Partai Berkarya tak ragu untuk menampilkan sosok presiden ke-2 RI, Soeharto. Ini menjadikan partai itu salah satu sarana untuk melihat seberapa besar kerinduan masyarakat terhadap Orde Baru.
Saat ini, lukisan wajah presiden ke-2 RI, Soeharto, yang tersenyum seraya melambaikan tangan, berikut dengan kata-kata, ”Piye kabare? Penak jamanku, to?”, masih sering terlihat di sejumlah tempat, seperti truk, bus, dan media sosial.
Bagi putra bungsu Soeharto, yaitu Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, yang kini menjabat Ketua Umum Partai Berkarya, hal itu jadi tanda adanya kerinduan publik terhadap kepemimpinan Soeharto.
”Sebagai putra mantan Presiden Soeharto, saya risau dengan kondisi dan situasi sekarang ini. Bukan hanya kerinduan publik terhadap kepemimpinan dan program yang dahulu berhasil dijalankan bapak, tetapi juga khawatir dengan gesekan yang sering terjadi antarwarga sehingga mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena itu, kami ingin meneruskan pekerjaan Bapak yang belum terselesaikan,” ungkap Tommy melalui Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso, Kamis (28/3/2019), di Jakarta.
Sebagai putra mantan Presiden Soeharto, saya risau dengan kondisi dan situasi sekarang ini. Bukan hanya kerinduan publik terhadap kepemimpinan dan program yang dahulu berhasil dijalankan Bapak, tetapi juga khawatir dengan gesekan yang sering terjadi antarwarga sehingga mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia.
Hal serupa disampaikan kakak Tommy, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. ”Sejak reformasi 20 tahun lalu, masyarakat merasakan kondisi yang tidak berubah dan justru tidak aman dan sejahtera. Cari kerja juga sulit. Nah, sekarang, mereka merindukan kembali kehadiran Bapak,” tutur Titiek, yang kini menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya, yang ketika dihubungi pada Minggu (31/3/2019) sedang berkampanye di Yogyakarta.
Sementara Priyo melihat munculnya gambar Soeharto, seperti di truk dan media sosial, menunjukkan mulai adanya kejenuhan masyarakat terhadap pemerintahan pasca-Soeharto.
”Gerakan ’isih penak jamanku mbiyen’ itu dilakukan masyarakat,” katanya.
Kondisi ini, lanjut Priyo, membuat Partai Berkarya tidak ragu untuk menampilkan sosok Soeharto.
Trilogi Pembangunan
Trilogi Pembangunan yang terdiri dari stabilitas politik dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan pernah menjadi ikon pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
”Oleh karena itu, Partai Berkarya tak ragu memakai platform yang utama, yaitu Trilogi Pembangunan yang dulu berhasil dijalankan Presiden Soeharto. Dengan Trilogi Pembangunan, kami berharap dapat mengambil hati dan menjawab kerinduan masyarakat sehingga meningkatkan elektabilitas Partai Berkarya pada 17 April mendatang,” tutur Priyo.
Trilogi Pembangunan yang terdiri dari stabilitas politik dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan pernah menjadi ikon pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Priyo mengakui, memang ada kritik terhadap Orde Baru. ”Tetapi, tidak ada yang bisa mengelak soal stabilitas politik dan keamanan yang terjaga di era Pak Harto serta swasembada pangan yang pernah diakui PBB pada 1984,” katanya.
Partai Berkarya sebenarnya merupakan hasil fusi dua partai, yaitu Partai Nasional Republik dan Partai Beringin Karya.
Saat Rapat Pimpinan Nasional Partai Berkarya di Karanganyar pada pertengahan Maret lalu, Tommy menyebutkan, target Partai Berkarya adalah mendapat 18 juta suara dan 80 kursi di DPR.
”Kami ingin terlibat dalam proses membangun demokrasi di Indonesia. Untuk itu, meskipun awalnya target ambisius kami 80 kursi di DPR, kami revisi kembali target kami 30-40 kursi,” ujar Priyo.
Adapun Titiek Soeharto optimistis partainya lolos ambang batas parlemen 4 persen. Akhirnya, pencapaian Partai Berkarya pada Pemilu 2019 menjadi gambaran seberapa besar kerinduan publik saat ini terhadap kepemimpinan Soeharto.