Sungai Ciliwung dan Mereka yang Bergantung Padanya
Oleh
Hamzirwan Hamid
·4 menit baca
Sungai Ciliwung jadi saksi indahnya persahabatan Reva (10) dan Diva (11). Sambil berendam, dua sahabat itu saling mencipratkan air ke wajah. Suara tawa mereka berderai. Tak jauh dari tempat mereka berenang, saluran air bercampur limbah cair mengalir ke sungai.
Reva dan Diva asyik berenang sambil sesekali menyelam. Ketika libur sekolah, berenang di Sungai Ciliwung menjadi salah satu hiburan bagi dua bocah itu dan teman-teman mereka. Bantaran Sungai Ciliwung di kawasan mereka tinggal di sekitar Sekolah Sungai Ciliwung, Gang Arus, Kampung Sawah, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, cukup rindang.
"Sambil iseng-iseng cari ikan. Biasanya ada yang kecil-kecil," kata Reva ketika ditemui Sabtu (23/3/2019).
Hingga pukul 10.00 WIB, anak-anak itu masih asyik bermain di air. Mereka sudah berenang di sana sekitar satu jam. Tepi sungai yang ditumbuhi pepohonan rindang membuat mereka nyaman berenang di tepian meski matahari sudah tinggi.
Sesekali mereka naik ke pinggiran untuk mengambil jaring ikan. Mereka kerap mendapat ikan sapu-sapu atau ikan mujair kecil di tepian sungai yang dalamnya sekitar satu meter itu.
Tak lama berselang, Agung (46) melintasi Sungai Ciliwung dengan menggunakan rakit. Empat batang pohon pisang ia jadikan rakit. Setelah melempar jala ikan, ia mendapati banyak ikan sapu-sapu.
"Ini dapatnya sapu-sapu, lumayan bisa dijual. Ikan mujair juga dapat beberapa tadi. Sekarang ikannya sudah jarang," kata Agung di atas getek.
Ikan mujair, lele, dan ikan nila yang Agung tangkap sebagian dijual, sisanya untuk dikonsumsi keluarga. Ikan sapu-sapu juga ia jual ke pedagang ikan. Biasanya, ikan sapu-sapu dipelihara orang-orang untuk menjaga akuarium atau kolam ikan agar tetap bersih.
Berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tempat Rina, Diva, dan Agung ditemui, terdapat tiga industri rumah tangga yang memproduksi tahu di tepi Sungai Ciliwung. Ketiganya berada di Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat.
Salah satu pemilik pabrik tahu, Suryaman (55), mengatakan, lokasi tepi sungai dipilih agar sisa pembuatan tahu langsung terbuang ke sungai. Jika lokasi pabrik di tengah-tengah pemukiman, ia takut mengganggu masyarakat sekitar.
Air sisa produksi tahu berwarna putih susu, hangat, dan menguarkan aroma tak sedap. Setiap hari, air sisa pembuatan tahu itu dibuang langsung ke sungai sejak pukul 08.00-16.00.
Sekitar 20 meter dari pabrik tahu, Suryaman memiliki kandang sapi. Sebanyak 27 sapi ia pelihara di kandang yang berada persis di tepi Sungai Ciliwung. Setiap hari, dua pekerja menyiram kotoran sapi ke Sungai Ciliwung.
"Kalau dibuang ke sungai, langsung mengalir dan tidak mengganggu warga lain. Kami butuh sungai untuk itu," ujar Suryaman.
Suryaman tidak punya pengetahuan mengelola limbah yang ia hasilkan dari kegiatan ekonominya. Yang ia pahami, selama tidak ada yang merasa terganggu, ia tak perlu menunaikan kewajiban lain.
Tercemar berat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, status kualitas air Sungai Ciliwung masuk kategori cemar berat. Hal itu berdasarkan pada Kriteria Mutu Air Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Kelas II. Angka tersebut muncul dari penghitungan kualitas air di lima sampel sebanyak lima kali.
Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Satmoko Yudo dan Nusa Idaman Said, meneliti kualitas air Ciliwung tahun 2014 berjudul "Status Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta". Penelitian itu menunjukkan zat organik di titik sampling Kelapa Dua, Depok, Sungai Ciliwung melebihi standar Baku Mutu air kelas 1 untuk peruntukkan air baku air minum. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Ciliwung yang memasuki wilayah DKI Jakarta sudah tercemar akibat aktivitas di wilayah hulu, seperti Depok dan Bogor.
Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji, mengatakan, idealnya ada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di industri rumahan yang menghasilkan limbah cair. Hal itu menjadi pekerjaan rumah pemerintah setempat.
"Kondisi mereka (industri tahu) sudah berkembang sejak dulu. Akan kami bahas mengenai pembangunan instrumen (IPAL) komunal," katanya, ketika ditemui dalam acara Hari Air Sedunia di Asrama Dinas Lingkungan Hidup, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ia mengatakan, kegiatan ekonomi yang sudah berjalan akan dipikirkan agar tidak terganggu roda perekonomiannya. Upaya menjaga lingkungan akan dilakukan dengan sosialisasi dan pembangunan IPAL bersama bagi industri rumahan yang berpotensi menghasilkan limbah cair.
Persoalan sungai akan terus menjadi perbincangan seiring berkembangnya sebuah kota. Sebab, air menjadi salah satu kebutuhan masyarakat. Reva dan Diva butuh air sungai bersih untuk rekreasi, Agung butuh untuk dapat menjala ikan, dan Suryaman butuh untuk menghindari konflik. Pertemuan setiap kebutuhan itu menunggu jawaban. (SUCIPTO)