JAKARTA, KOMPAS — Pendistribusian promo harga layanan jasa ojek daring secara terus-menerus dinilai bisa berpotensi melahirkan persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengarahkan agar kompetisi fokus pada perbaikan mutu layanan.
Ekonom dan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Andi Fahmi Lubis, di Jakarta, Minggu (24/3/2019), berpendapat, potongan tarif pada jasa layanan ojek daring kerap tidak mengenal batas waktu. Satu program selesai dilanjut program berikut dengan kemasan berbeda, tetapi maksudnya sama.
”Promo memang tidak termasuk bentuk predatory pricing atau menjual layanan dengan tarif sangat rendah. Akan tetapi, promo ’terus-menerus’ dilakukan akan melahirkan persaingan usaha tidak sehat bagi industri,” ujarnya.
Berangkat dari situasi tersebut, Andi berpendapat perlunya promo diikutsertakan dalam pengaturan ojek daring. Konsumen pun perlu dididik menjadi semakin cerdas mengutamakan kualitas layanan.
Sebelumnya, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat ditetapkan pada 11 Maret 2019. Kemenhub kini tengah menyusun peraturan turunannya berupa surat keputusan (SK) yang nantinya akan mencakup poin biaya jasa per kilometer bagi pengemudi, tarif batas atas dan bawah, serta pembagian zona.
Biaya jasa dibagi menjadi dua, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Contoh biaya langsung adalah bahan bakar minyak, pajak kendaraan bermotor, serta pemeliharaan dan perbaikan. Sementara biaya tidak langsung berupa jasa penyewaan aplikasi.
”Kedua operator pengelola aplikasi transportasi cenderung terjebak dalam persaingan harga. Dengan hadirnya permenhub beserta nanti akan ada peraturan turunannya, pemerintah semestinya bisa lebih tegas mengarahkan operator untuk berkompetisi layanan,” kata Andi.
Mengenai tarif layanan, dia mengamati, setiap kelompok konsumen memiliki sensitivitas dan toleransi nilai berbeda-beda. Ini perlu dicek ke setiap operator.
”Sambil menunggu surat keputusan dikeluarkan, sosialisasi Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 digencarkan. Apabila nanti keluar angka tarif, pemerintah harus berani menjelaskan alasannya,” tutur Andi.
Sementara itu, Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno menceritakan, Grab Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam perumusan Permenhub Nomor 12 Tahun 2009. Salah satu bentuk partisipasinya adalah memberikan masukan penentuan tarif, baik dalam permenhub itu maupun produk turunannya. Masukan lainnya berupa usulan ketentuan fitur keselamatan bagi mitra pengemudi.
Mengutip studi independen terbaru dari Research Institute of Socio Economic Development (RISED), dia menyebutkan, sekitar 71 persen konsumen hanya mampu menoleransi kenaikan pengeluaran kurang dari Rp 5.000 per kilometer. Jarak tempuh rata-rata konsumen sebesar 8,8 kilometer per hari. Studi itu menyebut kenaikan tarif yang ideal adalah maksimal Rp 600 per kilometer atau maksimal naik menjadi Rp 2.000 per kilometer.
Apabila kenaikan tarif terlalu signifikan, lanjut Tri, dampaknya akan serta-merta dirasakan mayoritas konsumen ojek daring, terutama mereka dari kalangan menengah-bawah. Kelompok konsumen ini memiliki anggaran transportasi terbatas, seperti mahasiswa, karyawan kantoran, dan ibu rumah tangga. Mereka akan kesulitan beradaptasi dan ada peluang beralih ke moda transportasi lain.
”Kami berharap Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 dan peraturan turunannya dapat memberikan titik temu bagi semua pihak yang terlibat di dalam ekosistem transportasi daring, terutama para mitra pengemudi dan konsumen,” katanya.
Secara khusus terkait dengan rencana pemerintah mengeluarkan peraturan turunan Permenhub Nomor 12 Tahun 2019, Tri menyarankan agar perumusan biaya, tarif, ataupun zona dilakukan secara bijaksana. Saran itu dia kemukakan karena mempertimbangkan jasa ojek daring sebagai sumber penghidupan bagi mitra pengemudi.
Vice President Corporate Affairs PT Go-Jek Indonesia (Go-Jek) Michael Say mengemukakan, sampai beberapa minggu mendatang, perusahaan akan menyosialisasikan serta berkoordinasi dengan mitra pengemudi terkait dengan hadirnya Permenhub Nomor 12 Tahun 2019. Keseluruhan pelaksanaan isi permenhub itu diharapkan tetap mampu melindungi kehidupan jutaan mitra Go-Jek beserta keluarganya serta menghindari praktik persaingan usaha tidak sehat.
Dia menambahkan, Kemenhub harus mempertimbangkan preferensi konsumen, keberlangsungan industri, dan pendapatan mitra pengemudi yang bergantung pada kesediaan masyarakat menggunakan layanan ojek daring. Pertimbangan tersebut menjadi acuan mengeluarkan peraturan turunan dari Permenhub Nomor 12 Tahun 2019.