Suara Antrabez Dari Balik Penjara
Raga kami boleh terkurung
Tetapi semangat, imajinasi, dan kreativitas
Tidak akan pernah dapat dibendung
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Kerobokan, Denpasar, Bali, terkenal seram. Perkelahian antar-geng di luar bisa berlanjut dalam sel penjara. Sampai Februari 2019 lalu, tempat ini dihuni 1.646 orang, jauh melebihi kapasitas hunian yang hanya 323 orang! Kesesakan itu diperparah oleh data mencengangkan, 70 persen penghuninya dipidana karena kasus narkoba dan berasal dari 23 negara. Semakin seram, bukan?
Kenyataan pahit ini dianggap tantangan oleh Tonny Nainggolan, yang sejak dua tahun terakhir menjabat sebagai Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Kerobokan, Denpasar. ”Saya tak mau kalah dengan pendahulu saya,” kata Tonny, pertengahan Februari 2019 di dalam Lapas Kerobokan.
Sebelum Tonny datang ke Bali, Lapas Kerobokan dipimpin oleh Slamet Prihantara. Pada masa Slamet inilah kelompok band bernama Antrabez lahir dan kemudian menelurkan album perdana yang diluncurkan 28 Oktober 2016.
Sampai kini, lagu ”Syukuri Ujianmu” menjadi lagu yang identik dengan Antrabez. Lagu ini pula sempat menjadi hit di sejumlah radio di Tanah Air.
Lirik lagunya dianggap mengandung pertobatan sebagai manusia yang telanjur distigma oleh dosa: //tertutup mata jiwaku/berselimutkan dosa/bertahun-tahun diriku terlena/akan nikmatnya dunia/tertunduk wajahku bersujud/gelap dalam sesal/tertatih-tatih imanku/tergoda akan indahnya dunia…//.
Lagu ini seakan diperkuat oleh tekad lima personelnya, yang semuanya terjerat kasus narkoba. Mereka kemudian menuliskan semacam pamflet pada sampul album perdana sebagaimana dikutip di awal tulisan ini.
”Ya, kami bersyukur bisa berkarya dari dalam terali besi,” kata Oktav, yang menjadi motor kelompok ini.
Kesempatan berkarya di bidang musik itu, kata Oktav, muncul saat ditantang Slamet menciptakan lagu dari sebuah puisi yang ditulis kepala penjara itu. Ketika lagu itu jadi, tambah Oktav, Slamet malah memintanya untuk membuat kelompok band. Selain Octvianus Emiel Yoseph alias Oktav, kemudian bergabung Dwi Febri Setyo Utamo (vokal), Rifa Nawawi (gitar), Ronald Subi Dwiari Wijaya (keyboard), dan Firdaus Bolang (drum). Selain menjadi penulis lirik, Oktav juga menjadi komposer dan bermain gitar.
Sebagai warga binaan, kata Tonny, semua personel Antrabez yang dihukum antara 1-5 tahun penjara gara-gara kasus narkoba harus mengikuti seluruh aturan yang berlaku di dalam penjara.
”Tidak ada pengecualian, bahkan saya lebih keras kepada mereka dibanding yang lain,” kata Tonny.
Aturan yang dimaksud Tonny, setiap Antrabez pentas di luar penjara, mereka harus mendapatkan pengawalan ketat. ”Bahkan tidur pun tidak boleh di hotel, mereka harus tidur di lapas terdekat di mana mereka pentas,” kata Tonny.
Selain itu, jika mereka konser di luar Bali, izin keluar dari penjara harus berasal dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di Jakarta. ”Dan, kami menerapkan kebijakan khusus buat warga binaan yang dipidana lebih dari 5 tahun,” kata Tonny.
Tonny mengaku sadar benar bahwa Antrabez bisa menjadi duta untuk memupus kesan seram penjara Kerobokan. Setidaknya, dua tahun terakhir penjara ini berangsur aman, yang sebelumnya selalu bergolak.
Kreativitas
Nama Antrabez, kata Febri, diberikan oleh salah satu sipir di Lapas Kerobokan. Nama ini singkatan dari ”anak terali bezi”. Huruf ”z” sengaja dipakai sebagai pengganti huruf ”s” untuk mengeraskan maknanya secara semantik. Sebagai duta penjara, Antrabez diberi keleluasaan menggunakan ”studio” tempat mereka berlatih dan berkreativitas di dalam penjara.
”Itu markas mereka di Tower Tampaksiring,” kata Tonny sambil menunjuk ke sebuah bangunan tinggi di halaman penjara.
Tower Tampaksiring yang dimaksud tak lain dari bekas tower air tak terpakai, yang kemudian disulap menjadi studio latihan.
Bagi Oktav, yang sudah dua kali menjalani hukuman gara-gara kasus narkoba, kelahiran Antrabez ia harapkan menjadi kebangkitan dirinya menuju pertobatan. Ia kini tinggal menjalani dua tahun masa hukumannya.
”Jauhi narkoba, jangan tiru kami,” begitu tekadnya. Selain Oktav, personel Antrabez yang masih harus menjalani masa hukuman adalah Ronald. ”Saya juga kena kasus narkoba,” kata guru kursus bermain keyboard ini tertunduk.
Tiga personel lainnya, Febri, Firdaus, dan Rifa, sudah menghirup udara bebas setelah menjalani masa-masa pahit di balik jeruji besi.
Antrabez kini menyediakan dirinya secara sukarela agar para penyimak lagu-lagu mereka menjauhi dunia narkoba dengan segala upaya.
”Say no to drugs,” kata Febri dan diikuti para personel lainnya. Mereka, kata Febri, siap menjadi contoh buruk akibat penggunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya.
Ikatan kebersamaan dalam tekad inilah yang membuat Antrabez kemudian meluncurkan album kedua pada November 2018. Kini mereka sedang berproses untuk melahirkan album berikutnya. Semuanya, kata Tonny, bisa terjadi atas dukungan Antida Music Production milik Anom Darsana.
”Saya lihat Antrabez unik, lahir di penjara dengan lagu-lagu yang layak didengar publik. Pesan moralnya bagus,” kata Anom Darsana.
Anom kini menjadi produser Antrabez di mana pun mereka melangsungkan konser. Bukan itu saja, ia juga memberi kursus tambahan kepada para personel Antrabez. ”Firdaus sekarang kursus drum untuk menambah ilmunya,” kata Anom Darsana.
Seperti puisi pamflet yang tertulis pada sampul album perdana Antrabez, kreativitas tak bisa dikurung di dalam jeruji besi. Suara mereka yang terpuruk karena kesalahan masa lalu terkadang jauh lebih bergema di luar dirinya. Antrabez kini hadir dari dalam penjara dengan membawa keyakinan dan pertobatan.
”Semua untuk kehidupan yang lebih baik,” kata Oktav meyakinkan.
Kemudian terdengar dentang lonceng dipukul. Hari menjelang sore, ketika kami berpisah. Pintu penjara yang tebal dan dingin kembali tertutup rapat.