Kepala Dinas dan Anggota DPRD Lampung Nonaktif Divonis Empat Tahun Penjara
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan Anjar Asmara dan anggota DPRD Lampung nonaktif, Agus Bhakti Nugroho, divonis hukuman empat tahun penjara. Hukuman tersebut mempertimbangkan status kedua terdakwa sebagai justice collaborator karena bekerja sama dalam membongkar tindak pidananya.
Oleh
Vina Oktavia
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan Anjar Asmara dan anggota DPRD Lampung nonaktif, Agus Bhakti Nugroho, divonis hukuman empat tahun penjara. Hukuman tersebut mempertimbangkan status kedua terdakwa sebagai justice collaborator karena bekerja sama dalam membongkar tindak pidananya.
Vonis terhadap kedua terdakwa dibacakan secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Provinsi Lampung, Kamis (28/3/2019), di Bandar Lampung. Sidang yang berlangsung selama sekitar 4 jam itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Mansur.
Hakim menilai Anjar dan Agus terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Mereka melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Selain hukuman 4 tahun penjara, terdakwa Anjar juga dikenai denda Rp 200 juga subsider 3 bulan kurungan. Adapun terdakwa Agus dikenai denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa menyatakan menerimanya. "Ya, saya terima, Yang Mulia," ucap Anjar di hadapan majelis hakim.
Selama persidangan, Anjar dan Agus yang mengenakan batik lebih banya menunduk. Keluarga dan kerabat dekat kedua terdakwa turut menyaksikan sidang.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan jaksa KPK yang menetapkan Anjar dan Agus sebagai justice collaborator. Hakim menilai, kedua terdakwa kooperatif dan konsisten dalam memberikan keterangan di persidangan. Mereka dinilai bukan pelaku utama dalam perkara korupsi tersebut.
Selain itu, Anjar dan Agus juga bersedia membeberkan keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi di Lampung Selatan. Dalam kasus tersebut, Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan juga ditetapkan sebagai terdakwa. Karena alasan yang meringankan itulah, hakim menjatuhkan hukuman minimal pada kedua terdakwa.
Meski begitu, hakim juga menyebutkan hal-hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah gencar memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan korupsi juga dinilai menciderai tatanan pemerintahan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan jaksa KPK yang menetapkan Anjar dan Agus sebagai justice collaborator
Kasus korupsi di Dinas PUPR Lampung Selatan terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati non-aktif Lampung Selatan Zainudin Hasan pada Juli 2018. Dalam OTT tersebut, Anjar, Agus, serta pengusaha bernama Gilang Ramadhan ikut ditangkap KPK. Saat itu, KPK menyita uang Rp 200 juta.
Agus merupakan orang kepercayaan Zainudin. Dia bertugas mengatur fee dari sejumlah rekanan yang mendapat proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Selama 2016-2018, Agus menjadi perantara Zainudin dalam menerima fee proyek tersebut. Jumlah fee yang diterima Zainudin melalui Agus sebanyak Rp 72,7 miliar.
Tak hanya itu, Agus juga membantu Zainudin membelanjakan uang fee proyek untuk kebutuhan pribadi Zainudin. Selain untuk membeli mobil mewah, fee juga digunakan untuk membeli tanah dan renovasi kapal. Uang korupsi juga digunakan untuk membiayai kegiatan Partai Amanat Nasional (PAN) di Lampung.
Selain untuk membeli mobil mewah, fee juga digunakan untuk membeli tanah dan renovasi kapal. Uang korupsi juga digunakan untuk membiayai kegiatan Partai Amanat Nasional (PAN) di Lampung
Sementara itu, Anjar terbukti ikut meminta fee dari sejumlah rekanan yang mendapat proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Dia juga turut mengatur nama-nama rekanan yang menang dalam tender. Untuk mendapat proyek, rekanan membayar fee 15-21 persen.
Sukriadi Siregar selaku kuasa hukum terdakwa Agus menyatakan menerima tuntutan jaksa. Dia menilai, majelis hakim telah memberikan putusan yang bijaksana dalam perkara ini.
Dalam persidangan sebelumnya, Kamis (14/3/2019), Jaksa Penuntut Umum KPK Sobari Kurniawan menuntut kedua terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan itu tergolong rendah bagi pejabat yang menerima suap.