Pemilih Muda Ingin Kampanye Menyenangkan dan Rasional
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah calon anggota legislatif dari DPR RI mengaku punya kiat khusus untuk menyasar para pemilih muda dan memengaruhi mereka agar tidak masuk dalam lingkaran golongan putih. Pemilih muda juga perlu terus didorong agar “melek” politik.
Kompas TV mengadakan acara bincang-bincang bertajuk KandidatFest yang menghadirkan empat caleg dari kalangan milenial. Keempatnya adalah Tina Talisa dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Rian Ernest Tanudjaja Partai dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Faldo Maldini dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurut Rian, pemilih muda adalah pemilih yang rasional, kritis dan aktif mencari informasi. Oleh karena itu, dalam segala bentuk kampanyenya ia selalu mengedepankan pemaparan data dan fakta. Selain itu, ia menghindari penyampaian yang bersifat normatif.
“Banyak politisi yang omongannya ngawang. Jadi saya coba melakukan kebalikannya,” katanya di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Rian menyontohkan, kerap melakukan blusukan sambil menyiarkannya secara langsung melalui chanel Youtube untuk menarik simpati pemilih muda. Secara tidak langsung, narasi kaya data yang ia sampaikan bisa ditonton oleh mereka. Meski begitu, hingga kini Rian belum bisa memastikan efektifitas dari cara kampanye tersebut.
“Apakah cara yang saya lakukan ini berhasil? Saya tidak tahu karena belum teruji. Tapi saya optimis,” ungkapnya.
Berdasarkan Data Pemilih Tetap (DPT) Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari 192 juta suara, sebanyak 41 persen berasal dari pemilih muda atau yang memiliki rentang usia antara 17 – 35 tahun. Rian menduga, sebagian besar pemilih muda tersebut saat ini masuk dalam kategori pemilih yang belum menentukan pilihan sehingga perlu didorong agar tidak masuk dalam arus golput.
Pelatihan
Rahayu juga melakukan pendekatan khusus dengan para pemilih muda. Mereka disasar dengan program atau pelatihan yang memberi manfaat dan bisa meningkatkan kemampuan mereka. Misalnya dengan memberikan pelatihan wirausaha.
“Untuk milenial, kita mengadakan acara-acara yang berhubungan dengan visi misi kita, tujuannya agar mereka bisa mendapatkan nilai tambah dan ilmu,” kata Rahayu.
Dalam kampanye melalui media sosial, Rahayu lebih mengedepankan konten-konten bermuatan politik yang damai dan sejuk. Menurutnya, pemilih muda kini cenderung capek dengan politik yang saling berseteru.
Terkait dengan potensi pemilih muda menjadi golongan putih (golput), Rahayu menilai bahwa memilih bukan hanya menjadi hak, tapi juga tanggung jawab. Dengan memutuskan golput berarti masyarakat tidak peduli dengan kebijakan selama lima tahun ke depan. Padahal, lima tahun tersebut dapat menentukan masa depan bangsa, terlebih menyangkut bonus demografi.
Menurut Tina, pemilih muda harus melek terhadap politik. Menurutnya politik perlu dipandang lebih dari sebatas perhelatan lima tahun sekali atau hanya hal-hal yang terjadi di gedung DPR. Politik selalu berhubungan dengan kebijakan publik.
“Jangan menganggap kalau kita apolitis lantas bisa berjauhan dengan politik. Semua kehidupan kita berkaitan dengan politik,” ungkap Tina.
Faldo mengatakan, meskipun para pemilih muda memutuskan untuk apolitis, Pemilu akan tetap berjalan. Pemimpin negara dan anggota legislatif juga tetap akan terpilih. “Jadi apakah rela jika kebijakan kita diatur oleh orang yang tidak kita pilih,” ujar Faldo.
Mewakili masyarakat, Youtuber sekaligus Komika Pandji Pragiwaksono berpendapat, jika caleg ingin menyasar anak muda, pendekatannya harus juga harus pas dengan mereka. Secara umum anak muda tidak menyukai pembahasan yang berat. Oleh karena itu, kampanye yang menyenangkan, hingga kini masih dinantikan.
“Ada unsur-unsur yang harus disentuh. Empati, harapan dan kesenangan. Kampanye yang menyenangkan ini yang jarang dimainkan,” ungkapnya.