JAKARTA, KOMPAS — Bank-bank kecil menghadapi banyak tantangan untuk bertumbuh. Beberapa tantangan itu di antaranya adalah tertatih-tatih mengejar keuntungan dan pangsa pasar yang kecil semakin tergerus bank-bank besar.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari 2019, jumlah bank di Indonesia mencapai 114 unit yang terdiri dari 5 bank kategori BUKU IV, 28 bank BUKU III, 59 bank BUKU II, dan 22 bank BUKU I. Dengan demikian, total bank kecil yang terdiri atas BUKU I dan II sebanyak 81 bank. Artinya, 71 persen bank di Indonesia adalah bank kecil.
Bank umum kegiatan usaha (BUKU) dilihat dari jumlah modal inti. BUKU I memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun, BUKU II minimal Rp 1 triliun, BUKU III minimal Rp 5 triliun, dan BUKU IV lebih dari Rp 30 triliun.
Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk Taswin Zakaria mengatakan, tantangan bank kecil dan menengah untuk dapat menjadi bank besar adalah bagaimana untuk memperoleh laba bersih atau pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) yang memadai bagi pemilik modal.
”ROE diukur dari profit bank, sedangkan profit ditentukan oleh banyak hal, seperti pendapatan, biaya operasional, dan provisi (biaya balas jasa ke bank),” kata Taswin yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja menambahkan, kemampuan memperoleh laba suatu bank turut dipengaruhi kemampuan menguasai pasar. Upaya bank kecil dan menengah untuk menjadi bank besar masih terganjal minimnya penguasaan pasar.
Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam berpendapat, bank kecil sulit bertumbuh karena target nasabah kredit bank kecil kini mulai diincar oleh bank besar.
”Jadi, pasar bank kecil semakin sempit. Sementara bank baru bisa meningkatkan aset melalui penggalangan dana masyarakat dan penyaluran kredit,” ujarnya.
Akibatnya, BUKU I dan BUKU II merupakan bank yang paling lambat untuk meningkatkan aset dan modal. Saat ini bank kecil hanya dapat bertumbuh ketika mendapat suntikan modal dari akuisisi atau merger (penggabungan).
Bank kecil sulit bertumbuh karena target nasabah kredit bank kecil kini mulai diincar oleh bank besar. Jadi, pasar bank kecil semakin sempit.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan bank besar. Bank besar dapat meningkatkan aset dan modal lebih cepat. Bank besar dapat memperoleh laba bersih dalam jumlah besar karena dapat menghimpun dana dan menyalurkan kredit dengan biaya operasional yang lebih efisien.
Pada awal Maret 2019, PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Bank Panin dinyatakan OJKmasuk kategori BUKU IV. Bank Panin resmi menjadi bank besar bersama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk. Dengan demikian, jumlah bank besar di Indonesia bertambah menjadi enam bank.
Tanggung renteng
Piter melanjutkan, bank kecil dapat mengganti strategi untuk bertumbuh. Bank kecil dapat menggalang dana dan menyalurkan kredit mikro dengan konsep tanggung renteng. Strategi ini telah diterapkan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero) melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Bank kecil dapat mengganti strategi untuk bertumbuh. Bank kecil dapat menggalang dana dan menyalurkan kredit mikro dengan konsep tanggung renteng.
Tanggung renteng adalah sistem menanggung bersama kredit bermasalah yang dihadapi anggota kelompok. Dengan metode ini, angsuran kepada pemberi kredit tetap bisa berlanjut. Anggota yang menunggak pembayaran menyelesaikan kewajibannya kepada kelompok (Kompas, 20/7/2017).
”Kredit yang diberikan adalah kredit mikro dengan pendekatan kelompok. Beberapa bank perkreditan rakyat (BPR) sudah berhasil menerapkannya, tetapi memang konsep dan eksekusinya tidak mudah,” ujar Piter.