JAKARTA, KOMPAS — Nilai ekspor produk wastra Nusantara mencapai 53,5 juta dollar AS pada 2018. Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan nilai ekspor sebesar 10 persen tahun ini.
”Wastra atau kain tradisional Nusantara termasuk mode berkelas dan memiliki nilai tambah tinggi. Kendati bukan tergolong komoditas, kami berharap wastra Nusantara semakin mempunyai pangsa pasar besar di luar negeri,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai membuka pameran Adiwastra Nusantara 2019 di Balai Sidang Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Sejumlah wastra yang masih eksis sampai saat ini antara lain ulos, songket, batik besurek, tapis, tenun tuban, tenun endek, dan tenun sumba. Negara tujuan ekspor wastra Indonesia antara lain Jepang dan Korea Selatan.
Airlangga memaparkan sejumlah strategi agar penjualan wastra Nusantara ke pasar internasional pada 2019 meningkat 10 persen secara tahunan. Strategi itu antara lain pemerintah hanya memperbolehkan produksi kain tradisional dikerjakan pelaku dalam negeri, terutama sentra industri kecil menengah.
Strategi lain, pemerintah berupaya memperbaiki hulu industri kecil menengah wastra Nusantara. Bahan baku yang sebelumnya kebanyakan diimpor, seperti kapas dan benang, didorong agar mampu diproduksi di dalam negeri.
Airlangga menambahkan, industri tekstil dan produk tekstil, layaknya industri manufaktur lain, terkena pengaruh revolusi industri 4.0. Tren di dunia, produksi bahan baku dan produk jadi telah mengadopsi perangkat digital 4.0. Pemerintah Indonesia berupaya melestarikan metode pembuatan dan motif wastra Nusantara. Akan tetapi, bagian hulunya, yakni material, dibuat dengan metode dan mekanisme terkini.
Menurut dia, saat ini sudah berdiri pabrik material substitusi kain sutra di sekitar Sukoharjo, Jawa Tengah. Kehadiran bahan baku ini diharapkan memenuhi permintaan kenyamanan konsumen tanpa menghilangkan ciri khas wastra Nusantara.
Kalau permintaan dalam negeri bagus, kami tentu mendorong mereka agar membangun pabrik di Indonesia. Penanaman modal asing kami terima.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih menceritakan telah bertemu Asahi Kasei Corporation, produsen bahan baku tekstil dan produk tekstil bernama Bemberg. Bemberg dibuat dari biji kapas yang dilumerkan menjadi benang berkarakter mirip sutra.
Sejak tahun lalu, Bemberg sudah dipakai untuk memproduksi wastra Nusantara, salah satunya kain songket Palembang. Sejauh ini, Kemenperin menilai Bemberg berkualitas bagus, cocok dipakai membuat wastra, dan ramah lingkungan.
”Kalau permintaan dalam negeri bagus, kami tentu mendorong mereka agar membangun pabrik di Indonesia. Penanaman modal asing kami terima. Industri kecil menengah wastra Nusantara tidak lagi tergantung dari impor material,” katanya.
Ketua Panitia Adiwastra Nusantara 2019 Yantie Isfandiary mengatakan, pameran Adiwastra Nusantara berlangsung sejak 12 tahun lalu. Tahun ini, pameran diikuti 413 pelaku industri, termasuk binaan perusahaan BUMN. Panitia menargetkan transaksi Rp 50 miliar pada 20-24 Maret.
Fenomena
Gati menambahkan, material poliester tengah berkembang di dunia. Ia berharap pelaku industri lokal mencermati fenomena ini.
”Indonesia sebenarnya bisa mengembangkan material bahan baku kain sutra. Namun, hal ini memerlukan proses panjang karena harus dikerjakan lintas kementerian,” ujarnya.
Terkait dengan sentra industri kecil menengah wastra Nusantara, berdasarkan data Kemenperin, ada sekitar 316 sentra tenun dan 101 sentra batik. Gati menyatakan, para pelaku usaha itu didampingi. Bahkan, mereka juga mendapat bantuan peralatan.
Ia mencontohkan, sejak 2011 Kemenperin membantu mengembangkan sentra industri tenun di Donggala, Sulawesi Tengah. Kemenperin menyalurkan fasilitas peralatan tenun ke unit pelaksana teknis tekstil Donggala dan perajin di sekitarnya.