Proyek-proyek Perumahan Baru Bakal Dorong Harga Saham Properti
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini kinerja saham emiten sektor properti di pasar modal Indonesia belum mampu menandingi sektor populer lain, macam keuangan dan infrastruktur. Setelah tahun lalu diimpit masalah nilai tukar, sepanjang 2019 emiten sektor properti belum cukup mendapatkan katalis positif yang mampu mendorong pertumbuhan kinerja.
Hingga Selasa (2/4/2019), sebanyak 21 emiten properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melaporkan kinerja keuangan 2018, di antaranya PT Agung Podomoro Land Tbk, PT Lippo Karawaci Tbk, PT Sentul City Tbk, PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT PP Properti Tbk, dan PT Jaya Real Property Tbk.
Total pendapatan dari 21 emiten tersebut adalah Rp 140,5 triliun, sementara total laba mencapai Rp 14,29 triliun. Adapun indeks saham sektor properti hingga Selasa (2/4/2019) hanya tumbuh 5,85 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2018, yang masih berada di bawah pertumbuhan indeks saham sektor keuangan (8,07 persen) dan infrastruktur (9,29 persen).
Analis Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, tekanan terhadap pertumbuhan indeks saham sektor properti disebabkan emiten properti cenderung memilih untuk menunda peluncuran proyek baru. Pada awal tahun ini, perusahaan cenderung untuk mengandalkan proyek yang sudah ada.
Indeks saham sektor properti sepanjang tahun ini hanya tumbuh 5,85 persen, masih berada di bawah pertumbuhan indeks saham sektor keuangan (8,07 persen) dan infrastruktur (9,29 persen).
”Perusahaan properti cenderung baru akan memulai proyek baru setelah ada kepastian hasil dari pemilu. Proyek-proyek baru ini yang nantinya akan menjadi katalis positif dan mendorong pertumbuhan saham emiten properti di pasar modal,” ujarnya di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Adapun tekanan terhadap laba emiten properti sepanjang tahun lalu, lanjut Alfred, lebih disebabkan oleh tekanan nilai tukar. Namun, dia optimistis tekanan tersebut tidak akan lagi terulang tahun ini seiring pergerakan nilai tukar yang mulai stabil.
”Kondisi ekonomi global dan kebijakan moneter tahun ini membuat tekanan terhadap nilai tukar akan semakin terbatas dibandingkan tahun lalu,” katanya.
Kepala Riset FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo menilai, pemerintah telah melakukan hal yang tepat dengan mendorong pertumbuhan industri properti. Kebijakan ekonomi secara makro telah diarahkan untuk merangsang pasar mampu menyerap setiap segmen properti.
Dia mengatakan, pelonggaran fasilitas kredit dan pembiayaan sektor properti yang diterapkan Bank Indonesia tahun lalu, yakni loan to value (LTV) dan financing to value (FTV), lambat laun akan mulai dirasakan dampaknya oleh industri properti dengan segmentasi menengah ke bawah.
”Dampak dari pelonggaran makroprudensial ini yang akan mendorong penjualan saham emiten sektor properti, terutama untuk segmentasi mid to low, pada pertengahan tahun nanti,” ujar Wisnu.
Agar tetap tumbuh, Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi mengatakan, industri properti perlu menyesuaikan diri mereka dengan perubahan perilaku dan pola konsumsi masyarakat. Menurut dia, saat ini masyarakat akan terdorong untuk meninggali wilayah hunian yang mampu mengakomodasi kebutuhan mereka.
”Contohnya, ketika pertama mendapat pekerjaan, cari tempat tinggal yang dekat kantor. Setelah menikah, pindah ke daerah sub-urban. Kemudian, ketika punya anak, ingin pindah ke wilayah yang banyak pepohonan hijau. Kondisi ini membuat properti berbasis sewa menjadi bintang pada masa depan,” ujarnya.
Menurut Harun, dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, bisnis properti tetap akan memiliki prospek yang baik. Namun, industri perlu mengolah dan mempersiapkan kebijakan serta strategi bisnis agar proyek-proyek yang dibangun dapat terserap secara optimal.
Sementara itu, selain fokus menyelesaikan setiap proyek yang ada, CEO PT Lippo Karawaci Tbk John Riady berkomitmen juga untuk memulihkan nama baik perusahaan yang sempat beberapa kali tersandung masalah hukum. Terganggunya citra Lippo Karawaci sempat mengganggu persepsi pasar sehingga berimbas pada luruhnya nilai saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam tiga tahun terakhir, nilai saham PT Lippo Karawaci Tbk anjlok 72,17 persen. Saat ini nilai kapitalisasi pasar dari Lippo Karawaci di pasar modal hanya sebesar Rp 6,5 triliun, padahal total nilai aset bersih (adjusted NAV) dari perusahaan ini sekitar Rp 70 triliun.
”Kami ingin memastikan Lippo Karawaci menghasilkan pendapatan yang baik agar harga saham menguat. Kami akan terbuka dalam menjalankan model bisnis baru dan membuktikan kepada pelaku pasar melalui dividen yang kami bayarkan,” kata John.