Indikasi pengoplosan minyak hasil tambang ilegal dan bahkan dipasok ke stasiun bahan bakar umum perlu diusut tuntas.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Hasil minyak dari aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, terindikasi dipasok ke sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Kota Jambi dan sekitarnya. Hasil tambang liar tersebut juga memicu pertumbuhan usaha jual beli bahan bakar minyak eceran.
Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan dan Tak Terbarukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jambi Zulfahmi mendapati praktik pengoplosan minyak ilegal dan BBM produksi Pertamina di tepi-tepi jalan. Minyak hasil pengoplosan selanjutnya dikirim ke SPBU. BBM yang diketahui rawan dioplos antara lain solar, premium, dan pertalite.
”Sudah ada pelaku yang ditangkap dari aktivitas pengoplosan ini,” kata Zulfahmi, Kamis (28/3/2019).
Selain ke SPBU, menurut dia, minyak hasil tambang ilegal dari wilayah Bajubang juga didistribusikan ke stasiun mini dan usaha eceran ilegal. Ia pun melihat terjadi pertumbuhan pesat jumlah usaha liar itu dalam setahun terakhir. Sayangnya, hingga kini usaha-usaha itu belum pernah ditertibkan.
Jangan sampai konsumen semakin dirugikan.
Zulfahmi mendorong agar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jambi serta Pertamina segera terjun mengecek kualitas BBM di setiap SPBU. ”Jangan sampai konsumen semakin dirugikan. Penggunaan bahan bakar oplosan bisa mempercepat kerusakan pada mesin kendaraan,” ujarnya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jambi Ibnu Kholdun mendorong agar aparat penegak hukum segera menertibkan aktivitas tambang ilegal dan usaha-usaha pemasakan minyak mentah liar serta praktik pengoplosan minyak ilegal itu.
Tumpang tindih
Menurut Zulfahmi, besarnya potensi minyak bumi dan gas di Jambi menarik minat warga terjun pada sektor pertambangan. Sayangnya, selain tidak berizin, aktivitas tambang itu juga tumpang tindih dengan Wilayah Kerja Pertambangan PT Pertamina (Persero).
Lokasi tambang ilegal itu terletak di Desa Pompa Air dan Bungku, Bajubang. Aktivitas liar tambang rakyat bahkan merambah Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifuddin dan terus meluas di wilayah penyangga tahura. Jumlah pengeboran aktif lebih dari 1.500 sumur.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa sumur-sumur tua yang dibuka sebelum tahun 1970 dan tidak lagi beroperasi dapat dikelola masyarakat. Syaratnya, masyarakat membentuk badan usaha dan hasil tambang minyak wajib dijual kepada Pertamina. Saat ini, ada 76 sumur tua yang belum dikelola.
Kepala Desa Pompa Air Indra mengaku telah mengajukan permohonan wilayah pertambangan rakyat kepada Bupati Batanghari. Akan tetapi, usulan itu belum disetujui hingga kini.
Seperti diketahui, aktivitas tambang minyak ilegal di Bajubang berlangsung nyaris tanpa penindakan dari aparat penegak hukum. Bahkan, diindikasikan sejumlah oknum aparat bermain. Akibatnya, tambang ilegal beromzet miliaran rupiah itu leluasa beroperasi.
Dalam sehari diperkirakan 1.400 truk dan pikap mengangkut hasil tambang liar dari Desa Pompa Air dan Bungku. Lebih dari 8.000 pekerja terlibat sebagai pengebor, petambang, ataupun pengumpul minyak limbah sisa tambang dengan penghasilan beragam mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 3 juta per hari. Sementara itu, besaran pungutan liar yang mengucur dari kendaraan angkut lebih dari Rp 100 juta per hari. Besarnya uang yang mengalir sebagai memicu aktivitas tambang liar di sana.