Sepuluh Tahun Berlalu, 15 Danau Prioritas Belum Ada Perbaikan
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kondisi 15 danau prioritas di Indonesia hingga kini belum mengalami kemajuan meski sembilan menteri sejak 10 tahun lalu menyepakati pengelolaannya secara berkelanjutan. Bahkan sejak Konferensi Nasional Danau Kedua di Semarang tahun 2011, diluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau, sejumlah kendala birokrasi, egosektoral, pendanaan, dan koordinasi lintas kementerian/lembaga serta pemerintah daerah masih membelenggu.
Kini sejumlah danau mulai kehilangan fungsi sebagai penghasil ikan, sumber air bersih, maupun habitat berbagai jenis fauna endemis. Kondisinya akan semakin parah jika tak ada terobosan dalam pengelolaan danau.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Danau, Senin (25/3/2019) di Jakarta. Pertemuan yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu diikuti sejumlah kementerian/lembaga terkait, pakar, pemerintah daerah, forum komunikasi daerah aliran sungai, dan pemangku kepentingan lain.
“Departemen (kementerian) yang mengurus danau juga yang mengurus DAS, peruntukan lahan, dan danau bermacam-macam berdiri berdampingan dan sangat sulit koordinasi. Betul punya Menko (menteri Koordinator) tapi praktis korodinasi antarinstansi tidak berjalan. Banyak danau rusak akibat tidak ada keserasian,” kata Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup ketika diminta meninjau ulang dan memberi perspektif dalam rakor tersebut.
Banyak danau rusak akibat tidak ada keserasian.
Ia mencontohkan Danau Tempe (Sulawesi Selatan) yang terancam hilang akibat pendangkalan serta Danau Maninjau (Sumatera Barat) yang acapkali mengalami kematian massal ikan akibat kelebihan kapasitas Karamba Jaring Apung (KJA). Masalah Danau Tempe berupa pendangkalan juga agar diselesaikan melalui perbaikan hulu untuk mengerem longsoran material dan mengurangi total suspended soil pada sungai yang mengalir ke danau.
Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung KLHK, Ida Bagus Putera Parthama pun mencontohkan, dalam pengelolaan danau di Rawa Pening, Semarang, Jawa Tengah, hingga kini masalahnya belum selesai. Di Rawapening, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bertahun-tahun mengeruk tapi masalah tak selesai karena sedimentasi juga jalan terus.
Sedimentasi itu disebabkan penggunaan lahan untuk pertanian. Aktivitas pertanian yang memakai pupuk kimia membuat kolom danau tereutrofikasi sehinggga menyuburkan tanaman eceng gondok yang menutup permukaan air. Hal itu ditambah penggunaan deterjen berfosfor yang mengalir ke dalam danau.
Regulasi
Arifin Rudianto, Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengatakan hingga kini belum ada institusi yang memimpin pengelolaan danau. Tiap sektor masih mengerjakan program masing-masing tanpa terkoordinasi.
Maka dari itu, Bappenas merancang Peraturan Presiden tentang Penyematan Danau Prioritas Nasional. Perpres ini memastikan penyelamatan danau terintegrasi dan dikerjakan tiap sektor. Tak kalah penting, pendanaan program itu bisa terjamin dan berkelanjutan agar penyelamatan danau bisa tuntas.
Pada kesempatan itu, Daryatmo Mardiyanto, anggota Komisi VII DPR, mengingatkan, Panitia Kerja tentang Lingkungan Hidup Kawasan Danau DPR (bekerja 9 Februari 2011-April 2013) telah merekomendasikan pembentukan Rancangan Undang Undang tentang Tata Kelola Danau. Ia berharap RUU tersebut bisa diproses di periode pemerintahan mendatang.