JAKARTA, KOMPAS — Mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham membantah bahwa dirinya terlibat dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Dia berharap majelis hakim berkenan untuk membebaskannya dari tuntutan jaksa.
Idrus mengatakan hal tersebut dalam sidang lanjutan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/3/2019). Sidang dipimpin Hakim Yanto.
Idrus membantah semua tuduhan jaksa terhadap dirinya. ”Apa yang didakwakan dan dituntutkan kepada saya dalam pemeriksaan persidangan sama sekali tidak terbukti. Saya bukan orang yang berkepentingan dengan proyek PLTU Riau-1,” ujar Idrus.
Sebelumnya, Idrus didakwa meminta uang Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johannes B Kotjo. Uang tersebut diterima Idrus bersama dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk membantu Kotjo memenangi proyek PLTU Riau-1.
Selanjutnya, Idrus selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar 2,5 juta dollar AS kepada Kotjo guna keperluan pembayaran Munaslub Partai Golkar 2017.
Adapun uang keseluruhan dari Kotjo sebesar Rp 2,25 miliar tersebut, sebanyak Rp 713 juta diserahkan kepada Eni selaku bendahara munaslub kepada Wakil Sekretaris Steering Committee Munaslub Partai Golkar Tahun 2017 Muhammad Sarmuji. Jaksa meyakini pemberian uang tersebut juga untuk memenangkan Idrus sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Sekali lagi, Idrus membantah tuduhan tersebut. ”Secara personal, saya tidak memiliki kepentingan politis atas pelaksanaan munaslub karena saya bukan calon ketua umum,” ucapnya.
Minta dibebaskan
Menurut Idrus, tidak ada fakta persidangan, terutama keterangan saksi, yang menyatakan dirinya terbukti bersalah. Ia mencontohkan, keterangan Eni saat menjadi saksi.
”Telah secara jelas Eni Saragih menyatakan bahwa saya tidak mengetahui, saya tidak terlibat, tidak menerima, tidak memengaruhi, tidak memerintahkan, tidak menerima laporan atas apa yang dilakukan Eni Saragih, berupa penerimaan sejumlah uang dan janji dari JBK,” ujarnya.
Atas dasar itu, Idrus memohon kebijaksanaan majelis hakim dalam menentukan putusan hukum kepadanya, yakni agar bisa membebaskannya dari hukuman sebagaimana tuntutan jaksa.
”Saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum dan membebaskan saya dari dakwaan dan tuntutan, memulihkan nama baik, harkat, dan martabat saya,” kata Idrus.
Perbuatan Idrus diyakini melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Atas pleidoi tersebut, Jaksa Lie Putra Setiawan mengatakan tetap pada materi tuntutan. ”Kami sangat menghargai pleidoi yang dibuat oleh terdakwa maupun para kuasa hukumnya walaupun ternyata kami mempunyai perbedaan pendapat atasnya,” katanya.
Hakim Yanto pun memutuskan akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan putusan pada 16 April 2019.