Tidak Efektif, Program Tol Laut di Tanimbar Dievaluasi
Kementerian Perhubungan akhirnya mengevaluasi program tol laut di Kabupaten Kepulauan, Tanimbar, Maluku, yang dianggap tidak efektif memangkas harga barang yang tinggi.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kementerian Perhubungan akhirnya mengevaluasi program tol laut di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, yang dianggap tidak efektif memangkas harga barang yang tinggi. Persoalan utama yakni pada pengawasan dan distribusi barang dari pelabuhan ke konsumen. Perlu komitmen sejumlah pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk menyukseskan program unggulan pemerintah pusat yang mulai bergulir sejak 2016 itu.
Rapat yang membahas masalah tol laut itu dipimpin langsung Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Rabu (27/3/2019).
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Wisnu Handoko, kepada Kompas, Kamis (28/3), mengatakan, salah satu hasil rapat itu adalah meminta agar barang yang diangkut tol laut diberi label khusus. Lewat label itu, pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat dapat melakukan pengawasan secara langsung.
”Pemda dan pelaku usaha memberikan pelabelan pada barang tersebut sebelum didistribusikan,” tulis Wisnu dalam keterangannya.
Diberitakan sebelumnya, implementasi tol laut sejak 2016 di daerah itu belum efektif menurunkan harga barang. Meski diberikan subsidi angkutan logistik pada tol laut, ketiadaan regulasi yang ketat membuat praktik monopoli dalam distribusi barang tak terbendung sehingga harga barang tetap tinggi.
Berdasarkan pantauan, harga beras kualitas medium, misalnya, mencapai Rp 15.000 per kilogram. Harga tersebut malah naik dari sebelum ada tol laut. Hal serupa terjadi pada semen yang dijual Rp 75.000 per zak, tidak berubah dibandingkan dengan saat belum diberlakukan tol laut. Selama ini, warga tidak dapat mengenali barang yang diangkut tol laut (Kompas, 22/3/2019).
Wisnu menuturkan, penyebab lain dari tingginya harga barang di daerah itu adalah biaya-biaya yang timbul di pelabuhan, seperti biaya bongkar-muat. Kegiatan bongkar-muat juga hanya berlangsung hingga pukul 17.00 WIT sehingga biaya berlabuh kapal tinggi. Bongkar muat berjalan lambat lantaran di Pelabuhan Saumlaki tidak ada crane (alat derek) di dermaga.
Ke depan, kata Wisnu, juga perlu diperkuat konektivitas moda transportasi darat dan transporasi laut dari Saumlaki ke pulau-pulau terdekat untuk memperlancar distribusi barang. Dengan demikian, efek tol laut tidak hanya terasa di Saumlaki. ”Konektivitas moda darat dan kapal pelayaran rakyat yang lebih kecil ukurannya sebagai armada semut,” katanya.
Ia menuturkan, selama tahun 2018, kapal tol laut telah membawa 10.600 ton barang kebutuhan pokok dan barang penting dari Surabaya ke Saumlaki. Ia juga berharap agar masyarakat dapat memanfaatkan tol laut untuk mengirim hasil pertanian dan hasil laut untuk dipasarkan di Pulau Jawa. Pengiriman hasil bumi tersebut diberikan subsidi.
Guru besar transportasi maritim Universitas Pattimura, Ambon, Markus Tukan mengatakan, tol laut merupakan jawaban atas persoalan tingkat kemahalan yang tinggi di kawasan timur Indonesia, termasuk Maluku. Pelaku usaha mendapatkan subsidi angkutan hingga 50 persen dari tarif normal. Oleh karena itu, perlu penyesuaian harga agar efek tol laut dirasakan masyarakat.
”Lewat pelabelan itu, otomatis akan ada perbedaan antara harga barang yang diangkut menggunakan kapal tol laut dan kapal komersial. Pengawasan di daerah sangat penting dan menjadi kunci utama sukses tol laut. Masalah utama sekarang adalah harga barang,” kata Markus, yang juga hadir dalam pertemuan di Saumlaki tersebut.
Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon, yang diwawancara secara terpisah di Ambon, mengatakan, dirinya menyadari perihal adanya monopoli pengusaha tertentu dalam perdagangan barang-barang di daerah itu. Namun, dia tidak menjelaskan alasan pemerintah daerah tidak merespons hal itu.
Ia hanya berjanji akan mengambil langkah sesuai hasil rapat bersama menteri. Pada saat rapat, Petrus tengah berada di Ambon untuk urusan dinas.