ditanami karet dan buah-buahan hutan.
”Sekarang kalau pergi ke kebun harus bawa air masak dari rumah. Kalau dulu langsung minum dari sungai. Sekarang juga tidak ada yang mau mandi, mencuci, apalagi memasak pakai air itu,” ungkap Tina (31), warga Dusun Karasik, Desa Apar Batu.
Ibu satu anak itu mengatakan, tak jarang keluarganya dan warga sekitar mengalami gatal-gatal dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ”Anak saya dan teman mainnya itu yang paling sering mengeluh gatal kalau habis mandi di sungai,” kata Tina.
Verifikasi
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Timur Lorikto mengatakan, pihaknya akan memverifikasi kerusakan lingkungan yang terjadi. Dari sisi analisis dampak lingkungan, menurut dia, pihak perusahaan sudah melakukan aktivitas sesuai dengan aturan.
”Secara teknis lingkungan saya tidak mengetahui pasti kalau ada pencemaran atau kerusakan. Namun, yang jelas setiap ada laporan pasti akan kami tindak lanjuti,” kata Lorikto.
Jalan perusahaan pertambangan itu dibuat oleh PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM). Namun, jalan itu digunakan oleh sedikitnya tiga perusahaan, yakni PT Bartim Coalindo, PT Trisula Kencana Sakti, dan PT Putra Asiano.
Sampai saat ini pihak perusahaan masih yakin belum terjadi kerusakan dan sudah melakukan reklamasi dari setiap kerusakan atau lubang tambang yang dibuat. Kepala Teknik Tambang PT BNJM Nova Maulana mengatakan, masyarakat yang protes meminta ganti rugi perorangan tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan.
”Ini kepentingan segelintir orang saja. Kami sudah melakukan semua perizinan dan aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Nova.
Pihaknya bersama petambang lain, menurut Nova, sudah melakukan reklamasi dan membayar iuran wajib. Artinya, reklamasi dan revitalisasi juga harus dilakukan bersama dengan pemerintah.
”Areal bekas tambang yang melewati Sungai Paku sudah ditutup. Soal jalan itu hanya terjadi saat hujan. Kalau bikin jembatan, perusahaan tidak mampu,” kata Nova. (IDO)