Kelestarian Satu-satunya Hutan Alam di Sumsel Terancam
Aktivitas penebangan liar mengancam kelestarian Hutan Harapan yang terletak di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi. Padahal, kawasan itu merupakan satu-satunya hutan alam yang masih tersisa di wilayah Sumsel.
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Aktivitas penebangan liar mengancam kelestarian Hutan Harapan yang terletak di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi. Padahal, kawasan itu merupakan satu-satunya hutan alam yang masih tersisa di wilayah Sumsel.
Hal ini disampaikan Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumsel Syafrul Yunardy, seusai mengikuti Seminar Nasional Hari Air Sedunia 2019, di Palembang, Kamis (21/3/2019). Syafrul menerangkan, aktivitas penebangan liar di kawasan hutan tentu akan berpengaruh pada terganggunya keseimbangan eksosistem.
Aktivitas tersebut mengancam keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Penebangan liar di Hutan Harapan akan berdampak pada hilangnya sejumlah tanaman yang ada di sana. “Padahal, kawasan itu adalah satu-satunya hutan alam yang masih tersisa di Sumsel,” kata Syafrul.
Hilangnya tanaman di sekitar kawasan hutan juga mengancam keberlangsungan hidup satwa karena menghilangkan sumber pakan alami. “Biota di sungai pun juga akan terancam,” ucapnya.
Syafrul menjelaskan, sungai di kawasan Hutan Harapan merupakan tempat melintasnya sejumlah satwa dari hutan itu menuju Suaka Margasatwa Dangku, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel. “Penebangan hutan ini tentu akan mengganggu satwa yang hidup di sana,” katanya.
Tidak hanya itu, penebangan tanaman hutan juga akan berpengaruh pada terganggunya sistem hidrologi di kawasan tersebut. Pohon memiliki fungsi menyeimbangkan siklus hidrologi di sebuah kawasan. “Saat banyak pohon ditebang, ketika musim hujan, air akan sangat banyak. Sebaliknya, saat musim kemarau, air akan sangat sedikit,” ujar Syafrul.
Selain itu, penebangan pohon juga akan berdampak pada menurunnya kualitas air. Hasil riset yang disampaikan PT Restorasi Ekosistem (REKI), Sungai Meranti yang berada di kawasan hutan yang masih asri, derajat keasaman (pH) airnya mendekati normal, yakni 7.
Namun, hal itu tak terjadi di wilayah yang sudah dirambah. Untuk itu, ujar Syafrul, perlu ada kebijakan tegas guna meminimalisasi perambahan atau deforestasi di kawasan hutan.
Total luas Hutan Harapan adalah 98.555 hektar, yakni sekitar 52.000 hektar di Sumsel dan sekitar 46.000 hektar di Jambi. Namun, saat ini, jumlah area yang mengalami deforestasi mencapai 20.000 hektar. Sebanyak 18.000 hektar ada di kawasan Jambi dan 2.000 hektar di kawasan Sumatera Selatan.
Sebelumnya, Manajer Pengamanan dan Perlindungan Hutan Harapan TP Damanik mengatakan, akibat penebangan liar, sejumlah tanaman hutan alam perlahan hilang. Para pembalak liar biasanya menebang pohon hingga sejauh 500 meter dari sisi sungai.
“Itulah sebabnya kawasan hutan di sungai yang aksesnya terbuka perlahan mulai hilang,” kata Damanik.
Padahal, Hutan Harapan menjadi habitat bagi sejumlah satwa dilindungi, seperti gajah sumatera, harimau sumatera, dan sejumlah spesies burung. Kawasan di Hutan Harapan yang paling sering dirambah adalah di Sungai Kapas dan Meranti. Kayu-kayu hasil tebangan dari lokasi itu kemudian dialirkan ke Sungai Batanghari Leko, Musi Banyuasin.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Hairul Sobri menerangkan, contoh dampak deforestasi terlihat dari terusirnya gajah sumatera di Desa Perangai, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat, Sumsel.
“Dulunya, kawasan tambang tersebut adalah hutan, bahkan disebut warga sebagai hutan larangan. Karena habitat gajah yang terus berkurang, lahan pakan mereka juga berkurang," kata Hairul.
Akibatnya, sebanyak 8 dari 10 ekor gajah sumatera di sekolah gajah Desa Perangai dipindahkan ke Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumsel.