Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bertekad menjadi produsen garam nasional yang saat ini kebutuhannya masih dipenuhi dari impor. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menargetkan provinsinya dapat mengirim satu juga metrik ton garam setiap tahun ke seluruh Indonesia.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
MALAKA, KOMPAS- Provinsi Nusa Tenggara Timur bertekad menjadi produsen garam nasional yang saat ini kebutuhannya masih dipenuhi dari impor. Potensi tambak garam yang besar provinsi itu dengan produknya yang merupakan salah satu garam terbaik nasional sudah banyak dilirik investor.
“Saatnya NTT berkontribusi untuk Indonesia. Selama ini NTT selalu bergantung dari pusat dalam membangun daerah ini. Target kami, harus bisa kirim satu juta ton garam guna memenuhi kebutuhan garam nasional. Saat ini Indonesia mengimpor garam dari luar negeri 3,7 juta ton per tahun,” kata Gubernur Nusa Tengggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat saat meninjau tambak garam yang dikelola PT Inti Daya Kencana, di Malaka, Rabu (27/3/2019).
Viktor mengatakan sebagai daerah kepulauan, NTT memiliki potensi garam sangat besar. Selain, itu musim hujan tiga bulan dan panas sembilan bulan, menyebabkan kualitas garam dari NTT merupakan salah satu terbaik nasional.
Target kami, harus bisa kirim satu juta ton garam guna memenuhi kebutuhan garam nasional. (Viktor Bungtilu Laiskodat)
Saat ini PT Inti Daya Kencana sedang melakukan persiapan pembangunan tambak garam seluas 300 hektar di Malaka. Sejauh ini perusahaan telah mengelola 28 hektar. Di lahan lainnya, perusahaan masih melakukan pembersihan kawasan tambak garam. Perusahaan juga mempekerjakan tenaga kerja lokal guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Direktur Operasional PT Inti Daya Kencana Yohanis Tarigan mengatakan, 28 hektar tambak garam yang sudah dibuka Inti Daya Kencana menghasilkan garam sekitar 700.000 ton per tahun. Jika perusahaan bisa menggarap sampai 100 hektar bisa menghasilkan sekitar 2 juta ton garam.
Bupati Malaka Stefanus Bria mengatakan, meski lahan yang digarap PT Inti Daya Kencana masih dipersoalkan sebagian warga masyarakat, pemkab akan terus berjuang agar lahan itu dikelola perusahaan dengan aman dan tenang. Pemkab terus melakukan dialog guna mendapatakan kesepakatan bersama dengan masyarakat.
“Intinya pemkab berjuang agar perusahaan pengelolaan garam ini berjalan dengan aman. Perusahaan bekerja dengan tenang, tanpa gangguan,” kata Bria.
Menurut Anggota DPRD NTT Yucun Lepa, tahun 2013-2016, Kabupaten Sabu Raijua, NTT sempat mengirim garam ke sejumlah daerah di Indonesia sampai 200.000 ton per tahun. Tetapi garam itu dikelola langsung Pemkab Sabu Raijua. Ketika sejumlah pejabat daerah di Sabu Raijua tersandung kasus korupsi, usaha tambak garam pun mandek sampai hari ini.
Potensi lain
Selain garam. potensi sumber daya alam NTT yang bisa dikelola masih besar. Provinsi ini sudah mengirim ke sejumlah daerah termasuk DKI Jakartaantara lain ternak, garam, cendana, ikan, kopi dan tenun ikat. Tetapi produksti komoti-komoditi itu belum optimal.
Pengiriman ternak untuk memenuhi kebutuhan ternak nasional sudah dilakukan sejak 2015, ditandai dengan kerjasama antara Pemprov NTT saat itu dengan Gubernur DKI Jakarta saat itu pula. Setiap tahun sekitar 300.000 ekor ternak sapi jantan dikirim ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat Jakarta.
Potensi ternak terbesar ada di Pulau Timor, dan Pulau Sumba, selain Pulau Flores, dan Rote Ndao. Di Sumba tidak hanya sapi, tetapi juga kerbau, dan kuda. Sementara ternak babi, hampir merata di seluruh wilayah NTT.
Produksi kopi dari NTT pun cukup bersaing dengan kopi-kopi nasional bahkan kopi dunia. Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, dan Sumba Barat Daya memiliki kopi berkwalitas. Bahkan kopi arabika di Manggarai menjadi kopi terbaik dunia dalam pameran kopi di Paris, Perancis, 2018. Setiap tahun tiga kabupaten di Manggarai mengirim 7.000 ton biji kopi ke luar negeri.
Sarung NTT termasuk salah satu jenis sarung nasional yang berkualitas. Motif-motif tenun NTT sangat diminati penikmat sarung secara nasional. Tetapi sarung ini dikerjakan secara manual, tradisional sehingga butuh pembenahan lebih baik, guna memenuhi keinginan pasar.
Sebagai daerah kepulauan, NTT juga memiliki potensi ikan sangat besar, tetapi sampai hari ini baru sekitar 10 persen potensi ikan di perairan NTT digarap masyarakat. Itu pun sebagian besar nelayan yang berketerampilan datang dari luar NTT. Sektor ini pun perlu didorong untuk meningkatkan produktivitas penangkapan dan pengelolaan ikan NTT.