Intensitas penerbangan di Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat selama 2019 turun hingga 40 persen. Selain kondisi psikologis calon wisatawan yang belum pulih pascagempa, penurunan terjadi akibat tiket yang mahal dan kebijakan bagasi berbayar saat masa sepi kunjungan.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Intensitas penerbangan di Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat selama 2019 turun hingga 40 persen. Selain kondisi psikologis calon wisatawan yang belum pulih pascagempa, penurunan terjadi akibat tiket yang mahal dan kebijakan bagasi berbayar saat masa sepi kunjungan.
"Penurunannya kurang lebih 40 persen dari statistik pergerakan pesawat maupun penumpang sepanjang 2019," kata General Manager Bandara Internasional Lombok (BIL) Nugroho Jati, Rabu (27/3/2019) di Mataram. Faktor utama penyebab penurunan pergerakan pesawat dan penumpang yakni dampak gempa yang mengguncang Lombok pada Juli-Agustus 2018.
Menurut Nugroho, jumlah penumpang BIL pada 2017 sebanyak 3 juta orang. Adapun pada 2018, ditargetkan lebih dari 3 juta orang. Namun, realisasinya hanya sekitar 1,8 juta orang.
Penurunannya kurang lebih 40 persen dari statistik pergerakan pesawat maupun penumpang sepanjang 2019
Menurut Dewantoro Umbu Joka, ketua Dewan Pimpinan Daerah Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies/ASITA NTB, yakni harga tiket yang mahal serta kebijakan bagasi berbayar pada musim sepi kunjungan atau low season. Padahal, pasar pariwisata Lombok adalah wisatawan domestik.
"Kalau tiket mahal ditambah penerapan bagasi berbayar, orang mikir-mikir mau ke Lombok,” ujarnya.
Akibatnya hotel, agen perjalanan wisata, pemandu wisata dan produsen produk olahan sebagai oleh-oleh terdampak. Wisatawan domestik yang berkunjung ke Lombok akan berpikir untuk berbelanja hingga barang bawaannya lebih dari 7 kilogram karena akan terkena surcharge .
Nurwardaini, produsen Kopi Lombok di Mataram, mengaku, sepanjang enam bulan terakhir, pesanan produk dari pemilik kios-kios cenderamata kosong. "Selama Januari-Februari, kopi bubuk dengan beberapa varian rasa hanya terjual 5 kilogram. Ini turun drastis dari sebelum gempa yang bisa sebesar 150 kilogram sebulan," tutur dia.
Pelayanan 24 jam itu untuk mendukung aksesibilitas Lombok sebagai destinasi wisata
Untuk meningkatkan pergerakan pesawat dan penumpang, lanjut Nugroho, pihaknya berupaya melakukan kolaborasi dengan Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah. Di antaranya BIL dioperasikan 24 jam penuh mulai 15 Maret.
Sebelumnya, Humas BIL, I Nyoman Siang, mengatakan, pelayanan 24 jam itu untuk mendukung aksesibilitas Lombok sebagai destinasi wisata. Selain itu juga memudahkan maskapai melakukan rotasi armada terutama bagi perusahaan yang menjadikan Lombok sebagai bandara hub, seperti Air Asia. Maskapai ini rencananya akan membuka penerbangan langsung rute Lombok-Perth, Australia.
Langkah itu juga untuk mendukung event Moto GP 2021 di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah. Saat ini, BIL memiliki landasan pacu 2.750 meter dan lebar 45 meter. Terminal penumpang seluas 20.000 meter persegi berkapasitas 3,5 juta orang per tahun akan diperluas menjadi 40.000 meter persegi dengan daya tampung 7 juta orang setahun.
Adapun landasan pacu BIL akan diperpanjang dari 2.750 meter menjadi 3.300 meter sehingga bisa didarati pesawat Boeing 777. “Sudah diusulkan ke Kementerian Perhubungan. Kami belum dapat kabar terbaru, tetapi perpanjangan runway dapat dipastikan dalam proses kajian,” ujar Nugroho.