Lindungi Anak dari Perdagangan Orang Bermodus Prostitusi Daring
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diimbau untuk meningkatkan perhatian terhadap modus tindak pidana perdagangan orang yang terselubung melalui eksploitasi seksual komersial anak. Hingga kini sejumlah anak menjadi korban perdagangan orang dalam bentuk prostitusi daring, namun jumlah laporan anak-anak yang menjadi korban prostitusi daring sangat minim.
Berdasarkan pantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sejumlah kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak umumnya dilakukan secara daring. Salah satu daerah yang menjadi tempat tujuan eksploitasi seksual komersial anak melalui daring adalah Bali.
Salah satu daerah yang menjadi tempat tujuan eksploitasi seksual komersial anak melalui daring adalah Bali.
“Tujuan ke Bali bukan yang pertama. Sebelumnya KPAI menggagalkan anak-anak yang akan dipekerjakan menjadi terapis pijat plus ke Bali,” ujar Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Jumat (22/3/2019), di Jakarta.
Menurut Ai Maryati, dari catatan KPAI ada 4 kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi anak yang korbannya berasal dari Jawa Barat. Empat anak dari Jabar akan diberangkatkan ke Bali, dan berhasil digagalkan KPAI pada 2018. Anak-anak korban prostitusi daring yang berasal dari Jabar ini sudah dikembalikan ke daerahnya. Selain itu, pada Januari 2019 juga terungkap 5 anak korban prostitusi di Bali dan kasusnya masuk dalam proses hukum.
Sebelumnya ada juga kasus dengan 5 anak korban prostitusi daring di apartemen Surabaya di akhir 2017, kemudian 6 anak korban prostitusi daring di apartemen Jakarta Selatan pada tahun 2018.
“KPAI dan Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Bali akan menemui Gubernur Jawa Barat dalam menyampaikan temuan-temuan di lapangan, agar segera mengambil langkah-langkah atau tindakan luar biasa dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang yang menyasar anak. Komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dalam merespons kasus-kasus tersebut sangat penting,” kata Ai Maryati.
KPAI juga akan mengikuti proses hukum atas kasus dugaan TPPO terhadap lima anak di Bali, untuk memastikan anak-anak yang menjadi korban mendapat keadilan.
Dari pantauan KPAI, anak korban prostitusi daring jarang dilaporkan keluarga. Biasanya yang melapor masyarakat atau polisi mencium gerakan oknum pelaku TPPO.
Gugus tugas
Asisten Deputi Hak Perempuan dalam TPPO Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Destri Handayani membenarkan Bali yang merupakan daerah tujuan pariwisata, menjadi salah satu daerah tujuan TPPO.
“Untuk itu diharapkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus aktif dalam pencegahan dan penanganan kasus TPPO di wilayahnya,” kata Destri.
Untuk pencegahan, pemerintah daerah harus gencar mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak kepada pengusaha tempat hiburan, hotel, atau panti-panti pijat. Selain itu, Gugus Tugas PP TPPO juga harus aktif melakukan pengawasan atas tempat tersebut secara berkala. Tak hanya itu perlu ada regulasi daerah yang memberi sanksi atas usaha-usaha yang melanggar aturan tersebut.
Destri mengingatkan, pemulihan korban juga harus mendapat perhatian khusus. Para korban harus direhabilitasi kesehatan dan rehabilitasi sosial, termasuk upaya pemberdayaan korban agar tidak kembali ke profesi semula.
Destri mendukung imbauan KPAI tentang perlunya advokasi kepada pimpinan daerah (gubernur dan bupati/walikota), yang masalah TPPO di wilayahnya besar agar komitmen untuk pemberantasan TPPO terbangun.
“Pemberantasan TPPO hanya bisa terwujud jika Gugus Tugas PP TPPO di pusat dan daerah aktif, serta terbangun koordinasi diantara anggota gugus tugas di setiap tingkat, dan koordinasi antar gugus tugas pusat-provinsi-kabupaten/kota,” papar Destri.