Sungai Citarum membutuhkan riset penuh terobosan agar tetap lestari di tengah ancaman pencemaran plastik akut yang terjadi saat ini. Tidak hanya menyelamatkan ekosistem sekitar sungai tapi masa depan manusia yang bergantung pada sungai terpanjang di Jawa Barat ini.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Sungai Citarum membutuhkan riset penuh terobosan agar tetap lestari di tengah ancaman pencemaran plastik akut yang terjadi saat ini. Tidak hanya menyelamatkan ekosistem sekitar sungai tapi masa depan manusia yang bergantung pada sungai terpanjang di Jawa Barat ini.
Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LPTB LIPI) mencoba mewujudkannya lewat riset inovasi bio-plastik. Peneliti LPTB LIPI menemukan bijih bahan baku pembuatan bio-plastik dari bahan yang dapat diperbarui dan diurai mikroba alami dengan cepat. Ditargetkan dalam dua tahun ke depan, formulanya rampung dan bisa menggantikan bahan plastik konvensional.
“Bio-plastik yang dikembangkan ini berbasis pati singkong. Bio-plastik ini dapat menjadi solusi limbah plastik yang begitu parah mencemari Sungai Citarum selama ini,” kata Kepala LPTB LIPI Sri Priatni di Bandung, Senin (25/3/2019).
Sri menuturkan, pihaknya ingin berkontribusi memulihkan Sungai Citarum di segmen sekitar Bandung Raya. Di kawasan ini, ada delapan anak sungai yang mengalir melewati permukiman padat dan berkontribusi 5 - 10 persen dari keseluruhan polutan domestik Citarum.
Sampah plastik memiliki kontribusi tinggi dalam pencemaran itu. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Jabar rata-rata 1.500 ton sampah rumah tangga dan industri yang dibuang ke Citarum. Sekitar 60 persen diantaranya adalah sampah plastik.
Ketua Kelompok Penelitian Produk dan Produksi Bersih LPTB LIPI, yang juga peneliti bio-plastik, AH Dawam Abdullah mengatakan, riset inovasi bio-plastik dimulai tahun 2017. Hingga kini, penelitian itu masih berlangsung.
“Saat ini, sudah dapat dibuat bijihnya. Sudah tahapan riset hingga 50 persen. Diperkirakan dalam waktu dua tahun ke depan, formulanya sudah ditemukan dan siap menyediakan kebutuhan bahan baku industri plastik,” kata Dawam.
Dawam juga menyinggung, proses riset ini telah mengidentifikasikan karakteristik bijih bio-plastik itu. Beberapa pengujian juga sudah dilakukan, seperti bagaimana bio-plastik ini dapat hancur di dalam tanah.
“Yang menjadi tantangan, mengembangkan bio-plastik supaya bisa tahan air. Kami juga berupaya mengembangkannya agar bisa disubtitusi berbagai jenis plastik. Bukan hanya untuk kantong plastik tapi dibuat beberapa kemasan, seperti botol, gelas, atau mangkuk,” kata Dawam.
Yang menjadi tantangan, mengembangkan bio-plastik supaya bisa tahan air
Toilet pengompos
Selain bio-plastik, LPTB LIPI juga menawarkan teknologi toilet pengompos. Teknologi ini diyakini dapat ikut mengurangi limbah kotoran manusia yang dibuang dari WC umum ke Sungai Citarum.
“Teknologi toilet pengompos ini dipasang di tiap rumah tangga. Limbah BAB (buang besar) dan BAK (buang air kecil) yang ditampung diproses dengan serbuk gergaji atau tongkol jagung. Dalam waktu dua atau tiga bulan, tanpa polusi bau, dari teknologi ini menghasilkan kompos yang dapat berguna untuk pertanian atau pun kesuburan tanah,” kata peneliti toilet pengompos LPTB LIPI, Neni Sintawardani. WC pengompos ini sudah diuji coba pada 10 keluarga di kawasan Kiaracondong, Kota Bandung sejak tahun 2000-an.
LPTB LIPI juga menawarkan teknologi pengolah limbah kotoran ternak dan industri pangan, seperti tahu dan tempe secara anaerobik yang disebut dengan teknik multi-tahap.
“Lewat teknologi ini, limbah yang diolah layak dibuang ke sungai dan dapat dijadikan biogas. Ini sudah diterapkan 88 keluarga di Giriharja, Kecamatan Kebonjati, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang,” kata Neni.
Ketua Kelompok Penelitian Monitoring lingkungan LPTB LIPI Willy Cahya Nugraha menyinggung, sudah menemukan metode untuk mengukur tingkat pencemaran air sungai dari logam atau senyawa berbahaya dengan metode bio-monitoring menggunakan ikan.
“Ikan ini sebagai parameter bahwa air sungai tercemar atau tidak. Metode ini sudah diuji dalam kegiatan uji banding antar negara se-Asia Pasifik (APMP/ Asia Pasific Metrologi Program). Hasilnya valid dan akurat. Dengan metode yang tepat, tingkat pencemaran sungai Citarum dapat diketahui dan diambil upaya penanggulangan yang tepat,” ucap Willy.