JAKARTA, KOMPAS- Materi debat yang disampaikan oleh kedua kandidat pada kenyataannya belum berkesinambungan dengan materi yang disampaikan dalam kampanye rapat terbuka. Tim kampanye yang turun ke bawah belum mampu mengkomunikasikan ide-ide strategis yang disampaikan di dalam debat kepada publik yang ditemui pada kampanye rapat umum.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Karim Suryadi mengatakan, penyampaian materi dalam debat oleh para kandidat ibarat pertempuran yang menggunakan artileri medan. Oleh karenanya, kampanye dalam bentuk debat nasional itu sasarannya tidak didefinisikan dengan jelas. Seharusnya, bentuk komunikasi yang demikian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa komunikasi politik yang yang lebih mudah dipahami oleh rakyat.
“Seharusnya tim kampanye yang melakukan pendekatan langsung kepada publik pemilih, atau mereka yang melakukan “serangan darat” bisa mengejawantahkan apa yang dimaksudkan oleh para kandidat sebagaimana diterangkan dalam debat. Dengan demikian ada kesinambungan komunikasi politik yang dibangun oleh kandidat, yakni antara yang disampaikannya di dalam debat sama dengan yang diucapkannya di dalam kampanye rapat umum,” kata Karim.
Menurut Karim, kecenderungan kampanye rapat terbuka yang diikuti oleh para kandidat lebih banyak bernuansa emosional daripada secara detil memaparkan mengenai peta jalan atau roadmap yang dituju oleh kandidat. Kelangkaan roadmap yang disampaikan oleh para kandidat dalam kampanye rapat terbuka itu menjadikan kesempatan kampanye tersebut hanya sekadar momen pertemuan yang emosional, asal ramai, dan kandidat larut pada histeria massa.
“Roadmap itu semestinya disampaikan oleh kandidat, tidak hanya dalam 5 tahun mendatang, tetapi juga 10-15 tahun ke depan. Sebab itulah yang membedakan antara pejabat dan negarawan. Negarawan tidak hanya memikirkan satu periode masa jabatan, tetapi satu generasi ke depan,” katanya.
Namun, melihat pola komunikasi politik yang belum berkesinambungan antara debat nasional dan narasi yang dibangun di dalam kampanye rapat umum, menurut Karim, demokrasi Indonesia masih harus banyak belajar. Para elite belum mampu membangun narasi yang selaras antara gagasan besar nasional dengan bentuk komunikasi yang lebih riil di lapangan saat bertemu dengan publik.
Karim mencontohkan masih terbatasnya pembahasan mengenai ideologi di dalam debat yang berlangsung Sabtu malam. Kedua calon berbicara pentingnya Pancasila dibumikan dan dilestarikan melalui pendidikan. Namun, ide besar itu menjadi kering dan biasa saja karena sudah sejak lama Pancasila bersama-sama dengan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kurikulum pendidikan nasional.
“Artinya yang dibutuhkan publik di lapangan ialah bagaimana pendidikan itu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan itu tercermin dalam contoh elite, dan kebijakan negara,” katanya.
Calon presiden-calon wakil presiden harus menjabarkan gagasan yang telah disampaikan di empat debat presidensial dalam kampanye terbuka
Peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Noory Okthariza menuturkan, calon presiden-calon wakil presiden harus menjabarkan gagasan yang telah disampaikan di empat debat presidensial dalam kampanye terbuka. Selain itu, kinerja tim sukses yang terdiri dari para calon legislatif partai pendukung dan sukarelawan juga perlu dimaksimalkan dalam kampanye dari pintu ke pintu.
Berdasarkan hasil survei CSIS, Maret 2019, terdapat 39,3 persen masyarakat yang tidak pernah menyaksikan debat presidensial yang disiarkan di stasiun televisi. Menurut dia, program kerja dan gagasan yang telah disampaikan kedua kandidat pemilihan presiden di agenda debat tidak akan cukup ampuh untuk menarik minat para pimilh yang belum menentukan pilihan.
“Di dua pekan terakhir masa kampanye, kegiatan door-to-door ke rumah warga harus ditingkatkan untuk menyosialisasikan dan menjelaskan secara rinci program yang telah disampaikan capres-cawapres. Bantuan dari mesin politik, caleg dan sukarelawan, akan menentukan untuk memenangkan pemilihan,” ujar Noory.
Program dikampanyekan
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menyatakan, seluruh kader Partai Gerindra dan sukarelawan bersama-sama mengampanyekan program kerja Prabowo-Sandi ke masyarakat di daerah. Pertemuan secara langsung masyarakat di tempat umum, seperti pasar, hingga kunjungan rumah ke rumah dilakukan seluruh mesin politik untuk mengampanyekan program kerja kandidat pilpres nomor urut 02 itu.
Khusus Partai Gerindra, tambahnya, seluruh caleg menggunakan lima hari dalam sepekan untuk bertemu konstituen, terutama untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang gagasan Prabowo-Sandi untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa di empat debat yang telah berlangsung. Menurut Andre, cara kampanye dari pintu ke pintu telah berhasil meningkatkan elektabilitas Prabowo-Sandi secara signifikan.