”Kecelakaan Kapal Itu Merenggut Keluarga Kami”
Kecelakaan Kapal Cepat Awet Muda di Perairan Sungai Musi Jalur 10, Desa Upang, Kecamatan Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (18/3/2019), masih menyisakan duka. Enam orang tewas dalam peristiwa itu, Pemerintah daerah diminta membenahi sistem transportasi agar lebih aman.
Tubuh Febro (21) tampak masih lemas. Mata kanannya terbalut perban karena mengalami luka dan memar. Rambut di kepalanya pun harus dicukur dan terlihat ada jahitan luka robek. Luka itu menjadi penanda tragisnya kecelakaan Kapal Cepat Awet Muda di Desa Upang Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (18/3/2019).
Rabu (20/3/2019), Febro datang ke rumah Kepala Desa Karang Sari, Kecamatan Karang Agung Ilir, Kabupaten Banyuasin. Dia bersama ahli waris menerima santunan dari PT Jasa Raharja atas kepergian anggota keluarganya. Selain menjadi korban luka pada kecelaan naas itu, Febro juga harus kehilangan ayah terkasihnya, Khusnul Maidi (63).
Keduanya adalah korban kecelakaan Kapal Cepat Awet Muda. Akibat kejadian ini, enam orang meninggal. Satu penumpang di antaranya adalah ayah Febro, Khusnul Maidi.
Baca: Kecelakaan Kapal di Sungai Musi, Enam Orang Tewas
Walaupun perih, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Khadijah, Palembang, ini mengisahkan lagi kecelakaan mengerikan yang dialaminya. Kala itu, perjalanan dari Desa Karang Agung dimulai sekitar pukul 08.00. Febro pergi ke Palembang untuk mengantar ayahnya berobat. ”Kebetulan saat itu bapak sedang sakit sesak napas,” ujar Febro.
Tidak ada keraguan untuk menggunakan kapal cepat karena transportasi itu sudah sering ia tumpangi. Kapal cepat adalah satu-satunya transportasi yang tersedia karena memang tidak ada jalur darat untuk menuju ke Palembang. Itu pun hanya satu kali satu hari. ”Kalau tertinggal, kami berangkat keesokan harinya,” kata Febro.
Kalau tertinggal, kami berangkat keesokan harinya.
Dari rumahnya di Kecamatan Karang Agung Ilir, Kabupaten Banyuasin, menuju Palembang dibutuhkan waktu sekitar 4 jam perjalanan sungai. Sejak berkuliah di Palembang, Febro memang jarang pulang. Kebetulan saat itu dia berkesempatan pulang sekaligus mengantarkan ayahnya berobat. ”Ternyata perjalanan itu perjalanan terakhir bersama bapak,” ucapnya.
Saat berangkat, kapal penuh dengan penumpang yang berjumlah 35 orang. Kapal Cepat Awet Muda melaju menyusuri Sungai Musi dengan pemandangan pepohonan di kanan dan kiri sungai serta beberapa rumah penduduk.
Dua jam berlalu, kapal berhenti di Jembatan PU, Kabupaten Banyuasin. Dari 35 penumpang, sekitar 15 orang turun di jembatan itu. Mereka beruntung tidak menjadi korban kecelakaan. Tidak lama setelah bertolak dari Jembatan PU, tepatnya pukul 10.30, bencana itu pun datang.
Tiba-tiba kapal oleng ke kanan dan menabrak batang pohon dengan keras. ”Saat itu, saya tidak melihat kejadian tabrakannya karena kebetulan sedang menghadap ke bapak saya yang duduk di bagian kanan belakang kapal. Tidak sampai 3 detik saya menoleh ke belakang, tabrakan itu pun terjadi,” katanya. Tabrakan keras terjadi. kapal Awet Muda hancur menabrak pohon pedado dan daratan pinggiran sungai.
Saat itu, saya tidak melihat kejadian tabrakannya karena kebetulan sedang menghadap ke bapak saya yang duduk di bagian kanan belakang kapal. Tidak sampai 3 detik saya menoleh ke belakang, tabrakan itu pun terjadi.
Saking kerasnya, bagian atas kapal terlempar dan menyangkut di pohon pedado, terpisah dengan bagian bawah kapal. Shock, Febro tidak sadarkan diri. Ketika dia sadar, pemandangan mengerikan sekaligus pilu ada di hadapannya. Suara rintihan kesakitan bercampur dengan diam sejumlah orang yang tak sadarkan diri.
”Entah kenapa saat itu saya langsung mencari bapak,” kata Febro. Saat itu, bapak terbaring. Ia masih tersadar walau dengan suara napas yang agak sengau. ”Napas bapak tersengal-sengal, seperti orang mengorok,” katanya.
Dengan darah yang mengucur deras di wajah dan kepalanya, Febro berupaya menolong ayahnya dan beberapa orang yang terkapar di lantai kapal. ”Saya berusaha mengangkat sejumlah orang ke darat agar tidak tenggelam karena air mulai masuk,” kata Febro.
Beberapa orang memanjat pohon untuk menyelamatkan diri, khawatir jika kapal tenggelam. Tidak lama setelah kecelakaan, bantuan dari kapal yang melintas datang. Febro membopong ayahnya menuju kapal lain untuk segera diantarkan ke salah satu rumah bidan di Desa Upang Jaya guna memperoleh perawatan lanjutan.
Febro sempat lega, ayahnya selamat. Namun, takdir berkata lain. Ayahnya berpulang setelah mendapat perawatan. Tangis pun pecah. Febro tak menyangka ayahnya menjemput ajal saat mendapat perawatan. ”Lengan kanan bapak patah dan mungkin terkena paru-parunya sehingga tidak tertolong lagi,” kata Febro.
Akibat kejadian ini, rasa trauma merundung Febro. Dia tidak mau lagi melewati jalur itu. ”Lebih baik saya turun di Dermaga Jembatan PU dan melanjutkan perjalanan melalui jalan darat daripada melewati tempat (kecelakaan) itu lagi,” kata Febro.
Kisah pilu juga dialami Mudatul Khoiriah (25). Suami Mudatul, Muhidin (28), juga meninggal akibat kecelakaan itu. Muhidin ke Palembang untuk mengambil hasil rontgen guna melihat hasil kesehatan ayahnya. Namun, di tengah perjalanan, kecelakaan pun terjadi.
Kabar duka itu Mudatul dapatkan dari tetangganya, termasuk melihat foto di media sosial. ”Ternyata salah satu korbannya adalah suami saya,” ujar ibu dua anak ini. Duka itu pun belum berakhir. Kepergian Muhidin membuat kaget ayah mertuanya. Empat jam setelah Muhidin dikebumikan, ayah mertua Mudatul berpulang.
Kecelakaan itu membuat trauma tersendiri bagi Mudatul. Bahkan, untuk melihat jenazah suaminya, Mudatul tidak mau menggunakan kapal cepat. Dia lebih memilih menyewa kapal getek dengan harga Rp 1 juta per sekali jalan.
Butuh perbaikian
Kecelakaan Kapal Cepat Awet Muda yang merenggut banyak nyawa tidak hanya kali ini. Pada Rabu, 3 Januari 2018, Kapal Cepat Awet Muda juga mengalami kecelakaan di perairan Tanjung Serai, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Akibat kejadian itu, 13 orang tewas dan 42 orang selamat. Penyebab kecelakaan saat itu karena cuaca buruk.
Slamet Riyanto (27), adik Muhidin, meminta pemerintah bertindak tegas terhadap pengelola Kapal Cepat Awet Muda yang dinilai selalu lalai dalam mempersiapkan kapal dan pengemudi. Bahkan, untuk kecelakaan kali ini, Slamet menduga Kodar (20), asisten pengemudi, dalam keadaan mengantuk saat mengoperasikan kapal itu.
”Saya dengar Kodar mengantuk karena menonton orkes hingga subuh,” katanya. Konstruksi kapal juga membuat penumpang tidak leluasa. Jalan masuk sempit. ”Bahkan, kami harus melompati kursi untuk duduk di bagian depan atau tengah,” ucapnya.
Camat Karang Agung Ilir Yose Rizal mengatakan, kapal cepat satu-satunya moda transportasi warga untuk bepergian ke luar desa. ”Kami tidak memiliki pilihan lain. Apabila terjadi musibah, itu sudah takdir,” ucapnya.
Kami tidak memiliki pilihan lain. Apabila terjadi musibah, itu sudah takdir.
Sebenarnya ada jalan yang lebih cepat untuk sampai ke daratan seberang, yakni melalui Pulau Tikus yang menyeberang ke Pelabuhan Tanjung Api-Api; hanya satu jam perjalanan. Dari pelabuhan itu, hanya butuh dua jam perjalanan ke Palembang melalui jalur darat.
Namun, saat ini masih ada kendala ketiadaan dermaga. Untuk membuat dermaga, hutan lindung harus dilewati. ”Ya, kami terpaksa menggunakan jalur biasa dengan waktu yang lebih lama,” katanya.
Direktur Polisi Air Kepolisian Daerah Sumsel Komisaris Besar Imam Thabroni mengatakan, kejadian kecelakaan di perairan Sungai Musi selalu berulang. ”Bahkan, selama saya bertugas di sini, satu tahun yang lalu, puluhan kali kecelakaan terjadi dengan puluhan korban jiwa,” katanya.
Karena itu, diperlukan perbaikan baik dari sisi rancangan kapal maupun kesiapan pengemudi sebelum mengoperasikan kapal. Menurut dia, ada beberapa faktor yang penyebab kecelakaan, di antaranya faktor alam dan kelalaian. Untuk pengemudi yang lalai, tentu akan menerima konsekuensi hukumnya.
Namun, untuk kecelakaan kali ini, ujar Imam, pihaknya menghentikan penyidikan karena baik pengemudi yang juga sekaligus pemilik kapal cepat Awet Muda, Muhammad (50), maupun asisten pengemudi, Kodar (20), meninggal dalam kecelakaan itu. Meski demikian, perlu ada perbaikan baik dari sisi kondisi kapal yang harus dibenahi.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Palembang Mugen Sartoto mengatakan, dari 500 kapal di bawah 35 gros ton (GT), hanya 38 unit yang tersertifikasi. Menurut dia, kondisi kapal di bawah 35 GT tidak laik operasi. Karena itu, perlu ada ketegasan pemerintah melarang berlayar bagi kapal dan pengemudi yang tidak memenuhi syarat.
Bupati Banyuasin Askolani Jasi, yang kehilangan banyak warganya akibat kejadian ini, berharap, pemilik kapal segera membenahi kapalnya. ”Pintu dan jendela kapal terlalu sempit. Ini tentu sangat membahayakan penumpang,” katanya.
Dia berencana membuat kebijakan untuk mengatur regulasi mengenai kondisi kapal dan persiapan pengemudi sebelum berlayar. ”Kecelakaan ini menjadi momentum kami memperbaiki segala sistem transportasi. Semua harus mengutamakan keselamatan penumpang,” katanya.