Kondisi ekonomi yang diproyeksikan lebih baik akan berdampak positif bagi industri asuransi pada tahun ini. Meski demikian, literasi masyarakat untuk berasuransi masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti diperbaiki.
"Tahun 2018 memang bukan tahun yang mudah. Tahun lalu, industri asuransi, khususnya Prudential, fokus untuk memberikan produk yang memiliki keberlanjutan,” kata Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch, dalam paparan media, Senin (1/4/2019), di Jakarta.
Pendapatan total premi Prudential Indonesia pada 2018 sebesar Rp 25,4 triliun. Sementara, total aset investasi Prudential Indonesia sampai dengan akhir 2018 mencapai Rp 72,1 triliun, turun dari 2017 yang sebesar Rp 73,4 triliun. Penurunan itu disebabkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada 2018. Adapun klaim dan manfaat yang dibayar pada 2018 sebesar Rp 12,3 triliun.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, perekonomian Indonesia, terutama di sektor keuangan pada 2018, banyak dipengaruhi kondisi global, antara lain kebijakan bank sentral Amerika Serikat. Kendati demikian, mulai akhir 2018, aliran modal mulai masuk ke pasar keuangan negara berkembang.
Aliran modal yang masuk ini mendorong penguatan rupiah. IHSG juga menguat. Berdasarkan kondisi itu, investasi disarankan berupa instrumen jangka panjang.
“Pasar negara berkembang akan positif. Terlebih lagi, Indonesia mengalami bonus demografi. Ada skenario positif mendatang dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen yang ditandai dengan perbaikan indikator domestik,” kata Fithra.
Sharia, Government Relations and Community Investment Director of Prudential Indonesia, Nini Sumohandoyo, menambahkan, industri asuransi pada umumnya hanya tumbuh 5-6 persen setiap tahun karena literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah di Indonesia. Untuk itu, literasi dan inklusi keuangan mesti terus ditingkatkan.
Fokus
Menurut Reisch, Prudential Indonesia tetap fokus untuk meningkatkan layanan sekaligus menambah produk asuransi. Nasabah yang menghendaki diversifikasi investasi ke luar negeri juga difasilitasi melalui produk dana investasi.
Agar dapat mengikuti perkembangan digital, lanjut Reisch, pihaknya juga memperkuat teknologi informasi dan digitalisasi. Dengan demikian, layanan kepada nasabah dapat lebih cepat dan jangakaunnya lebih luas.
“Tahun ini saya optimistis akan lebih baik meskipun tetap ada volatilitasnya. Dengan melihat perkembangan ekonomi digital dan ekspektasi dari masyarakat, maka kami harus melangkah lebih lagi untuk memenuhinya,” ujar Reisch.
Laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebutkan, pendapatan industri asuransi jiwa di Indonesia pada 2018 merosot 19,4 persen dari 2017 yang sebesar Rp 254,22 triliun menjadi Rp 204,89 triliun. Penurunan pendapatan itu akibat hasil investasi industri asuransi yang anjlok 84,5 persen dari Rp 50,45 triliun pada 2017 menjadi Rp 7,83 triliun pada 2018. Total pendapatan premi juga turun 5 persen dari Rp 195,72 triliun pada 2017 menjadi Rp 185,88 triliun pada 2018. (NAD)