Warga Menunggak Sewa di Rusunawa hingga Rp 1,3 Miliar
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rumah susun sederhana sewa atau rusunawa Pesakih di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, terbebani tunggakan biaya sewa dari warga sebesar Rp 1,3 miliar. Tunggakan itu terjadi karena sejumlah warga tidak sanggup membayar biaya sewa yang ditetapkan.
Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pengelola Rumah Susun Tambora, Ahmad Fauzi, mengatakan, ada 452 unit rumah sewa yang menunggak dari total 640 unit rumah. Nilai tunggakan itu bervariasi, dari yang terendah Rp 300.000 hingga yang tertinggi senilai Rp 7 juta.
”Jumlah tunggakan terakumulasi sejak ditetapkan adanya biaya sewa bagi penghuni pada 2014. Tunggakan ini selalu kami tagih kepada warga. Ada sebagian yang membayar, tetapi jumlah tunggakan mereka tetap bertambah setiap bulan,” kata Fauzi di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Ia mengatakan, unit rumah yang menunggak dimiliki oleh warga dengan pekerjaan tidak tetap. Mereka adalah warga yang terkena kebijakan relokasi dari sejumlah wilayah di Jakarta Barat.
Untuk warga yang terkena kebijakan relokasi dikenai tarif sewa paling mahal, senilai Rp 281.000. Harga itu, menurut Fauzi, tergolong sangat murah untuk rumah seluas 36 meter persegi.
”Saya pikir tarif itu sudah sangat murah. Namun, memang sebagian warga ada yang penghasilannya rendah, bahkan hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarga,” ucap Fauzi.
Keberadaan warga yang berpenghasilan sangat rendah di rusunawa menjadi dilematis. Sebab, cara penagihan dilakukan hanya dengan imbauan, tanpa hukuman tertentu. Penagihan dari petugas ini akhirnya tidak memberikan efek jera.
Mudjiati (48), warga rusunawa Pesakih, mengatakan, sebagian penghuni yang menunggak biaya sewa memang berpenghasilan rendah. Ia mencontohkan, adik perempuannya yang tinggal di lantai enam rusunawa hanya memiliki penghasilan Rp 25.000 dari pekerjaan mengemas produk di suatu pabrik.
”Adik saya ditinggal suami dan memiliki seorang anak yang masih sekolah. Sudah menjanda begitu, kasihan, harusnya dapat keringanan,” ujar Mudjiati.
Maisaroh (55), warga rusunawa lantai tiga, menyadari bahwa biaya sewa rusunawa sudah terhitung cukup murah. Namun, karena beberapa kali telat membayar, rumahnya menunggak biaya sewa senilai Rp 3.500.000.
Berbagai cara
Fauzi mengatakan, berbagai cara dilakukan untuk mengatasi keberadaan warga tidak mampu. Setiap tahun ada pelatihan wirausaha yang diberikan agar warga bisa menambah pundi keuangan.
Walau begitu, pelatihan wirausaha ternyata tidak secara signifikan mengatasi jumlah tunggakan. Bahkan, tunggakan pada Desember 2018 senilai Rp 1,2 miliar meningkat menjadi Rp 1,3 miliar pada Februari 2019.
Tahun ini, ia mengharapkan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 148 Tahun 2018 mengenai penghapusan piutang daerah. Aturan ini akan membebaskan tunggakan sewa bagi sejumlah rumah yang sudah lama kosong, serta warga yang tergolong tidak mampu.
”Pergub ini akan membantu meringankan tunggakan warga yang tidak mampu, dengan syarat bahwa rumah susun telah dihuni sedikitnya selama 5 tahun warga,” kata Fauzi.
Fauzi menambahkan, pergub tersebut akan disosialisasikan bersamaan dengan adanya dua rusunawa baru, yaitu rusunawa Rawa Buaya dan rusunawa Tegal Alur. ”Warga akan dikumpulkan agar mendengar informasi pergub ini dari satu sumber,” ujarnya. (ADITYA DIVERANTA)