Kekurangan Kualitas Pertahanan Tak Pantas Ditertawakan
Oleh
YOLA SASTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto marah ketika penonton tertawa saat dia mengulas tentang pertahanan Indonesia yang dinilainya masih rapuh dan lemah. Menurut Prabowo, kekurangan dari pertahanan Indonesia tidak pantas ditertawakan.
“Kenapa kalian ketawa? Pertahanan Indonesia rapuh, kalian ketawa? Lucu ya? Kok lucu?” kata Prabowo dalam debat terkait hubungan internasional yang digelar KPU di Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Dalam kesempatan itu moderator menanyakan kepada kedua capres tentang keunggulan bangsa Indonesia yang akan ditawarkan dalam diplomasi internasional dan bagaimana strategi mewujudkannya.
Prabowo mengatakan, pertahanan yang kuat menjadi modal bagi suatu negara dalam berdiplomasi. Sebab, ujung dari diplomasi tidak terlepas dari upaya mempertahankan kepentingan inti nasional. Diplomasi tidak cukup dengan hanya menjadi mediator, meskipun itu penting.
Menurut Prabowo, Indonesia akan kesulitan dalam berdiplomasi dengan negara lain jika pertahanan lemah. Diplomat negara lain akan memandang remeh karena mereka juga menghitung kekuatan pertahanan suatu negara.
“Jadi, saya berpendapat, kita tidak bisa mempertahankan core national interest kita. Kalau ada negara asing kirim pasukan ke salah satu wilayah kita, kita berada pada posisi yang lemah. Jadi saya mohon ini menjadi perhatian. Silakan ketawa kalau negara kita lemah,” ujar Prabowo.
Kekuatan
Dalam kesempatan itu, Calon Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo mengatakan, fakta bahwa Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang toleran menjadi modal ketika berdiplomasi. Dalam forum-forum internasional, Jokowi selalu menyampaikan hal itu.
“Kita sekarang banyak diberi kepercayaan untuk menyelesaikan banyak hal yang berkaitan dengan konflik dan perang di negara-negara lain,” kata Jokowi.
Jokowi pun memberikan contoh. Indonesia diberikan kepercayaan oleh PBB dalam menengahi proses kembalinya para pengungsi Rohingya ke Rakhine State, Myanmar. Sementara itu, di Afghanistan, Indonesia dipercaya untuk mendamaikan faksi-faksi yang berkonflik di sana.
Meskipun demikian, kata Jokowi, kepentingan nasional, perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, serta jalinan perdagangan dan investasi dengan negara lain tetap menjadi prioritas.
Menurut Jokowi, dalam jalinan perdagangan dan investasi dengan negara lain, seperti Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia memiliki kemajuan signifikan. Itu tidak terlepas dari peran diplomat-diplomat andal yang dimiliki Indonesia.