Trauma, Orangtua di Sembalun Larang Anaknya Sekolah
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS -- Para siswa di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dalam tiga hari belakangan belum berani masuk sekolah. Mereka dilarang bersekolah oleh orang tuanya karena masih trauma akibat gempa bumi yang mengguncang kawasan itu, Minggu (17/3/2019) lalu. Gempa berpusat di sekitar Kecamatan Sembalun yang berada di lereng Gunung Rinjani, sehingga guncangannya dirasakan keras oleh warga Sembalun.
“Hari ini ada puluhan siswa yang datang sekolah, kemarin cuma belasan orang. Karena hanya segelintir siswa dan guru yang datang, anak-anak akhirnya pulang,” ujar Zohri, Guru SMAN Sembalun, Lombok Timur, di Desa Sembalun, yang dihubugi dari Mataram, Rabu (20/3/2019) siang. SMAN Sembalun memiliki 226 siswa dari Kelas I sampai kelas III.
Menurut Zohri, hampir semua sekolah dari SD/MI, SMP/MTs dan SMA di Kecamatan Sembalun tidak melakukan aktivitas belajar-mengajar tiga hari terakhir. Selain trauma akibat gempa dan masih adanya gempa susulan, orang tua melarang siswa sekolah karena cuaca ekstrim terjadi sejak Selasa hingga Rabu pagi yakni hujan lebat disertai kilat dan suasana berkabut yang melanda desa-desa di kaki Gunung Rinjani itu.
“Karena cuaca ini warga tidak bisa keluar rumah, siswa juga enggan sekolah,” ujar Zohri. Ia berharap hari Kamis (21/3/2019) cuaca membaik agar kegiatan belajar berjalan normal di SMAN itu.
Rosidin, warga Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun juga meminta anaknya, Zidan, siswa kelas 3 SDN Sembalun Lawang, untuk sementara tidak mengikuti kegiatan belajar. Rosidin masih trauma mengingat beberapa kali harus menjemput anaknya di sekolah setelah gempa yang terjadi Juli-Agustus 2018.
Rosidin masih trauma mengingat beberapa kali harus menjemput anaknya di sekolah setelah gempa yang terjadi Juli-Agustus 2018.
“Ya saya khawatir suruh anak-anak sekolah dengan cuaca seperti ini, apalagi kami dan anak-anak masih dalam suasana psikologis yang terganggu. Ya khawatir kalau-kalau ada gempa lagi, seperti pengalaman yang sudah-sudah,” ujar Rosidin, yang berharap suasana kembali tenang, sehingga wali murid lebih tenang melepas anak-anaknya sekolah.
Kepala SDN 3 Sajang, Kecamatan Sembalun, Sateriawan, juga mengatakan, hanya sebagian dari 93 total siswa sekolah itu. “Ada sekitar 50 persen siswa masuk sekolah, hari ini (Rabu), tetapi saya suruh mereka pulang karena gurunya juga tidak ada yang datang,” ujar Sateriawan.
Masih ada gempa
Para siswa tidak berani sekolah, mengingat hari Rabu sekitar pukul 10.00 WITA Sateriawan merasakan terjadinya gempa, yang membuatnya lari keluar ruangan. Hari Selasa juga warga merasakan terjadi dua kali gempa, sehingga orang tua murid panik dan menjemput anaknya meninggalkan sekolah itu. Hujan sejak Selasa hingga Rabu pagi disertai kabut yang menghalangi jarak pandang juga mendorong siswa meninggalkan sekolah.
Namun Sateriawan menyatakan Kamis esok kegiatan belajar-mengajar diupayakan berjalan. “Insya Allah besok (Kamis) kegiatan belajar-mengajar berjalan seperti sebelumnya,” ucap Sateriaman.
Namun akibat gempa, plafon sebagian besar ruang kelas gedung SD 3 Sajang mengalami kerusakan. Siswa dan guru pun tidak berani masuk ke ruang kelas, sehingga para siswa akan kembali belajar di ‘sekolah darurat’ yang berada di sekitar gedung permanen SD itu.