Simpanan Berjangka Valas Korporasi Tumbuh Signifikan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bank Indonesia mencatat dana pihak ketiga tumbuh 5,8 persen secara tahunan pada Februari 2019. Salah satu penyumbang pertumbuhan terbesar adalah simpanan berjangka valuta asing korporasi yang tumbuh secara signifikan.
Dalam Analisis Perkembangan Uang Beredar (M2) pada Februari 2019, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,8 persen secara tahunan atau sebesar Rp 5.401,9 triliun. Secara keseluruhan, kondisi ini turut menopang uang beredar tumbuh 6 persen secara tahunan atau sebesar Rp 5.671,2 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan, pertumbuhan DPK terutama terjadi pada simpanan berjangka nasabah perseorangan dan korporasi sebesar 7,9 persen secara tahunan pada Februari 2019. Pada Januari 2019, simpanan berjangka tumbuh sebesar 5,5 persen secara tahunan.
“Pertumbuhan simpanan berjangka secara signifikan terjadi pada simpanan berjangka valuta asing,” kata Onny dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Suku bunga simpanan berjangka valas tercatat naik menjadi 2,27 persen pada Februari 2019 dari 2,23 persen pada Januari 2019.
Menurut Onny, kenaikan suku bunga simpanan berjangka valuta asing atau valas menjadi salah satu penyebab simpanan berjangka valas perseorangan dan korporasi tumbuh pesat. Suku bunga simpanan berjangka valas tercatat naik menjadi 2,27 persen pada Februari 2019 dari 2,23 persen pada Januari 2019.
Selain itu, kondisi tersebut juga ditopang oleh arus modal asing yang masuk. BI mencatat, aliran modal asing masuk mendekati Rp 90 triliun sejak awal tahun hingga 22 Maret 2019.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai, pertumbuhan simpanan berjangka valas dibarengi dengan perlambatan pertumbuhan giro dan tabungan. Hal ini menunjukkan terjadi peralihan dari tabungan ke simpanan berjangka.
pertumbuhan simpanan berjangka valas dibarengi dengan perlambatan pertumbuhan giro dan tabungan. Hal ini menunjukkan terjadi peralihan dari tabungan ke simpanan berjangka.
BI menyebutkan, giro tumbuh melambat dari 1,9 persen secara tahunan pada Januari 2019 menjadi 1,2 persen secara tahunan pada Februari 2019. Sementara tabungan tumbuh melambat dari 6,8 persen secara tahunan pada Januari 2019 menjadi 6,1 persen secara tahunan pada Februari 2019.
“Memang ada kekhawatiran mengenai stabilitas nilai tukar rupiah, tetapi tidak terlalu besar. Sebab, kondisi nilai tukar rupiah cenderung stabil bahkan menguat dari bulan Januari. Peralihan (shifting) ke simpanan berjangka valas terjadi lebih karena peningkatan suku bunga,” kata Josua.
Dari perspektif perbankan, tuturnya, peningkatan suku bunga simpanan berjangka berdenominasi valas turut didorong oleh kondisi likuiditas valas yang relatif ketat. Menurut Josua, rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) valas saat ini berkisar 97-98 persen.
Kredit tetap tumbuh
Onny melanjutkan, selain DPK, BI mencatat kredit perbankan tumbuh 12 persen secara tahunan pada Februari 2019 atau sebesar Rp 5.254,7 triliun. Kredit dapat bertumbuh hingga dua digit di tengah tantangan likuiditas yang menjadi momok bagi sejumlah bank.
Masih merujuk Analisis Perkembangan Uang Beredar (M2) pada Februari 2019, penyaluran kredit diberikan terutama pada golongan debitur korporasi yang memiliki pangsa 50 persen dari total penyaluran kredit. Kredit korporasi tumbuh 15,8 persen secara tahunan.
“Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi tumbuh 13,4 persen secara tahunan pada Februari 2019. Pertumbuhan terutama terjadi pada sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA), pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan,” ujar Onny.
Kondisi yang berlawanan terjadi pada debitur perseorangan yang tumbuh melambat 8,9 persen secara tahunan. Adapun debitur perseorangan memiliki pangsa pasar 46,1 persen.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo secara terpisah menyampaikan, BI akan meluncurkan kebijakan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) pada 1 Juli 2019 untuk mendorong penyaluran kredit. Batas atas dan batas bawah RIM dinaikkan dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen.
“Tentunya, realisasi kebijakan itu akan membuka ruang bagi perbankan agar bisa ekspansi pinjaman. Bank yang dapat menerapkannya adalah bank dengan rasio kredit bermasalah (NPL) yang terjaga dan modal yang kuat,” tutur Dody.