Negara-negara Uni Eropa mencoba menyatukan suara mengantisipasi langkah-langkah Pemerintah China. Brussels kini menyebut Beijing sebagai ”kompetitor sistemis”.
BRUSSELS, Kamis —Uni Eropa menyiapkan strategi defensif menghadapi China dengan sinyal akan mengakhiri era akses tanpa batas yang selama ini dinikmati entitas-entitas bisnis negara itu. Sikap defensif Brussels saat ini muncul setelah Beijing dinilai gagal memberikan fasilitas dan kebebasan setara dengan yang telah diberikan pihak Uni Eropa.
”Kami sepenuhnya terbuka,” kata Wakil Presiden Komisi Eropa Jyrki Katainen tentang ekonomi UE. ”Adapun China tidak sehingga hal itu menimbulkan banyak pertanyaan.”
UE beranggapan, sebagai negara dengan perekonomian kedua terbesar secara global, China tidak lagi dapat menyandang status khusus sebagai negara berkembang. Otoritas UE juga memperhatikan dengan saksama proses negosiasi sekaligus persaingan antara China dan Amerika Serikat di bidang perdagangan ataupun militer.
Komisioner Perdagangan UE Cecilia Malmstrom dalam konferensi AmCham tentang hubungan Trans-Atlantik, Kamis (21/3/2019), mengatakan, tata ekonomi internasional telah berubah. ”China tampil menjadi kompetitor ekonomi dan geopolitik serta kompetitor sistemis,” katanya.
Untuk merumuskan status baru hubungan dengan China, UE secara khusus menggelar pertemuan puncak membahas masalah tersebut di Brussels, Kamis. Hal ini untuk kali pertama soal bagaimana berurusan dengan Beijing dibicarakan di tingkat para kepala negara.
Pertemuan itu digelar di tengah dimulainya kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Italia dan Perancis. Para pemimpin UE yang selama ini kerap terpecah dalam isu China ingin satu kata menjelang KTT UE-China, 9 April mendatang.
Merujuk pada draf pernyataan KTT itu, UE berupaya menetapkan tenggat waktu bagi China untuk memenuhi janji perdagangan dan investasi yang berulang kali diundur. Beijing harus menyetujui isi draf itu sampai batas akhir. Draf itu disampaikan para menteri luar negeri UE kepada Menlu sekaligus Dewan Penasihat China, Wang Yi, Senin (18/3).
Diplomat-diplomat UE menyebut, draf itu menandai perubahan pola pikir UE yang lebih asertif dan kompetitif. Dalam sebuah dokumen untuk mempersiapkan KTT UE, Komisi Eropa bahkan menyebut China sebagai ”kompetitor sistemis”.
”Di masa lalu, sangat sulit bagi UE merumuskan strategi yang jelas tentang China, dan dokumen kebijakan masa lalu belum koheren secara strategis,” kata Duncan Freeman dari Pusat Penelitian UE-China di Kolese Eropa. ”Kini ada upaya jelas untuk melakukan itu.”
Dengan transaksi lebih dari 1 miliar euro per hari dalam perdagangan bilateral, UE adalah mitra dagang utama China. Namun, berbeda dengan AS yang memiliki armada angkatan laut berbasis di Jepang untuk memperkuat pengaruh atas kawasan, UE tak memiliki kekuatan militer dalam menghadapi China.
Italia gabung dengan BRI
Oleh karena itu, Brussels harus melakukan pendekatan yang bersifat teknis kepada Beijing. Dalam hal ini, sikap Jerman akan memegang peran penting. Berlin kadang-kadang mendesak tanggapan yang lebih keras terhadap persaingan tidak adil dari China, tetapi kadang- kadang mendorong hubungan lebih dekat dengan Beijing.
Salah satu negara yang berpotensi memecah suara bulat UE adalah Italia. Italia berencana bergabung dengan proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) yang digagas China. Presiden China Xi Jinping dijadwalkan berkunjung ke Italia, Kamis.
Dalam artikelnya yang dimuat koran Italia Corriere della Sera jelang kunjungan itu, Xi menyatakan siap memperkuat kemitraan strategis global dengan Italia. Kunjungan itu disebut Xi menjadi penanda era baru hubungan China dan negara dengan ekonomi terbesar ketiga di UE itu.