MEMPAWAH, KOMPAS — PT Indonesia Asahan Aluminium dan PT Aneka Tambang Tbk bekerja sama membangun pabrik pemurnian (refinery) untuk mengolah bijih bauksit menjadi alumina. Pabrik yang ditargetkan mulai beroperasi pada awal 2022 itu diharapkan bisa menyetop kebiasaan impor alumina dan menekan devisa nasional.
Ketergantungan impor alumina selama ini dilakukan oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) karena ketiadaan pabrik pemurnian. Tak heran, Inalum terus mengimpor alumina dari Australia, India, atau China. Kemudian, alumina tersebut diolah di pabrik peleburan (smelter) yang ada di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Kamis (4/4/2019), mengatakan, pembangunan pabrik pemurnian di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, itu akan menyetop ketergantungan impor sehingga mata rantai produksi aluminium terus berjalan di dalam negeri. Kehadiran proyek itu dapat menekan devisa nasional hingga 200 juta-250 juta dollar AS per tahun.
”Kalau kita sudah bisa bikin alumina, kita tidak impor lagi dan bisa menjaga devisa kita agar tak keluar. Dan, akhirnya, kita bisa memproduksi bauksit sampai aluminium semua di Indonesia. Tak butuh orang luar lagi,” tutur Rini seusai menghadiri ”Pencanangan Pembangunan Refinery Alumina” di Desa Bukit Batu, Mempawah, Kamis.
Hadir pula dalam kegiatan itu Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Arie Prabowo Ariotedjo, Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan, dan Bupati Mempawah Gusti Ramlana.
Proyek pembangunan pabrik alumina akan dibangun seluas 288 hektar. Proyek yang dilengkapi dengan pembangkit listrik tenaga batubara tersebut akan memproduksi alumina sebesar 1 juta ton per tahun. Pabrik ditargetkan mulai berproduksi awal tahun 2022.
Sementara itu, Direktur Pelaksana PT Inalum Oggy Achmad Kosasih menambahkan, hasil produksi pabrik itu nantinya melebihi kebutuhan alumina nasional sebesar 500.000 ton per tahun. Apalagi, dia juga menyebutkan, sumber daya bijih bauksit di sana bisa mencapai 400 juta metrik ton.
”Itu berarti bisa sampai 100 tahun untuk penyerapannya,” kata Oggy.
Kepemilikan saham
Kepemilikan saham pabrik alumina sejauh ini berada di bawah Inalum dan Antam. Komposisinya, Inalum sebesar 60 persen dan Antam 40 persen.
Bagi Antam, Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan, proyek pemurnian bijih bauksit ini sangat strategis untuk mengapitalisasi nilai cadangan bauksit Antam. Bahkan, jika tahap pertama ini berhasil, akan ada pembangunan pabrik tahap kedua. Dengan demikian, kapasitas produksi bisa ditingkatkan menjadi 2 juta ton alumina.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan berharap, pembangunan proyek itu dapat memicu roda perekonomian di Kalbar, khususnya Mempawah. Selain dapat menambah pendapatan daerah, proyek juga harus memberikan lapangan kerja dan program pemberdayaan kepada masyarakat lokal.