Ketika Imigrasi Menghampiri Warga
Kantor Imigrasi Kelas II Cirebon ”keluar” dari cara kerja biasa dan memilih jalan inovasi. Pelayanan keimigrasian tidak hanya dilakukan di kantor, tetapi juga hadir di perdesaan. Prinsipnya: kalau bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit!
Puluhan warga berkumpul di Kantor Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (11/3/2019) pagi. Mereka tidak sedang mengurus kartu tanda penduduk elektronik atau kartu keluarga, tetapi tengah menanti giliran membuat paspor.
Selain dari Indramayu, warga juga datang dari Kecamatan Sindang dan Pasekan. Setelah mengambil nomor antrean, warga menanti panggilan untuk pengecekan berkas dokumen kependudukan. Jika persyaratan berkas telah lengkap, petugas akan merekam data, memindai jari, dan memotret pemohon paspor. Petugas menyiapkan dua alat perekaman.
Kuota pemohon telah penuh, tetapi seorang aparat kecamatan berusaha melobi petugas imigrasi agar melayani pembuatan paspor pejabat setempat. ”Punten (maaf), Pak. Kalau itu, bikin di kantor imigrasi saja langsung,” ucap si petugas, menolak halus.
Selanjutnya, pemohon tinggal membayar melalui BRI mobile yang parkir di halaman kantor kecamatan. Biaya paspor 24 halaman sejumlah Rp 155.000 dan Rp 355.000 untuk paspor 48 halaman. Waktu penyelesaian paspor tiga hari kerja setelah pembayaran.
PT Pos Indonesia (Persero) akan mengirimkan paspor ke rumah pemohon. Itu sebabnya, mobil pos juga terparkir di halaman kecamatan. ”Kami akan mengantarkan kepada warga paling lambat sehari setelah menerima paspor dari imigrasi. Biayanya hanya Rp 30.000 untuk semua daerah,” ujar Kepala Kantor Pos Indonesia Cirebon Ade Ahadiat.
”Pengurusannya cepat. Sampai pembayaran, waktunya kurang dari setengah jam,” ucap Siti Patinah (64), warga Kelurahan Karanganyar, Indramayu, yang mengurus paspor. Ia bahkan diganjar hadiah karena datang paling awal.
Patinah bersama puluhan warga lain tengah memanfaatkan program imigrasi masuk desa yang digagas Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas II Cirebon. Pelayanan itu tidak hanya berlangsung di Kantor Kecamatan Indramayu, tetapi juga di 18 titik di 31 kecamatan di Indramayu hingga akhir April.
Pelayanan tersebut juga dibuka di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Petugas akan singgah kantor kecamatan yang telah ditentukan. Warga desa atau kelurahan dapat mengakses program itu.
”Ini sangat membantu. Kami tidak perlu jauh-jauh ke Cirebon untuk mengurus paspor,” ungkap Patinah yang ingin mencetak paspor wisata. Ia menerima informasi tentang program itu dari media dan grup Whatsapp.
Sebelum ada layanan itu, warga Indramayu harus menempuh puluhan kilometer untuk memperoleh paspor. Jarak pusat pemerintahan Indramayu dengan Kanim Kelas II Cirebon sekitar 53 kilometer. Di wilayah Indramayu bagian barat, jaraknya mencapai 90 kilometer.
Antusias
Program imigrasi masuk desa pun disambut antusias warga. Kuota 40 pemohon pembuatan paspor ludes hanya dalam hitungan menit saat pelayanan dibuka pukul 09.00. Tidak sedikit warga yang pulang karena tidak kebagian nomor antrean.
”Kami berterima kasih atas inovasi ini,” ujar Bupati Indramayu Supendi. Ia bahkan menyiapkan lahan jika pemerintah mau membangun kantor imigrasi di daerah seluas 2.040 kilometer persegi itu.
Supendi berharap, kuota untuk pengurusan paspor masuk desa bisa ditambah. Apalagi, kabupaten dengan lahan baku mencapai lebih dari 114.000 hektar—terluas di Indonesia—itu merupakan kantong pekerja migran Indonesia (PMI). Tahun lalu, lebih dari 22.000 PMI asal Indramayu mengadu nasib di negeri orang.
Berdasarkan data Kanim Kelas II Cirebon, pada 2018 ada permohonan 71.329 paspor. Padahal, tahun sebelumnya, jumlah pembuatan paspor yang dilayani di bawah angka 70.000. Dari jumlah itu, 21.511 paspor dicetak untuk PMI.
Indramayu dan Cirebon menjadi daerah dengan permintaan paspor terbanyak. Sebenarnya, terdapat layanan terpadu satu atap di Indramayu khusus pembuatan paspor PMI. ”Namun, ini belum optimal. Program imigrasi masuk desa ini mendekatkan layanan paspor kepada warga,” ucap Supendi.
Pertama
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jabar Liberti Sitinjak mengatakan, program yang digagas Kanim Kelas II Cirebon merupakan yang pertama di Indonesia. ”Ini membuktikan, layanan publik itu tidak lagi seperti cara pandang lama, kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah?” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan memberikan data akurat pemohon paspor. Sebab, persoalan data, seperti KTP elektronik, dapat berbuntut panjang. ”Imigrasi kerap disalahkan. Padahal, itu bukan domain kami. Yang dibutuhkan integritas. Tanpa itu, program ini akan jadi blunder pada kemudian hari,” ujarnya.
Menurut dia, sepanjang pemda mau diajak kerja sama, imigrasi akan menjemput bola. Pemda, misalnya, dapat menyediakan ruangan sementara bagi layanan keimigrasian.
Program imigrasi masuk desa hanya salah satu dari tujuh program unggulan Kanim Kelas II Cirebon. Inovasi lain adalah layanan Sabtu dan Minggu pukul 08.00-12.00 untuk pengambilan paspor. Bahkan, pemohon tidak lagi harus turun dari kendaraan untuk memperoleh paspor atau dikenal dengan drive thru.
Pelayanan akhir pekan juga untuk kondisi darurat, yakni jika pemohon paspor ingin dirujuk ke rumah sakit luar negeri atau pelaporan bagi warga negara asing yang diduga melanggar peraturan. Warga dapat menghubungi nomor kontak 082311733722.
Warga juga tak lagi harus datang pagi-pagi buta dan harap-harap cemas mendapatkan nomor antrean. Sebab, pendaftaran dapat dilakukan melalui aplikasi layanan antrean paspor dan Whatsapp.
Di sejumlah sudut kantor, terpampang larangan pungutan liar, jumlah biaya pembuatan paspor, hingga serapan anggaran. Ruangan bermain anak, loket paspor khusus difabel, hingga kopi dan teh gratis disediakan petugas. Aneka inovasi itu berbuah penghargaan sebagai Kantor Imigrasi Terbaik dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pada 2017.
Tahun selanjutnya, Kanim Kelas II Cirebon meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Tahun ini, kantor itu mengejar predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas, dan Pengawasan Kemenpan dan RB Muhammad Yusuf Ateh mengapresiasi capaian Kanim Kelas II Cirebon. Sebab, bukan perkara mudah bagi instansi meraih WBK.
Kepala Kanim Kelas II Cirebon Tito Andrianto mengatakan, selain memanfaatkan teknologi informasi, dukungan anggaran juga dibutuhkan untuk berinovasi. ”Pengambilan paspor akhir pekan, misalnya, petugas mendapatkan uang lembur. Kami terus berupaya melakukan inovasi dalam pelayanan publik,” ujarnya.