JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Aceh (nonaktif) periode 2017-2022 Irwandi Yusuf bersikukuh dirinya tidak terlibat dalam korupsi proyek pembangunan Dana Otonomi Khusus Aceh 2018 di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Ia berharap agar majelis hakim berkenan untuk mengembalikannya ke Aceh.
Permohonan ini disampaikan Irwandi dalam sidang lanjutan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/4/2019) malam.
Pada sidang yang dipimpin Hakim Saifudin Zuhri ini, Irwandi menyampaikan pembelaannya. Irwandi mengklaim dirinya berperan penting dalam menciptakan perdamaian di Aceh.
”Kehadiran saya di Gerakan Aceh Merdeka telah menyelamatkan banyak nyawa. Saya mengajari mereka tentang hukum militer, bersamaan juga dengan aparat keamanan,” kata Irwandi.
Ia membantah bahwa dirinya menerima uang suap dari Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Uang itu disebut-sebut diberikan Irwandi agar mengarahkan Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Provinsi Aceh supaya menyetujui proyek pembangunan Dana Otonomi Khusus Aceh 2018 di Kabupaten Bener Meriah.
Irwandi juga membantah telah menerima gratifikasi senilai Rp 41,17 miliar. Uang itu diterima Irwandi selama menjabat sebagai gubernur Aceh pada kurun waktu tahun 2007 hingga 2012.
Pada agenda sidang sebelumnya, Irwandi dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak politik Irwandi selama lima tahun. Tak hanya itu, ia juga dituntut hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp 6 miliar dan 462.795 dollar Amerika Serikat.
Dikembalikan ke Aceh
Menurut Irwandi, tidak ada fakta persidangan yang menyatakan dirinya terbukti bersalah. Ia menilai tuntutan jaksa tidak sesuai dengan hasil persidangan. Dia pun memohon kebijaksanaan majelis hakim dalam menentukan putusan hukum kepadanya.
”Fakta-fakta persidangan yang luput dari perhatian jaksa, menurut saya, jaksa dalam tuntutannya terlalu banyak berpedoman pada surat dakwaan dan melupakan fakta persidangan,” katanya.
Irwandi turut memohon agar hakim mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya, ia masih memiliki tanggungan keluarga di Aceh. ”Saya ingin pulang ke Aceh. Ibu saya sudah tua dan anak saya masih kecil-kecil dua orang,” ujarnya.
Jaksa menilai, perbuatan Irwandi melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, ia juga dinilai melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Menanggapi nota pembelaan Irwandi, Jaksa KPK Muhamad Asri menyampaikan, pihaknya tetap pada materi tuntutan. Sementara itu, Hakim Saifuddin memutuskan akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan putusan.