Laut di daerah kepulauan seperti Nusa Tenggara Timur rawan dicemari sampah plastik. Permukiman warga yang banyak tersebar di garis pantai yang panjang berpotensi menyebabkan pencemaran sampah jenis tersebut ke laut.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Peta wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari kepulauan. NTT memiliki luas laut 2 juta hektar, sementara luas daratan hanya 450.000 hektar. Laut ini sangat rawan tercemar sampah plastik dari warga yang bermukim di kawasan pesisir.
KUPANG, KOMPAS — Laut di daerah kepulauan, seperti Nusa Tenggara Timur, rawan tercemar sampah plastik. Permukiman warga yang banyak tersebar di garis pantai yang panjang itu berpotensi menyebabkan pencemaran sampah jenis plastik ke laut.
Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup NTT Ferdi Kapitan dalam pertemuan dengan badan koordinasi hubungan masyarakat (Bakohumas) se-NTT, di Kupang, Selasa (26/3/2019). NTT memiliki 1.192 pulau, sekitar 450 di antaranya dihuni. Tiga di antaranya merupakan pulau besar, yakni Flores, Timor, dan Sumba. Pulau lain termasuk pulau-pulau kecil.
”Sebagai provinsi kepulauan, laut NTT sangat rawan dicemari sampah plastik. Keberadaan sampah plastik ini sangat berbahaya bagi biota laut, khususnya jenis seperti paus, pari, dan hiu,” ujar Ferdi.
Ia menjelaskan, hewan laut ini cenderung mengonsumsi sampah plastik yang bergerak-gerak di dalam air karena dikira sebagai makanan. ”Sampah jenis ini sulit terurai di tubuh hewan laut, bahkan saat terbenam di dasar laut sekalipun,” kata Ferdi.
WWF INDONESIA
Seekor bangkai paus yang mulai membusuk ditemukan terdampar di perairan Kapota di Pulau Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11/2018). Di dalam perut mamalia laut itu ditemukan sampah plastik.
Terdapat tujuh kabupaten kepulauan di NTT yang lautnya paling rawan tercemar sampah plastik. Ketujuh daerah itu adalah Flores Timur, Lembata, Rote Ndao, Sabu Raijua, Manggarai Barat, Alor, dan Sikka. Kabupaten-kabupaten itu memiliki pantai yang sangat indah dan menjadi destinasi wisata eksotik di daerah itu.
Ferdi, yang baru menjabat selama 14 hari itu, mengaku belum ada penyelidikan terkait jumlah sampah plastik yang terbuang ke laut di wilayah NTT. Akan tetapi, ia mengatakan, mayoritas warga yang bermukim di pesisir atau bibir laut cenderung membuang sampah plastik ke laut. Indikasinya, setiap terjadi pasang, sampah-sampah plastik biasanya tersangkut di cabang kayu di bibir pantai.
Meski menjadi persoalan serius, Ferdi mengatakan, politik anggaran di kabupaten/kota untuk penanganan sampah belum menunjukkan keberpihakan. Bahkan, ada kabupaten yang sama sekali tidak menganggarkan penanganan sampah.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Pertemuan Bakohumas se-NTT di Kupang, Selasa (26/3/2019).
Ferdi mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan gerakan perang melawan sampah melalui Peraturan Gubernur NTT Nomor 55 Tahun 2018 tentang kebijakan strategi daerah NTT dalam mengelola sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. ”Akan tetapi, aksi pemprov ini belum diikuti kabupaten/kota di NTT,” katanya.
Ia mengungkapkan, sejumlah kabupaten belum memiliki peraturan daerah (perda) pengelolaan sampah, yaitu Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur, Manggarai, Nagekeo, Malaka, Lembata, Kupang, dan Sabu Raijua. Sampah di daerah-daerah itu dibiarkan begitu saja meskipun mendatangkan masalah kesehatan, lingkungan, dan bencana berupa banjir dan longsor.
Adapun daerah yang sudah memiliki perda sampah, implementasinya di lapangan belum jelas. Pengelolaan sampah tidak dilakukan secara terpadu dari hulu ke hilir. Kesadaran masyarakat menjaga lingkungan yang sehat dan bersih pun sangat rendah. Masyarakat juga belum dilibatkan secara aktif mengelola sampah lingkungan, sementara penegakan hukum terkait sampah masih lemah.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Pantai Oesapa di Kota Kupang, NTT, dipenuhi sampah.
Sementara itu, pemprov telah melakukan berbagai aksi konkret untuk mengatasi sampah. Semua aparatur sipil negara, setiap Jumat dan Sabtu, membersihkan sejumlah wilayah Kota Kupang dari sampah. Pemprov juga mengajak pelajar dan mahasiswa terlibat dalam gerakan kebersihan di sejumlah lokasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Kupang Yeri Padji Kana mengatakan, produksi sampah di Kota Kupang rata-rata 3 juta ton per hari, sebagian besar merupakan sampah rumah tangga. Jumlah ini terpantau melalui 720 unit titik sampah dan 276 tempat pembuangan sementara. Jumlah ini tidak termasuk sampah yang dibuang warga di luar tempat sampah yang disiapkan pemerintah kota.
Adapun jumlah truk pengangkut sampah sebanyak 43 unit. Namun, yang beroperasi hanya 22 unit, sisanya rusak. Begitu pula kondisi motor sampah roda tiga. Dari 53 unit, yang bisa beroperasi hanya tiga unit. Gerobak sampah yang beroperasi sebanyak 125 unit, 36 unit rusak.