Investor Kejar Proyeksi Keuntungan Obligasi Pemerintah
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor asing lebih banyak memburu instrumen surat utang negara dibandingkan dengan saham karena proyeksi keuntungan yang lebih tinggi. Tingginya daya tarik pasar obligasi sesuai dengan tingginya imbal hasil yang ditawarkan pemerintah.
Senior Fixed Income Analyst Bank Maybank Indonesia Anup Kumar mengatakan, Indonesia masih memiliki peringkat surat utang yang bagus dengan predikat layak investasi. Apabila ditambah lagi dengan berakhirnya perang dagang antara AS dan China, potensi penguatan pasar obligasi domestik semakin tinggi.
”Pasar obligasi cukup banyak mendapatkan sentimen positif di awal tahun ini sehingga kinerja return secara umum meningkat,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Sejak awal tahun, yield SUN 10 tahun sudah turun 16,7 basis poin dari 7,942 persen menjadi 7,775 persen. Jika dibandingkan dengan posisi tertingginya tahun ini di level 8,129 persen, penurunan sudah mencapai 35,4 basis poin.
Meski terdapat penurunan imbal hasil sejak tahun lalu, pasar SUN domestik tetap akan mendapat sentimen positif. Hal itu terjadi karena bank sentral AS, The Fed, perlu memangkas proyeksi suku bunga acuannya hingga akhir 2019 dan membuat perlambatan ekonomi AS diprediksi masih akan berlanjut.
Sentimen positif bagi pasar SUN domestik bertambah lagi dari perubahan kecenderungan The Fed yang menurunkan pandangan mereka terhadap inflasi AS. ”Melihat hal ini sepertinya kita tidak dapat menahan reli yang terjadi di pasar SUN dalam negeri,” ujar Kumar.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, nilai beli bersih investor asing terhadap instrumen saham sepanjang tahun berjalan hingga Senin (25/3/2019) mencapai Rp 11,41 triliun. Sementara berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, nilai beli bersih asing di pasar surat berharga negara sepanjang tahun ini hingga Rabu (20/3/2019) telah mencapai Rp 60,83 triliun.
Investor telah memproyeksi jika pertumbuhan ekonomi diekspektasikan melambat, penjualan barang atau jasa dari perusahaan terbuka kemungkinan akan turun. Hal ini, menurut Kumar, berimbas juga pada penurunan laba bersih perusahaan terbuka yang berujung mengurangi nilai valuasi dari suatu saham.
”Tidak masuk akal bagi investor asing untuk beli saham dan mendapatkan return 5 persen, di mana pada waktu bersamaan asing bisa mendapatkan return 7,5 persen dengan membeli surat utang bebas risiko,” katanya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede optimistis penerbitan SUN yang dibanjiri peminat bakal menopang penguatan rupiah. Pasar obligasi diperkirakan terus menguat di sisa tahun ini, menyusul sikap The Fed yang semakin dovish (tidak agresif) terhadap kebijakan suku bunga.
”Apalagi The Fed mengindikasikan adanya potensi tidak akan menaikkan suku bunga sama sekali hingga akhir tahun ini. Hal ini berpotensi menjadi faktor pendorong konsistensi penguatan pasar obligasi hingga sisa tahun ini,” ujar Josua.
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) nilai tukar rupiah hari ini berada di level Rp 14.171 per dollar AS.