Kawasan Hortikultura Berbasis Industri 4.0 Dibangun di Lampung
Pemerintah menetapkan kawasan hortikultura di Kabupaten Tanggamus, Lampung, menjadi berbasis aplikasi industri 4.0 pertama di Indonesia. Saat ini, sejumlah petani di kabupaten itu telah membudidayakan buah-buahan lokal untuk komoditas ekspor
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
KOTA AGUNG, KOMPAS – Pemerintah menetapkan kawasan hortikultura di Kabupaten Tanggamus, Lampung, menjadi berbasis aplikasi industri 4.0 pertama di Indonesia. Saat ini, sejumlah petani di kabupaten itu telah membudidayakan buah-buahan lokal untuk komoditas ekspor
“Kawasan industri hortikultura di Tanggamus ini merupakan terobosan yang menjadi proyek percontohan pengembangan kawasan lain di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat Peluncuran Kawasan Industri Hortikultura didukung Aplikasi Industri 4.0, Senin (25/3/2019), di Tanggamus. Acara yang digelar di Kecamatan Sumberejo itu diikuti pelepasan tiga truk pisang mas siap ekspor.
Menurut Airlangga, kolaborasi petani dengan PT Great Giant Pineapple (GGP) di kawasan itu merupakan contoh yang baik. Industri tidak hanya mendampingi petani memproduksi buah. Namun, membantu petani mengekspor hasil pertaniannya. Selain pisang, saat ini, petani membudidayakan berbagai buah lainnya seperti pepaya, nanas, dan jambu bangkok.
Kerjasama dengan konsep corporate shared value memberikan ruang bagi petani untuk mengembangkan hasil pertanian dari kebun sendiri. Pemerintah mendorong pola kemitraan serupa dapat diadaptasi di tempat lain. Keberhasilan petani mengembangkan produk hortikultura di Tanggamus dapat menjadi contoh bagi petani di daerah lain.
Untuk mendukung hal itu, petani didorong memanfaatkan aplikasi e-grower. Aplikasi ini memungkinkan petani memprediksi jumlah buah yang akan panen secara daring. Selain itu, mereka juga dapat melaporkan kendala saat budidaya lewat aplikasi.
Industri 4.0
Implementasi industri 4.0 dinilai dapat meningkatkan daya saing global dan mengangkatkan pangsa pasar ekspor global. Dengan menerapkan teknologi, pengelolaan industri dapat lebih baik.
Dalam kesempatan itu, Airlangga juga menyerahkan dua unit kendaraan pengangkut pisang di pedesaan. Dia juga berjanji segera memberikan alat untuk membantu pengolahan pisang menjadi produk makanan lainnya, seperti sale atau keripik pisang. Petani juga dibina agar mampu menerapkan praktik pertanian dan pengolahan produk hortikultura dengan baik.
Corporate Affairs Director PT GGP Welly Soegiono mengatakan, telah membina petani lewat pelatihan budidaya buah yang baik. Perusahaan juga memberikan bibit pisang secara gratis dan petugas pendamping yang mengontrol kondisi kebun petani. Di tingkat petani, pisang dibeli Rp 2.500 per kilogram oleh perusahaan.
Saat ini, ada sekitar 300 petani di Tanggamus yang telah menanam pisang mas dengan luas tanam 350 hektar. Pada tahap awal, PT GGP mengekspor 15-20 ton pisang mas segar ke China per minggu. Adapun komoditas lain, seperti nanas, jambu bangkok, dan pepaya diekspor dalam bentuk makanan olahan.
Hingga 2020, PT GGP juga menargetkan penambahan luas tanam pisang menjadi 1.000 hektar dengan produksi mencapai 20.000 ton. Dari jumlah itu potensi pisang mas yang bisa diekspor mencapai 12.500 ton per tahun. Sebanyak 7.500 ton sisanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Selain ke China, pisang mas juga telah diekspor ke Singapura. Negara lain yang dibidik sebagai tujuan ekspor antara lain Jepang, Korea, dan Timur Tengah.
Kelompok Tani Hijau Makmur, binaan PT GGP, juga telah mendapat fasilitas subkontrak kawasan berikat bea dan cukai. Pemberian fasilitas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia itu telah diresmikan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2018.
Ketua Kelompok Tani Hijau Makmur M. Nur Soleh menuturkan, fasilitas itu memungkinkan petani membeli pupuk, pestisida, dan sarana pertanian lainnya dengan harga yang lebih murah karena tak dikenai biaya masuk. Hal itu diharapkan bisa menekan biaya operasionalisasi sehingga keuntungan yang diperoleh petani bisa lebih banyak.
Salah seorang petani, Tulus Sagara (50), menuturkan, telah menikmati hasil lebih baik setelah menanam pisang mas. Setiap bulan, Tulus mendapat penghasilan Rp 5-6 juta. Saat ini, dia memiliki 1.600 batang pohon pisang mas di kebun seluas 1 hektar. Setiap minggu, dia bisa memanen 5 kuintal hingga 1 ton pisang.
Sebelumnya, Tulus menanam tanaman kakao. Namun, sejak lima tahun terakhir, panen kakao tak optimal akibat serangan hama dan penyakit. Produksi kakao anjlok dari 500 kg per mingguu menjadi hanya 50 kg per minggu.