Bank Indonesia Fokus Menciptakan Surplus Neraca Pembayaran Semester I-2019
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kebijakan Bank Indonesia pada semester I-2019 akan fokus menciptakan surplus neraca pembayaran agar stabilitas eksternal terjaga. Salah satu langkah yang dilakukan BI demi tercapainya surplus neraca pembayaran adalah dengan mempertahankan suku bunga acuan BI di posisi 6 persen.
Selain memutuskan mempertahankan posisi suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 Maret 2019 juga menahan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter harus merangsang neraca modal bisa tetap surplus agar neraca pembayaran terjaga. Pada saat yang bersamaan, dibutuhkan upaya untuk menahan agar defisit transaksi berjalan berada di bawah batas minimum sebesar 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Neraca pembayaran adalah penjumlahan dari neraca modal dan neraca transaksi berjalan. Derasnya aliran modal asing khususnya dalam portofolio perlu dipertahankan agar neraca modal bisa tetap surplus,” kata Perry di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Neraca pembayaran adalah penjumlahan dari neraca modal dan neraca transaksi berjalan. Derasnya aliran modal asing khususnya dalam portofolio perlu dipertahankan agar neraca modal bisa tetap surplus.
BI mencatatat pada Februari 2019, surplus neraca modal ditopang oleh besarnya aliran masuk modal asing mencapai 6,3 miliar dollar AS. Pada periode yang sama penurunan defisit transaksi berjalan didukung oleh neraca perdagangan yang mencatat surplus 330 juta dollar AS, dipengaruhi penurunan impor nonmigas.
Adapun posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 123,3 miliar dollar AS atau setara 6,9 bulan impor, berada di atas standar kecukupan internasional yakni tiga bulan impor.
Surplusnya neraca pembayaran dapat memberi stimulasi pada stabilitas nilai tukar rupiah sehingga daya tahan ekonomi Indonesia semakin kuat dari gejolak ekonomi global. Perry memproyeksikan neraca pembayaran Indonesia pada triwulan I-2019 akan lebih baik dari triwulan IV-2018 yang alami surplus hingga 5,4 miliar dollar AS.
Sementara, untuk menurunkan defisit transaksi berjalan BI bersama pemerintah terus berkoordinasi intensif dalam mengakselerasi pencapaian target penerimaan devisa pariwisata 2019 yang dipatok dapat mencapai 17,6 miliar dollar AS.
Chief Economist HSBC Global Research regional ASEAN, Joseph Incalcaterra, mengatakan saat ini pemangkasan tingkat suku bunga acuan BI belum diperlukan mengingat bank sentral AS, The Fed juga menahan tingkat suku bunga mereka di kisaran 2,25 persen hingga 2,5 persen.
Bila BI memangkas suku bunga, lanjutnya, selisih tingkat bunga akan semakin menyempit. Padahal, saat ini pemerintah Indonesia masih kesulitan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Untuk saat ini investasi baik secara langsung maupun melalui portofolio masih sangat diandalkan untuk menahan defisit transaksi berjalan.
“Melihat sikap The Fed, kami memperkirakan semester kedua tahun ini suku bunga acuan BI akan dipangkas 50 basis poin. Selanjutnya tahun depan total suku bunga acuan BI akan dipangkas 75 basis poin. Hasilnya pada akhir 2020 suku bunga acuan BI berada di level 4,75 persen,” ujarnya.
Kami memperkirakan semester kedua tahun ini suku bunga acuan BI akan dipangkas 50 basis poin. Selanjutnya tahun depan total suku bunga acuan BI akan dipangkas 75 basis poin. Hasilnya pada akhir 2020 suku bunga acuan BI berada di level 4,75 persen.
Pelonggaran likuiditas
Untuk melonggarkan likuiditas perbankan, BI memperkuat kebijakan makroprudensial dengan menaikkan batas bawah dan batas atas rasio intermediasi makroprudensial (RIM), dari sebelumnya 80 persen-92 persen menjadi 84 persen-94 persen. Kebijakan ini akan efektif berlaku per 1 Juli 2019.
RIM merupakan parameter kemampuan perbankan menyalurkan kredit berbanding kemampuan perbankan penghimpunan dana Semakin tinggi angka RIM menunjukkan penggunaan dana di perbankan optimal untuk menyalurkan kredit. Namun jika terlalu tinggi, dikhawatirkan pendanaan berkurang dan terjadi pengetatan likuiditas.
“Kalau batas RIM di bawah 84 persen bank akan menggunakan dana yang ada untuk membayar kenaikan giro wajib minimum. Jadi kalau RIM kita naikkan ruang bagi perbankan dalam menyalurkan kredit akan bertambah” ujar Perry.
Selain itu, BI juga menempuh menempuh strategi operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas melalui transaksi term-repo secara reguler dan terjadwal, di samping FX Swap. Perbankan yang memiliki surat berharga negara (SBN) bisa melakukan term repo ke BI untuk mendapatkan likuiditas.
“Lewat kebijakan ini kredit perbankan diharapkan tetap tumbuh tinggi mendekati batas atas kisaran 10 persen-12 persen didukung pertumbuhan dana pihak ketiga di kisaran 8 persen-10 persen,” ujarnya.