Mereka lahir diantara keterbatasan. Namun, ada bakat besar yang masih tersembunyi menunggu dipoles. Hanya dengan cinta, semuanya akan terlihat terang benderang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Mereka lahir di antara keterbatasan. Namun, ada bakat besar yang masih tersembunyi menunggu dipoles. Hanya dengan cinta, semuanya akan terlihat terang benderang.
Tak menghiraukan instruksi untuk siap bertanding, Cindy (9) justru beranjak memeluk tiga guru perempuannya. Satu demi satu. Erat. Dia meminta balasan untuk ganti dirangkul.
”Bu, sini. Aku disayang dulu,” ujarnya, setengah merajuk. Tidak hanya dirangkul. Cindy dapat bonus. Kepalanya ikut diusap.
Pelukan dan usapan itu seperti energi bagi Cindy. Dia beranjak mengambil bola. Cindy siap berkompetisi dalam cabang olahraga bocce pada ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Anak Berkebutuhan Khusus Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Wilayah VIII. Acara itu digelar di Lapangan Rindam IV/Diponegoro, Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/3/2019).
O2SN Anak Berkebutuhan Khusus ini diikuti 55 anak. Mereka berasal dari SD hingga SMA di 12 SLB yang tersebar di Kota dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Purworejo. Dalam ajang ini digelar empat cabang olahraga, yaitu bulu tangkis, bocce, catur, dan lari.
Bulu tangkis khusus diperuntukkan bagi penyandang difabel rungu. Catur untuk anak difabel netra. Sementara lari diikuti anak penyandang difabel tunagrahita ringan. Adapun bocce dikhususkan bagi anak-anak down syndrome.
Bocce adalah olahraga rekreasi seperti boling. Satu bola diletakkan di area bermain sebagai sasaran. Selanjutnya, dua pemain atau dua tim yang berkompetisi akan berlomba melempar bola berukuran besar ke arah bola sasaran. Pemenangnya adalah peserta yang dapat melempar mengenai atau mendekati bola sasaran.
Cindy, siswa kelas III SLB Melati di Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, itu pun melempar bola sesuai instruksi. Sesaat dia terlihat fokus. Namun, sesaat berikutnya dia terlihat tak serius.
Tak peduli suara dan situasi di sekitarnya, dia sempat melangkah keluar garis. Dia berniat mengambil bolanya dan mengulang lemparannya. Sejumlah juri berteriak memperingatkan, tetapi tetap mempan. Langkahnya baru berhenti ketika beberapa guru kemudian menghampiri dan menarik tangannya.
Kembali ke titik dia seharusnya berdiri, Cindy diberi kesempatan untuk melempar lagi. Malas-malasan, dia pun merajuk kepada salah satu guru. Surya Kurniawati, seorang gurunya, kemudian memegang tangan, dan berbisik di telinganya.
”Ayo main lagi, kalau mainnya bagus, nanti setelah ini, kita sama-sama makan bakso,” ujar Surya membujuk.
Dukungan semangat yang sama dibisikkan Sunarno kepada Purwanti (13), muridnya, seorang penyandang down syndrome. Sunarno adalah guru SLB Bina Kasih di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang.
Beberapa kali Purwanti berlaku seenaknya. Dia tidak mematuhi instruksi dan melontarkan kata bahwa dirinya tidak peduli. Namun, Sunarno tanpa putus terus memberi semangat. Ketika kemudian Purwanti melempar bolanya jauh, Sunarno pun mengangkat telapak tangannya. Dia ikut bahagia.
”Bagus, ayo tos dulu,” ujarnya. Purwanti pun membalas, menepukkan telapak tangannya ke tangan Sunarno. Wajah Purwanti berseri ketika kemudian dirinya melempar bola lagi.
Sunarno mengatakan, anak-anak down Syndrome adalah mereka yang memiliki IQ atau tingkat kecerdasan kurang dari 50. Untuk melatih mereka dalam berolahraga, perlu kesabaran khusus dari para guru untuk menghadapi anak-anak tersebut.
”Harus sabar karena mood mereka sering berubah-ubah,” ujarnya.
Sekalipun punya kekurangan, anak-anak berkebutuhan khusus tetap memiliki kelebihan. Cindy, menurut Surya, memiliki banyak talenta. Selain bocce, dia pun juga pintar menari.
”Dia pernah tampil, sendirian ataupun berkelompok, menari di berbagai ajang pentas kesenian dalam dan luar kota,” ujar Surya.
Hal serupa diungkapkan Ina Sutanti, Kepala SLB Negeri Temanggung. Salah satu siswanya bahkan terpilih menjadi peserta Special Olympic World Games 2019 di Abu Dhabi. Siswanya jadi atlet sepak bola.
”Sekalipun memiliki kekurangan, anak-anak berkebutuhan khusus tetap memiliki kemampuan, kelebihan, dan layak untuk berkompetisi di level internasional,” ujarnya.
Edi Purwanto, Sekretaris O2SN Anak Berkebutuhan Khusus Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Wilayah VIII, mengatakan, ajang olahraga tahunan ini sengaja diselenggarakan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan semangat hidup dari anak-anak berkebutuhan khusus.
Ajang ini diharapkan dapat membuka mata hati masyarakat luas, termasuk orangtua dan keluarga anak itu sendiri. Anak-anak berkebutuhan khusus bukan kelompok yang sekedar dikasihani belaka. ”Dengan dukungan perhatian, pembinaan, dan kasih sayang, mereka bisa tampil menonjol dengan bakat serta kemampuannya masing-masing,” ujarnya.