Permenristekdikti Dinilai Ambil Alih Kewenangan Organisasi Advokat
Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Advokat Bersama mengaku terkejut dengan keluarnya Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenrisetdikti) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Diploma Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS-Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Advokat Bersama mengaku terkejut dengan keluarnya Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenrisetdikti) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Diploma Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).
Peraturan menteri yang keluar sepekan lalu itu dinilai telah mengambil alih kewenangan advokat. Selain itu, Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Advokat Bersama (Peradi RBA) juga menilai peraturan menteri itu telah memunculkan jalur ganda sistem pendidikan untuk menjadi advokat karena selama ini pendidikan tersebut sudah dilaksanakan oleh organisasi advokat bersama perguruan tinggi (PT).
“Peradi RBA terkejut karena tiba-tiba Permenrisetdikti keluar. Padahal itu menyangkut hal yang sangat mendasar dari profesi dan organisasi advokat. Dan kami tidak diajak berbicara (terkait peraturan menteri itu),” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Peradi RBA Luhut MP Pangaribuan kepada pers jelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi RBA di Batu, Jawa Timur, Jumat (29/3/2019).
Peraturan Menteri itu menjadi salah satu bahan pembahasan dalam Rakernas yang berlangsung hingga Sabtu (30/3), selain program kerja Peradi RBA ke depan. Rakernas bertema “Organisasi Advokat Sebagai Independent Auxiliary State Organ, Tanangan dan Harapan Menuju Satu Kode Etik dan Satu Dewan Kehormatan” itu diikuti 200 orang, termasuk peninjau dari 33 dewan pimpinan cabang dan 3 dewan pimpinan daerah di seluruh Indonesia.
Sebelum muncul Permenrisetdikti, Luhut menjelaskan ada serangkaian tahapan yang harus dilalui calon advokat setelah mereka menyandang gelar sarjana hukum. Tahapan yang harus dilalui ialah pendidikan PKPA, ujian profesi, dan magang selama dua tahun sebelum akhirnya disumpah di Pengadilan Negeri. Berdasarkan Undang-undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 semua ini menjadi kewenangan organisasi advokat.
Namun beberapa waktu lalu muncul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh organisasi advokat harus kerjasama dengan PT yang terkreditasi. “Nah, tiba-tiba kemarin muncul peraturan menteri. Jadi PKPA diambilalih oleh PT dalam bentuk Program Diploma (Prodi). Padahal, setelah putusan MK keluar, organisasi advokat telah melaksanakan PKPA bersama PT,” ucapnya.
Menurut Luhut keberadaan Prodi PKPA di satu pihak ini memang memberikan pilihan kepada masyarakat yang ingin menjadi advokat. Namun di sisi lain hal ini menimbulkan kesan ketidakpastian dan dianggap telah mengambil alih wewenang dari organisasi yang telah ada. Iapun menilai Prodi PKPA membuat waktu pendidikan lebih panjang dan biaya pendidikan yang semakin tinggi.
“Sikap Peradi RBA menghormati peraturan menteri yang portofolio tugasnya memang di bidang pendidikan. Organisasi advokat tidak boleh menutup diri terhadap uluran tangan untuk menjadikan PKPA lebih baik,” kata Luhut yang telah meminta jajarannya untuk tidak bersikap emosional dengan langsung mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung. Sebaliknya, menurut Luhut pihaknya akan menempuh cara dialogis dulu.
Selain membahas soal permenrisetdikti dan program kerja ke depan, dalam rakesnas ini Peradi RBA juga akan meluncurkan buku panduan melaksanakan probono. Probono memiliki posisi lebih tinggi dari sekedar memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Probono, lanjut Luhut lebih ke ajaran bahwa seorang advokat harus senantiasa menolong orang.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Kota Malang Amran Lakoni, yang hadir, dalam sambutannya, berharap rakernas kali ini sukses dan menghasilkan sesuatu.