India Komitmen Promosikan CPO Indonesia di Negaranya
India berkomitmen mempromosikan minyak sawit atau CPO sebagai minyak nabati berkelanjutan di negaranya di tengah kian besarnya kampanye negatif terhadap sawit. Promosi itu penting karena India merupakan negara tujuan ekspor terbesar CPO asal Indonesia dengan volume 6,7 juta ton per tahun.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – India berkomitmen mempromosikan minyak sawit atau CPO sebagai minyak nabati berkelanjutan di negaranya di tengah kian besarnya kampanye negatif terhadap sawit. Promosi itu penting karena India merupakan negara tujuan ekspor terbesar CPO asal Indonesia dengan volume 6,7 juta ton per tahun.
“Minyak sawit sangat penting tidak hanya bagi Indonesia sebagai produsen, tetapi juga bagi India sebagai konsumen. Sebagai negara dengan konsumsi minyak nabati yang cukup besar, kami berkepentingan mendapat minyak sawit berkualitas baik dengan harga yang murah,” kata President of The Solvent Extractors Association (SEA) of India, Atul Chaturvedi, di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, Sumatera Utara, Senin (25/3/2019).
Atul merupakan ketua delegasi kunjungan beberapa perusahaan asal India yang bergerak di bidang minyak nabati di bawah naungan SEA ke Sumut. Mereka diterima oleh Kepala Bidang Penelitian PPKS Suroso Rahutomo, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun, dan Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wilistra Danny.
Atul menyatakan, dengan populasi masyarakat mencapai 1,3 miliar jiwa, konsumsi minyak nabati India mencapai 23,5 juta ton per tahun. Sebanyak 9 juta ton di antaranya dipenuhi dengan minyak sawit. Dari kebutuhan minyak sawit itu, sekitar 6 juta ton diimpor dari Indonesia. “Minyak sawit menjadi pengikat hubungan India dengan Indonesia,” kata Atul.
Atul mengatakan, belakangan ini penggunaan minyak sawit di India menghadapi kampanye negatif dari Uni Eropa. Hal ini membuat konsumsi minyak sawit di India cenderung stagnan, tetapi minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari meningkat.
Minyak sawit menjadi pengikat hubungan India dengan Indonesia
Fenomena itu, kata Atul, tidak baik bagi perekonomian India karena mereka harus membayar lebih mahal untuk minyak nabati selain sawit.
Melihat industri minyak sawit yang lebih efisien dibanding minyak nabati lain, India berkeinginan memperluas kebun sawitnya yang saat ini sekitar 300.000 hektar menjadi dua juta hektar. Namun, hal itu masih sulit karena meluasnya kampanye negatif dan sulitnya menyediakan lahan.
Derom mengatakan, kunjungan delegasi dari perusahaan-perusahaan konsumen minyak nabati tersebut sangat penting bagi Indonesia untuk menjaga pasar India. Menurut Derom, pasar India sangat penting bagi Indonesia karena merupakan negara pengimpor utama minyak sawit, tanpa menuntut banyak hal.
Selain ke PPKS, delegasi India tersebut juga akan mengikuti pertemuan dengan perusahaan dan perwakilan pemerintah. Mereka juga akan berkunjung ke perkebunan dan pabrik minyak sawit di Sumut.
Wilistra Danny mengatakan, pemerintah terus berupaya meningkatkan ekspor CPO ke India. Tantangan terbesar ekspor CPO ke India adalah bea masuk CPO yang cukup besar yang mencapai 44 persen untuk CPO dan 55 persen untuk produk turunan CPO.
Penerapan bea masuk impor yang cukup tinggi tersebut membuat ekspor minyak sawit ke India menurun dari 7,63 juta ton pada 2017 menjadi 6,71 juta ton pada 2018. Pemerintah pun berencana menegosiasikan bea masuk tersebut dengan cara meningkatkan impor gula dan daging kerbau dari India. Saat ini, Indonesia masih surplus perdagangan dengan India.
Suroso mengatakan, Indonesia terus melakukan penelitian dalam rangka penerapan industri sawit berkelanjutan. Di tengah moratorium pembukaan lahan sawit baru, penelitian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas sawit yang ada, khususnya sawit petani rakyat.