Teka-teki Kesempurnaan Stapac
Stapac Jakarta tak terkalahkan dalam 19 laga terakhir. Teka-teki itu menjadi ujian bagi Satria Muda Pertamina Jakarta yang akan mereka hadapi pada final Liga Bola Basket Indonesia (IBL).
JAKARTA, KOMPAS – Stapac Jakarta hanya satu kali kalah musim ini. Mereka kalah pada laga pertama musim 2018-2019 melawan Bogor Siliwangi, saat tidak diperkuat pemain asing dan tiga pemain nasional.
Setelah itu, mereka bermain tanpa cela. Dalam 19 laga berikutnya hingga semi final, tim asuhan Giedrius ”Ghibbi” Zibenas itu tampil nyaris sempurna. Teka-teki kesempurnaan itu menjadi ujian bagi juara bertahan Satria Muda Pertamina Jakarta.
Stapac memenangi 17 gim tersisa di musim reguler dan 2 laga semifinal. Mereka rata-rata membuat 76,9 poin per gim (ppg), tim kedua terbaik, dan hanya kemasukan 62 ppg, paling sedikit dari seluruh tim.
Sulitnya menemukan celah Stapac itu dihadapi NSH Jakarta, tim paling produktif di liga. Tim dengan raihan 79,6 ppg ini mendadak tumpul melawan Stapac. Dalam dua laga, mereka takluk 50-75 dan 52-79. Artinya, mereka kehilangan nyaris 30 poin dari rata-rata produktivitas per laga.
”Pelatih mereka sangat bagus. Dia selalu memberikan hal berbeda setiap kami bertemu. Hal itu membuat strategi mereka tidak bisa ditebak. Saya keluarkan satu solusi, dia pakai cara yang lain,” kata pelatih NSH Wahyu Widayat Jati.
Teka-teki Stapac juga mengejutkan Pacific Caesar Surabaya di semifinal. Pada gim kedua, Pacific sudah unggul di perempat terakhir. Meski pemain Pacific berada dalam performa terbaik, pada akhir laga, Pacific terkejar dan akhirnya kalah.
Pelatih Pacific Kencana Wukir pun kebingungan karena timnya tidak mampu menang. ”Hari itu adalah salah satu malam terbaik kami. Tetapi, kami tetap kalah,” katanya.
Hal itu akan menjadi masalah Satria Muda pada final yang berlangsung 21, 23, dan 24 Maret 2019. Sang juara bertahan dua kali takluk oleh Oki Wira Sanjaya dan rekan-rekan. Masing-masing 63-66 pada laga pertama, saat Stapac bermain tanpa satu pemain asing. Pada laga kedua mereka kalah 78-85 lewat perpanjangan waktu.
Detail sempurna
Kekuatan Stapac berasal dari kemampuan mereka menjalankan gaya bermain Ghibbi. Pelatih asal Lithuania itu membawa gaya bermain Eropa yang bertumpu pada detail strategi dan kolektivitas tim. Berbeda dengan gaya Amerika Serikat yang mengacu pada kemampuan individu.
Tidak ada pemain bintang di Stapac. Pemain asing, lokal, maupun cadangan memiliki peran masing-masing. Jarang sekali pemain asing Stapac, Savon Goodman dan Kendal Yancy, bermain lebih dari 30 menit.
Pada semifinal, Goodman dan Yancy hanya bermain sekitar 26 menit. Pemain lokal dengan waktu bermain terbanyak adalah Widyantaputra Tedja dengan 24 menit. Sembailan pemain sisanya berbagi waktu bermain cukup merata. Rotasi ini membuat para pemain terus bermain agresif dan fokus sepanjang laga.
Saat menyerang, Ghibbi mengutamakan perputaran bola. Dia sangat marah jika pemainnya menembak dari jauh tanpa merotasi bola lebih dulu. Pemain asing dan pemain lokal seperti Kaleb Ramot Gemilang, Mei Joni, Widy, Abraham Grahita, Agassi Goantara, dan Oki, bisa mencetak poin.
”Pemain Stapac sudah 100 persen memahami gaya bermain saya. Semua tinggal tergantung pada keinginan mereka menang di lapangan,” kata Ghibbi yang merupakan pelatih asal Eropa pertama di liga basket nasional.
Jawaban Satria Muda
Situasi ini sangat rumit bagi Satria Muda. Apalagi mereka tampil tanpa pemain bintangnya, Jamarr Andre Johnson, penyumbang rata-rata 17 ppg dan 10 rebound per gim (rpg). Pemain terbaik final IBL 2016 dan 2018 itu absen karena cedera achilles pada laga semifinal.
Dengan cederanya Johnson dan belum ditemukannya cara mengalahkan Stapac, Satria Muda tidak diunggulkan di final. Satu-satunya kesempatan Arki Dikania Wisnu dan rekan-rekan adalah melawan kolektivitas dengan kolektivitas.
Mereka terbukti bisa menang sebagai sebuah tim pada laga semifinal ketiga melawan NSH. Malam itu, semua pemain berkontribusi dan tidak hanya bertumpu pada Dior Lowhorn, pemain asing tersisa.
Jika mampu tampil kolektif, Satria Muda punya kesempatan. Mereka unggul pengalaman karena materi tim tak berubah dari saat mereka juara musim lalu dan menjadi finalis 2017. Mereka masih diperkuat pemain nasional seperti Arki, Hardianus, Juan Laurent, Avan Seputra, dan Kevin Yonas Sitorus.
"Ini menjadi pembeda kami dengan Stapac. Di final semuanya bisa berbeda karena pengalaman berbicara. Seperti diketahui, ini merupakan final pertama Stapac dalam lima tahun terakhir," ujar Pelatih Satria Muda Youbel Sondakh.
Stapac terakhir masuk final pada 2014. Saat itu, mereka mengalahkan Satria Muda di final. Hanya beberapa pemain, seperti Oki, Fandi Andika Ramadhani, Rizky Effendi, yang masih bermain hingga saat ini. Sementara itu, mayoritas pemain muda mereka belum pernah memincipi atmosfer final, seperti Widy, Abraham, Agassi, Joni, dan Vincent Kosasih.