Saat Anak Muda Melawan Federer

Roger Federer bersiapan melakukan servis saat melawan Denis Shapovalov pada babak semifinal turnamen ATP Masters 1000 Miami di Miami Gardens, Florida, AS, Sabtu (30/3/2019) waktu Indonesia.
”Petenis yang akan menjadi lawan ayah belum lahir ketika ayah mulai bermain di turnamen profesional”.
Kalimat itu diucapkan Roger Federer kepada putrinya sebelum berhadapan dengan Denis Shapovalov pada semifinal ATP Masters 1000 Miami, Florida, AS, Jumat (29/3/2019) malam waktu setempat atau Sabtu pagi waktu Indonesia.
Entah dengan anaknya yang mana—Federer memiliki putri kembar, Myla dan Charlene—percakapan itu berlangsung. Yang pasti, putrinya yang berusia 9 tahun mencoba memahami perkataan tersebut. Setelah beberapa saat, sang putri pun sadar, ”Wow, dia masih muda, ya!”
”Ya, ayah sudah tua,” kata Federer.
Beberapa jam setelah percakapan itu, Federer memenangi laga melawan Shapovalov, 6-2, 6-4, untuk melawan juara bertahan John Isner di final, Minggu. Kemenangan atas Shapovalov melahirkan rekor baru pada turnamen ATP Masters 1000, level tertinggi dalam struktur turnamen Asosiasi Tenis Profesional (ATP).
Federer menjadi petenis pertama yang tampil sebanyak 50 kali di final, melampaui 49 final yang dibuat Rafael Nadal. Dari 49 final sebelumnya, Federer mendapat 27 gelar juara.
Statistik itu memperlihatkan rentang generasi antara Federer, yang telah berusia 37 tahun, dan Shapovalov (19).
Federer mulai bersaing di arena tenis profesional pada 1998 sebelum Shapovalov lahir pada 15 April 1999. Perjalanan dalam ATP Masters 1000 dimulai di Miami 1999 dan final pertama didapat di tempat yang sama, tiga tahun kemudian. Total, telah 134 turnamen ATP Masters 1000 yang diikuti Federer.

Denis Shapovalov berusaha mengembalikan bola saat melawan Roger Federer pada semifinal turnamen tenis ATP Masters 1000 Miami di Miami Gardens, Florida, AS, Sabtu (30/3/2019) waktu Indonesia.
Sementara pengalaman Shapovalov dalam turnamen yang diselenggarakan ATP sejak 1970 itu dimulai di Toronto, Kanada, pada 2016. Dia baru mengikuti 15 turnamen Masters, termasuk di Miami 2019.
Meski termasuk ”anak bawang”, petenis berperingkat ke-23 dunia itu telah tiga kali lolos hingga semifinal. Selain di Miami, melawan Federer, pengalaman lain didapat ketika dia tampil di Toronto 2017 dan Madrid (Spanyol) 2018.
Meski kalah hanya dalam waktu 1 jam 12 menit, laga itu sangat berarti bagi Shapovalov yang menanti laga melawan Federer sejak kecil. Shapovalov mendapat banyak pelajaran dari pertemuan pertama dengan idolanya itu.
”Ini benar-benar terjadi. Saya berada pada ajang besar melawan dia. Saya berusaha untuk tidak berpikir bahwa Federer ada di seberang net, saya berusaha bermain sebaik mungkin,” kata Shapovalov.
Namun, Federer tampil terlalu sempurna untuk diimbangi Shapovalov yang baru dua tahun tampil dalam ketatnya kompetisi di arena profesional. Dia hanya membuat delapan unforced error, hampir seperempat dari kesalahan yang dilakukan Shapovalov, yaitu 29.
Servis dan forehand keras, backhand satu tangan dengan tangan kiri, serta permainan reli yang dikembangkan Shapovalov mampu dijawab Federer dengan kematangan permainannya. Bahkan, saat Federer tak berada dalam posisi terbaik untuk mengembalikan pukulan Shapovalov, dia bisa memukul bola yang justru lebih sulit dikembalikan.
Pelajaran penting bagi saya adalah percaya pada kemampuan sendiri dan jangan pernah menyerah. Kita selalu bisa menemukan kemampuan terbaik saat menggalinya lebih dalam.
Posisi berdiri yang tak sempurna untuk menerima servis Shapovalov, pada satu momen di set kedua, membuatnya harus sedikit berjongkok untuk mengembalikan bola. Pantulan bola yang tepat mengarah ke badan setinggi pinggang dikembalikan dengan posisi raket tegak lurus. Kepala raket berada di depan wajahnya.
Dengan hanya menyentuhkan raket pada bola, bola pun melaju dengan lambat ke lapangan lawan dan jatuh di dekat net. Shapovalov yang bersiap di baseline berlari untuk mengejar, tetapi bola jatuh di luar lapangan saat dia kembalikan ke area lapangan Federer.
”Refleks yang luar biasa,” ujar komentator pertandingan melalui siaran langsung melalui www.tennistv.com.
Statistik yang mengukur kemampuan petenis unggulan, yang dibuat panitia turnamen Australia Terbuka, Januari, memperlihatkan keunggulan teknik, taktik, dan mental Federer untuk menutupi kelemahan faktor fisik, terutama kecepatan kakinya.
Hanya mendapat poin 21, dari total 100 angka, untuk setiap kategori, Federer hanya mendapat nilai 21 untuk kecepatan kaki, salah satu indikator fisik. Namun, dia memiliki nilai hampir sempurna, 99, untuk kecerdikan dan insting membunuh untuk menghilangkan efek negatif karena faktor usia.
”Saya harus bermain dengan baik karena jika membiarkan Denis bermain dalam ritmenya, dia akan membuat saya tidak nyaman,” kata Federer dalam laman resmi ATP.
Shapovalov pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala setiap kali Federer membuat winner dengan berbagai trik. ”Saat ini saya tak bisa mengimbangi level permainannya. Namun, saya harus tetap maju dan belajar dari pertandingan tadi,” katanya.
Optimisme juga dikatakan anak muda Kanada lainnya, Felix Auger-Aliassime (18 tahun), yang dikalahkan Isner, 6-7 (3), 6-7 (4). ”Pelajaran penting bagi saya adalah percaya pada kemampuan sendiri dan jangan pernah menyerah. Kita selalu bisa menemukan kemampuan terbaik saat menggalinya lebih dalam,” kata petenis termuda yang tampil di Miami Masters itu. (Reuters)