Indonesia Fashion Week 2019 Gairahkan Industri Mode Indonesia
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Fashion Week 2019 telah resmi dibuka hari ini (27/3/2019) dan akan berlangsung hingga Minggu (31/3/2019). Pameran mode terbesar di Indonesia itu kembali digelar sebagai bagian dari upaya menggairahkan industri mode Tanah Air. Tak hanya itu, pameran juga jadi momentum untuk mengenalkan budaya Indonesia.
Di Indonesia Fashion Week (IFW) 2019, budaya dari Kalimantan khusus diangkat untuk menjadi inspirasi. Para desainer, misalnya, menggunakan kain tenun, songket, dan batik dari Kalimantan sebagai bahan baku. Motif perisai dan flora ataupun fauna di Kalimantan sebagai sumber inspirasi.
Diangkatnya budaya lokal di IFW 2019 mengulang hal serupa di pergelaran IFW tahun-tahun sebelumnya. Tahun-tahun sebelumnya, IFW mengangkat budaya Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Utara.
”Kita harus menjadi tuan rumah di pasar sendiri. Oleh karena itu, desainer harus mampu mentransformasikan kekayaan bangsa Indonesia menjadi fashion industry. Dengan fashion, kita bisa memancanegara. Dengan fashion, kita bisa membantu perajin di daerah mana pun untuk ikut menikmati pembangunan ekonomi di Indonesia,” tutur Presiden IFW yang juga Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono saat pembukaan IFW 2019, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Acara pembukaan IFW 2019 turut dihadiri perwakilan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, United Nations Global Impact, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan perwakilan kedutaan besar di Indonesia.
Ekonomi kreatif
Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan, sumbangan dari industri ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto Indonesia sekitar 11 persen atau sekitar Rp 1.000 triliun pada 2018. Dari jumlah itu, industri mode menyumbang sekitar 18 persen. Meski demikian, dia menyayangkan pasar mode di Indonesia masih didominasi oleh produk impor.
”Fashion festival seperti IFW 2019 merupakan darah pertumbuhan dunia mode Indonesia. Kalau fashion festival ini tidak digelar, maka akan menghambat bagaimana seorang desainer dan ekosistem sekelilingnya memamerkan kemajuan desain mereka,” ucap Triawan.
IFW 2019 akan dihadiri oleh 480 merek mode lokal. Poppy mengungkapkan, pada 2018, jumlah pendapatan yang dihasilkan dari pameran IFW mencapai Rp 80 miliar. Dalam waktu lima hari, ada beberapa penjual yang pendapatannya bisa mencapai Rp 1 miliar.
Poppy melihat, minat masyarakat Indonesia terhadap produk mode lokal semakin baik dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang mendukung hal itu adalah meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah.
Ramah lingkungan
Produk mode ramah lingkungan juga menjadi salah satu fokus IFW 2019. Saat upacara pembukaan, peragaan busana bertajuk ”Viro Dream” dipersembahkan dengan menampilkan sembilan koleksi kostum perempuan dan pria, serta 33 model tas dari bahan eco faux yang diproduksi oleh perusahaan material arsitektur dan interior yang ramah lingkungan, Viro. Koleksi itu merupakan hasil karya desainer senior Musa Widyatmodjo.
Eco faux adalah serat nonnatural yang berasal dari bahan high density polyethylene (HDPE) yang bentuk dan rasa sentuhnya serupa dengan material alami seperti rotan dan bambu. Serat itu kemudian dianyam oleh perajin lokal sehingga tercipta produk arsitektur, seperti kursi, meja, dinding bangunan, dan atap alang-alang. Pada dasarnya, bahan serat itu digunakan untuk produk dekorasi interior dan eksterior.
Bahan serat itu ramah lingkungan karena dapat didaur ulang hingga tujuh kali dan memiliki masa pakai cukup lama hingga 20 tahun.
Musa berharap, bahan ramah lingkungan itu dapat semakin mewarnai industri mode ke depan. Saat ini, ia beserta tim dari Viro masih berupaya untuk mengembangkan bahan ramah lingkungan yang lebih ”lentur” sehingga lebih mudah untuk dirancang menjadi produk mode yang nyaman dan terkini.
”Program ramah lingkungan masih baru dan mahal. Kita semua masih dalam proses belajar, bagi pembuat juga pemakai. Sebagai sosok kreatif, saya punya sejuta ide. Namun, itu semua perlu waktu, tenaga, dan biaya,” kata Musa.