TOKYO, RABU — Jepang akan memperpanjang sanksi ekonomi terhadap Korea Utara selama dua tahun. Pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe diperkirakan menyetujui perpanjangan sanksi tersebut pada rapat kabinet, awal April.
Rencana perpanjangan sanksi unilateral bagi Korut itu dilansir radio NHK, Rabu (20/3/2019). Dengan perpanjangan sanksi itu, embargo perdagangan dan larangan kapal Korea Utara memasuki pelabuhan Jepang tetap akan berlaku.
Langkah tersebut muncul setelah perundingan kedua antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, bulan lalu, gagal membuahkan kesepakatan akibat perbedaan pandangan terkait denuklirisasi Korut dan pembebasan Korut dari sanksi-sanksi ekonomi.
Pyongyang mengklaim telah menghentikan aktivitas di sebagian kompleks nuklirnya serta tidak lagi menggelar uji coba nuklir atau rudal. Namun, sanksi ekonomi internasional yang dimotori AS tak kunjung mereda.
Selasa (19/3/2019) lalu, Korea Utara menyatakan bahwa ”tidak ada pembenaran” untuk mempertahankan sanksi terhadap Pyongyang yang telah menghentikan uji coba nuklir dan rudal dalam 15 bulan terakhir.
Menanggapi pidato Yleem Poblete, Asisten Sekretaris Negara untuk Kontrol Senjata, Verifikasi, dan Kepatuhan AS dalam Konferensi Perlucutan Senjata di Geneva, Swiss, diplomat Korea Utara Ju Yong Chol mengatakan, persoalan kedua negara semestinya diselesaikan satu per satu untuk membangun kepercayaan.
Namun, menurut Ju, pada pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Trump di Hanoi, bulan lalu, AS justru ”muncul dengan argumen yang tidak masuk akal bahwa pencabutan sanksi tidak mungkin dilakukan sebelum denuklirisasi”.
Sebelumnya, Poblete menyatakan, satu-satunya cara Korea Utara mencapai keamanan dan pembangunan adalah dengan meninggalkan semua program senjata pembunuh massal dan rudal balistiknya. Poblete juga mendesak negara-negara untuk menghentikan kerja sama militer dengan Korea Utara.
Dalam laman milik organisasi Council on Foreign Relations (CFR) dipaparkan bahwa sejak tahun 2006, semua anggota Dewan Keamanan PBB telah secara bulat mengeluarkan banyak resolusi berisi kecaman terhadap program senjata nuklir Korea Utara dan pemberlakuan sanksi di negara itu. Sanksi itu, antara lain, pembekuan aset mereka yang terlibat program pengembangan senjata nuklir, pelarangan perdagangan alat-alat militer, pelarangan ekspor alat elektronik, batubara, makanan laut, dan produk pertanian lain.
Selain DK PBB, negara-negara mitra AS juga menjatuhkan sanksi tersendiri secara unilateral. Jepang mulai memberlakukan sanksi unilateralnya kepada Korea Utara tahun 2006. Beberapa klausul sanksi telah dicabut Jepang tahun 2014 sebagai upaya membujuk Pyongyang agar melakukan investigasi atas hilangnya warga Jepang pada tahun 1970-1980. Jepang kemudian menerapkan sanksi baru pada tahun 2016 dan 2017 sebagai respons atas uji coba nuklir dan rudal.
Sanksi itu berupa larangan warga Korea Utara memasuki wilayah Jepang, pembekuan aset Korea Utara, dan pembatasan pengiriman uang maksimal 880 dollar AS. Jepang juga memonitor implementasi sanksi itu, termasuk pergerakan kapal Korea Utara di perairan regional. (REUTERS/ADH)