Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) memeluk Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna usai mengikuti voting untuk memilih Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019-2021 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/3/2019). Aswanto akhirnya terpilih sebagai Wakil Ketua MK setelah I Dewa Gede Palguna mengundurkan diri dari pencalonan saat voting memasuki putaran yang ketiga.
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan syarat khusus kepada siapa saja yang ingin menjadi hakim Mahkmah Konstitusi, yakni ia haruslah seorang negarawan. Tidak mudah membuat spesifikasi negarawan ini, karena pada praktiknya setiap institusi pengusung hakim konstitusi memiliki ukuran dan parameter tersendiri tentang siapa dan bagaimana yang disebut negarawan itu.
Namun, definisi negarawan itu menemukan sosoknya yang pas, Senin (25/3/2019) sore, di dalam ruang rapat pleno hakim (RPH) konstitusi, ketika hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mundur dari pencalonan sebagai Wakil Ketua MK 2019-2021. Mundurnya Palguna ini secara otomatis menyisakan satu calon lainnya, hakim konstitusi Aswanto, yang kurang dari sepekan dilantik kembali menjadi hakim konstitusi.
Suasana haru menyelimuti peristiwa mundurnya Palguna, karena seakan kata “mundur” itu kini terlampau subtil untuk muncul dalam dunia politik kekuasaan yang banal. Semua orang agaknya ingin “maju,” dan ketika kata “mundur” itu tetiba meluncur di tengah kontestasi, orang menjadi kaget dan terhenyak. Lalu bersedih. Haru. Tidak bisa berkata apa-apa.
RPH dengan agenda tunggal Pemilihan Wakil Ketua MK digelar kemarin sore setelah dua kali RPH tertutup, yakni pada Jumat pekan lalu, dan Senin sore, tidak menghasilkan kata mufakat. Sesuai dengan Peraturan MK (PMK) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK, setelah RPH tidak menghasilkan kata mufakat maka digelar RPH pemilihan ketua dan wakil ketua MK yang terbuka untuk umum dengan pemilihan melalui mekasnime suara terbanyak atau voting.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memasukan surat suara ke dalam kotak suara saat voting untuk memilih Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019-2021 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Dalam RPH tertutup yang berakhir pada pukul 16.20, muncul dua nama yang diusung sebagai calon wakil ketua MK di antara sembilan hakim konstitusi, yakni Aswanto dan Palguna. Sebelumnya, Aswanto telah berpengalaman sebagai wakil ketua MK. Ketika ia masa jabatannya habis sebagai hakim konstitusi, 21 Maret 2019, dan karenanya harus melalui serangkaian seleksi untuk bisa menjadi hakim konstitusi untuk periode kedua, posisinya sebagai wakil ketua MK otomatis dilepaskan.
Pemilihan dengan voting serta jumlah hakim yang sembilan orang diprediksikan akan membuat jalannya pemilihan lebih mudah. Para hakim datang di ruang RPH dengan santai dan masing-masing dengan kewibawaannya sendiri. Tak terkecuali dua calon. Suasana keakraban antarhakim terasa, meskipun mereka kini menghadapi kontestasi.
Setelah Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah membacakan tata cara pemilihan, Ketua MK Anwar Usman mempersilahkan satu per satu hakim untuk memberikan pilihannya di bilik podium. Aswanto diberi nomor urit satu, sedangkan Palguna nomor urut dua. Pilihan dilakukan oleh hakim dengan melingkari nomor nama calon yang dipilih. Bila tidak ada ada yang dilingkari, maka abstain. Manakala ada dua nama dilingkari berarti tidak sah.
Sesuai ketentuannya, pemilihan dengan voting itu berpotensi digelar hingga tiga putaran, bila tidak ada pasangan yang mendapatkan suara terbanyak. Setelahnya bila tidak juga ditemukan pemenang, maka baru dilakukan pengundian di antara kedua calon yang ada.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Hakim Konstitusi Aswanto memasukan surat suara ke dalam kotak suara saat voting untuk memilih Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019-2021 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/3/2019). Aswanto akhirnya terpilih sebagai Wakil Ketua MK setelah kandidat lainnya Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengundurkan diri dari pencalonan saat voting memasuki putaran yang ketiga.
Putaran pertama, semua hakim saling menanti gilirannya memberikan pilihan. Ruangan RPH yang berada di lantai 4 Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, itu pun penuh oleh awak media, maupun pegawai gedung pengadilan yang ingin menyaksikan pemilihan.
Setelah semua hakim memasukkan pilihannya ke kotak suara, penghitungan dilakukan oleh petugas Sekretariat Jenderal MK. “Yang Mulia I Dewa Gede Palguna. Sah!” teriak petugas menunjukkan surat suara kepada audiens. Surat suara berikutnya masih milik Palguna. Namun, yang ketiga, “Abstain!” ujar petugas dengan menunjukkan surat suara yang tidak dilingkari tersebut. Terdengar suara sedikit gaduh di belakang bertanya-tanya siapa kiranya yang abstain dalam pemilihan tersebut.
Munculnya pilihan abstain itu membuat rona wajah sebagian hakim tegang, karena pemilihan lebih ketat dari yang semula diperkirakan. Dari 9 hakim dan ada satu saja abstain, arinya ada potensi perolehan suara sama, 4-4. Dugaan itu benar. Hingga surat suara terakhir, perolehan untuk Aswanto 4 sauara, dan begitu pula 4 suara untuk Palguna.
Sesuai ketentuan PMK, voting harus diulang. Dalam sejarah di MK, baru kali pemilihan pimpinan MK harus melalui dua kali voting. Voting kedua nasibnya bisa sama dengan voting pertama andaikata pihak yang abstain tersebut tetap abstain. Namun, bisa saja berubah bila ia mengubah pikiran. Faktanya, perolehan kedua calon tetap imbang 4-4, dan ada satu suara tidak sah, karena dua-duanya dilingkari.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar memimpin voting untuk memilih Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019-2021 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Seninto (25/3/2019). Pemilihan diikuti dua kandidat yaitu Hakim Konstitusi Aswanto dan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Aswanto akhirnya terpilih sebagai Wakil Ketua MK setelah I Dewa Gede Palguna mengundurkan diri dari pencalonan saat voting memasuki putaran yang ketiga.
Suasana berkembang menjadi kurang nyaman. Audiens semakin penasaran menebak-nebak siapa kiranya yang abstain dan memberikan suara tidak sah tadi.
Anwar sudah bersiap memulai pemilihan putaran ketiga, namun Palguna meminta kesempatan bicara. “Pak Ketua, karena banyak tugas dan hal yang harus dikerjakan selain hal ini. Maka dengan ini saya menyatakan untuk mundur dari pencalonan saya sebagai Wakil kertua MK,” katanya.
Audiens kaget, para hakim juga demikian. Apresiasi disampaikan oleh satu per satu hakim atas sikap Palguna tersebut. Dengan satu calon telah mundur, maka Aswanto akan kembali menjadi Wakil Ketua MK.
“Saya tidak bisa berkata apa-apa. Ini menunjukkan MK diduduki oleh negarawan. Tetapi yang terutama ialah negawaran yang menjaga NKRI dan Pancasila. Kita ditunjukkan jiwa besar dari Pak I Dewa gede Palguna yang lebih mementingkan tugas daripada jabatan. Ini menunjukkan kepada khalayak ramai bagaimana hakim yang dipilih adalah negarawan dibandingkan mengutamakan diri pribadi,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan empat perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/2/2019). Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak seluruh gugatan permohonan pengujian undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara, Sistem Pendidikan Nasional , Pendidikan Profesi, Gelar Profesi dan Asosiasi serta Perseroan Terbatas.
Hakim konstitusi Wahiduddin Adams yang juga kurang dari sepekan dilantik kembali mengutarakan apreasiasinya akan ketulusan Palguna. “Saya merasa seluruh ucapan perbuatannya, saya katakan excellent, prima. Satu kata dan perbuatan,s erta tulus. Dengan lisan mendalam saya memberikan penghargaan dan ucapan tulus mudah-mudahan hal yang dicontohkan oleh Pak Palguna menjadi teladan bagi kita semua,” katanya.
Tidak kurang hakim konstitusi Saldi Isra tidak bisa banyak berkata. “Terimakasih Pak Ketua, terimakasih Pak Pal,” ujarnya.
Suasana menjadi khidmat, teduh, bahkan haru dengan sikap apresiasi para hakim. Para pegawai sebagian menitikkan air mata. Anwar yang memimpin rapat pun berlinang air mata. Masa berkhidmat Palguna di MK hanya tersisa sekitar 10 bulan lagi. Namun, dalam RPH yang digelar kemarin ia meninggalkan warisan yang akan dikenang institusi ini seterusnya.
Aswanto mengatakan dengan sisa waktu yang dimiliki Palguna di MK, ia akan berguru kenegarawanan padanya. “Saya juniornya Pak Palguna. Yang junior sering kali terlambat menangkap suatu maksud,” ujarnya.
Dalam pernyataan penutupnya di forum, Palguna tidak ingin menjadikan pemilihan pimpinan di MK ini menjadi drama yang berkepanjangan. Ia berterimakasih pada rekan-rekannya yang mengusulkan namanya masuk sebagai calon, kendati sebelumnya ia tak terpikirkan sama sekali. Ia mengaku hanya mengungkapkan kata hatinya. Putusannya murni karena kata hatinya.
“Saya teringat dengan cerita bahwa sesungguhnya orang yang bisa merasakan sesuatu yang menjadi bagian dirinya sendiri itulah yang terbaik, yakni ketika segala referensi lain tidak ada yang bisa dirujuk untuk dijadikan pegangan, maka dia harus kembali kepada kata hatinya. Inilah kata hati saya,” kata Palguna.