JAKARTA, KOMPAS — Dengan kapasitas yang semakin besar, peran badan usaha milik negara dalam perekonomian Indonesia turut membesar. Selain mencari keuntungan, BUMN juga diminta agar semakin berkontribusi bagi masyarakat luas.
Berjumlah 143 perusahaan, total aset BUMN terus membesar. Jika pada 2014 total aset BUMN sebesar Rp 4.577 triliun, pada akhir 2018 jumlahnya membesar menjadi Rp 8.092 triliun. Laba juga meningkat, yakni dari Rp 148 triliun pada 2014 menjadi Rp 188 triliun pada 2018.
Kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun penerimaan negara bukan pajak, juga makin membesar. Jika pada 2014 kontribusi BUMN sebesar Rp 407 triliun, hingga akhir 2018 kontribusi mencapai Rp 422 triliun.
”Memang sesuai Undang-Undang BUMN, tujuan BUMN adalah mengejar keuntungan, tetapi ada tujuan lain, yakni sebagai agen pembangunan. Arahan Presiden adalah agar BUMN menjadi besar, kuat, tetapi tetap lincah,” kata Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno dalam acara CFO BUMN Award, Selasa (26/3/2019), di Jakarta.
Fajar mengatakan, pada tiga tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah fokus agar BUMN dapat beroperasi secara sehat dan berkelanjutan. Selain itu, tidak ada lagi monopoli yang dilakukan BUMN meski PT PLN masih melakukan monopoli dalam hal distribusi jaringan.
Salah satu hasil kerja BUMN yang bisa dirasakan langsung masyarakat adalah jalan tol. Pembangunan jalan tol tidak menggunakan uang negara atau APBN kecuali untuk ruas tol yang memang belum layak secara finansial, seperti ruas tol di Sumatera.
Menurut Fajar, pada dua tahun terakhir, pemerintah meminta BUMN agar kontribusi bagi masyarakat semakin besar.
Kontribusi itu dilakukan lewat penyaluran kredit usaha rakyat yang pada 2018 jumlah nasabahnya mencapai 4,3 juta nasabah, program pembinaan ekonomi sejahtera dengan 4,2 juta nasabah, program bahan bakar minyak satu harga, dan rumah kreatif BUMN.
Direktur Keuangan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Donny Arsal mengatakan, pihaknya tahun ini masih memerlukan banyak investasi untuk pembangunan jalan tol. Tahun ini, PT Jasa Marga (Persero) Tbk merencanakan total belanja modal (capex) sebesar Rp 20 triliun, yang 70 persennya berasal dari pinjaman.
Untuk menghimpun modal, lanjut Donny, perseroan memiliki rencana divestasi terhadap ruas-ruas tol yang baru beroperasi. Tahun ini saja terdapat 18 ruas tol PT Jasa Marga (Persero) yang mulai beroperasi. Semua ruas yang beroperasi tersebut terbuka untuk dilakukan divestasi.
Divestasi tersebut tidak berarti perseroan melepas semua saham. Namun, PT Jasa Marga (Persero) Tbk tetap akan mempertahankan posisi sebagai pemegang saham mayoritas. ”Kami terbuka terhadap investor yang mau berpartisipasi di jalan-jalan tol kami. Bisa dari luar negeri atau dalam negeri,” katanya.
Selain itu, PT Jasa Marga (Persero) Tbk juga menyiapkan ruas tol yang sudah lama beroperasi (mature) untuk disekuritisasi. Ruas yang berpotensi untuk disekuritisasi adalah Tol Dalam Kota Jakarta dan Tol Lingkar Luar Jakarta. Meski demikian, rencana sekuritisasi dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.
Rencana divestasi jalan tol juga dilakukan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Menurut Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Putra, pihaknya membuka divestasi untuk semua ruas tolnya. ”Kami tidak berniat menjadi operator jalan tol. Yang kami jual adalah konsesinya, bukan asetnya. Dan sasaran kami adalah perusahaan-perusahaan yang hidup dari konsesi jalan tol,” kata Putra.
Dengan konsep divestasi, lanjutnya, perseroan memiliki kesempatan untuk berinvestasi di proyek-proyek baru. Untuk saat ini, proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk masih didominasi proyek dalam negeri. Adapun target kontrak baru tahun 2019 sebesar Rp 55 triliun.